2. Tidak Tega

Bayi malang itu diurusi sendiri oleh Bara di bantu pelayannya. Ia juga memberikan susu botol pada sang bayi sesuai takaran usianya.

Namun bayi itu tetap tidak ingin mengisap dot susu itu membuat Bara merasa tertekan. Air matanya ikut menangis mendengar tangis bayinya yang menyayat hati.

Shanaz yang mendengar dari kamarnya mencoba untuk menutupi kupingnya dengan alat sumpalan telinga.

Antara marah dan iba perasaannya saat ini bercampur aduk pada bayi malang itu yang menangis sepanjang malam.

Naluri keibuannya meronta untuk menolong bayi itu. Tapi memikirkan lagi bagaimana pengkhianatan suaminya membuatnya enggan untuk beranjak menghampiri kamar bawah di mana putri dari selingkuhan suaminya itu ditempatkan di bawah sana.

Kamar bayi itu yang dulu disiapkan oleh dirinya dan suaminya jika kelak mereka punya bayi. Tapi sekarang, kamar itu dipakai oleh bayi suaminya dari wanita lain.

Rasa sakit itu masih menggerogoti seluruh tubuhnya bahkan menuntut egonya untuk berpikir menceraikan suaminya.

Tapi pengorbanan suaminya untuk dirinya hingga rela memisahkan diri dari keluarganya demi menikahi dirinya yang merupakan seorang gadis yatim-piatu.

Jika bukan dengan suaminya, bagaimana mungkin dia hidup sendiri di luar sana walaupun ia bisa hidup dengan gajinya sebagai pengacara.

Tangis itu lagi-lagi membuat tidur Shanaz sudah tidak terlelap lagi. Ia bangkit dan turun ke lantai bawah menemui suaminya yang sedang menggendong bayi itu sambil menimang dengan penuh kesedihan.

Melihat kedatangan istrinya, wajah Bara makin terlihat sendu. Rasanya ia ingin bersujud di kaki istrinya untuk memohon maaf. Tapi luka itu tidak mungkin sembuh dengan ia bersujud.

Shanaz mengambil bayi itu dari gendongan suaminya dan membawanya dalam pelukannya.

Dalam sekejap bayi itu terdiam merasakan kehangatan dalam pelukannya Shanaz.

"Sayang...!" Panggil Bara terdengar serak.

Ia mendekati istrinya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil memberikan susu botol itu pada bayi malang itu.

"Shanaz, sayang...! Maafkan aku kalau sudah membuatmu kecewa. Aku hanya ingin memiliki keturunan, hanya itu. Aku dan Widia tidak sengaja bertemu saat melakukan perjalanan bisnis." Ucap Bara sambil terisak.

"Apakah aku memintamu untuk menceritakan kisah asmara kalian di mulai?" Sarkas Shanaz sinis.

"Tidak. Aku hanya ingin kamu tahu alasanku kenapa aku nekat berhubungan dengan Widia."

"Apakah itu penting? Apakah dokter sudah memvonis aku seorang istri mandul bagimu? Bukankah kita berdua sama-sama subur, kenapa kamu tidak mau bersabar?" Tanya Shanaz menahan tangisnya.

"Iya sayang aku tahu. Aku sangat merindukan seorang anak, apalagi saat melihat pasangan lain berjalan dengan bayi mereka, itu sangat membuat aku sangat sakit. Aku memang sangat mencintaimu...-"

"Diam ..! Jangan mengulangi lagi kata-kata bualanmu itu. Kamu tidak mencintaiku. Kamu hanya mencintai dirimu sendiri.

Entah kata apa yang kamu nyatakan pada ibu si bayi ini, hingga ia juga terbuai dalam gombalan mu.

Perselingkuhan tidak akan terjadi kalau tiap lelaki di dunia ini bisa menahan dirinya untuk tidak terlibat cinta sesaat dengan wanita manapun yang ia temui." Semprot Shanaz.

"Maafkan aku sayang. Aku khilaf..Aku telah berdosa padamu."

"Khilaf karena ketahuan...? Sekuat apapun kamu menyimpan bangkai, tetap saja tercium juga.

Jika kamu ingin punya anak, kenapa tidak minta cerai saja padaku, dengan begitu kamu bisa bebas bertemu dengan wanita itu tanpa perlu sembunyi-sembunyi seperti maling.

Ketangkap basah baru minta maaf. Kemarin-kemarin lagi menikmati percintaan panas kalian, merasa berdosa nggak?" Sergah Shanaz.

"Aku akan mengurus perceraian kita secepatnya." Ucap Shanaz.

"Sayang..! Jangan lakukan itu..! Aku tidak bisa hidup tanpamu."

"Bukankah kamu punya wanita cantik, ibu dari bayi ini. Mungkin sebentar lagi dia akan sadar, aku yakin dia lebih dari segalanya yang bisa membahagiakan dirimu hingga kamu tega berpaling dariku.

Jadi tidak perlu dramatis seperti itu." Ucap Shanaz lalu ke kamarnya sambil menggendong bayi itu untuk tidur di kamarnya.

Shanaz membaringkan bayi itu yang sudah tertidur pulas. Ia juga mengusap perut bayi itu dengan minyak telon agar tetap hangat.

Bara ikut berbaring di sebelah Shanaz dan ingin memeluk istrinya. Ia tahu Shanaz memiliki jiwa yang besar dan akan menerima dirinya.

"Menjauh lah dariku...! Kalau bisa jangan tidur di sini. Apakah tidak cukup kamu melihatku sesak dengan merawat bayimu ini? Kamu kira aku merindukan sentuhan mu, hah?"

Bentak Shanaz yang tidak bisa luluh begitu saja dengan ucapan suaminya.

Bayi itu kembali menangis mendengar teriakan Shanaz.

Shanaz menenangkan lagi bayi itu dalam dekapannya.

"Sssttt...! Maafkan mami sayang..! Mami tidak marah denganmu...!" Ucap Shanaz sambil mengusap dada bayi itu.

Bara yang menyaksikan keibuan Shanaz membuat hatinya makin terenyuh. Ia sangat menyesal telah menyakiti istrinya.

Ia pun tidur di sebelah bayinya di atas ranjang yang sama dengan Shanaz.

Hampir dini hari ia menatap wajah Shanaz yang terlelap dengan air mata yang masih jatuh menetes membasahi pipinya.

...----------------...

Sebelum berangkat kerja, Shanaz memandikan bayi itu dan menjemurnya di matahari pagi. Ia lalu memberikannya susu dan menidurkan bayi itu hingga terlelap.

"Bibi...! Tolong jagain Baby Tisha..!"

Pinta Shanaz yang menyematkan nama indah itu pada bayinya yang artinya hidup.

Ia tidak perlu kompromi dulu dengan suaminya atas pemberian nama itu. Bara tidak keberatan apa yang dilakukan oleh Shanaz , karena dia sudah merasa sangat bersalah saat ini.

"Baik nona Shanaz ." Sahut bibi Anggi.

"Jika baby terlalu rewel, jangan sungkan untuk menelepon ku."

"Baik nona Shanaz ."

Ucap bibi Anggi yang merupakan pengasuh Bara sejak pria tampan itu masih bayi.

Shanaz membawa mobilnya sendiri menuju kantornya. Biasanya ia selalu berangkat bersama sang suami.

Sejak pengkhianatan Bara ketahuan, Shanaz tidak lagi respek pada suaminya. Bahkan ia meruntuhkan semua kewajibanya sebagai istri untuk membalas sakit hatinya pada sang suami.

Sepanjang jalan, Shanaz menangis sambil menyetir. Ia tidak habis pikir, kehidupannya yang sebelumnya seperti berada di dalam surga, kini berubah berada di dalam neraka.

Sementara Bara yang masih berada di mansionnya hanya duduk bersandar dengan baju kerja yang sudah siap berangkat menunggu kedatangan asistennya Eki menjemputnya.

CEO muda ini tidak lagi semangat menyambut pagi dengan penuh senyuman. Kini wajah itu terlihat murung menyesali perbuatannya pada Shanaz.

"Tuan...! Nona Shanaz terlalu baik untuk anda sakiti, tuan. Kalau bukan kemurahan hatinya, bayi anda tidak akan ia urus dengan penuh kasih sayang seperti itu.

Tidak semua wanita berjiwa besar mau merawat anak dari pelakor yang telah menghancurkan hidupnya. Bersyukurlah nona Shanaz tidak gila menyikapi ujian yang menyakitkan seperti ini."

Ucap bibi Anggi menasehati Bara yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri.

"Apa yang harus aku lakukan bibi untuk menebus kesalahanku padanya?" Tanya Bara terdengar frustasi.

"Bertobatlah dan jalankan apa yang telah tuan sendiri memulainya. Seorang wanita bisa menciptakan neraka di dalam rumahnya jika hatinya disakiti." Ucap bibi Anggi apa adanya.

Terpopuler

Comments

Tiwik Firdaus

Tiwik Firdaus

kalau aq jadi shanaz sudah kabur ajadanminta cerai buat apa suami penghianat aja dipertahankan kayak ngak ada laki lain aja

2023-07-26

3

Wirda Lubis

Wirda Lubis

benar bibi yang bibi katakan pintar

2023-04-15

1

Tri Soen

Tri Soen

Hancur nya hati seorang istri yg dikhianati suami nya ...

2023-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!