Berkunjung ke rumah

Reno dan Hilwa sudah sampai di halaman rumah. Mereka di sambut sukacita oleh keluarganya.

Ibu, ayah Hilwa dan Alif keluar rumah, karena mendengar suara mobil masuk ke halaman rumahnya. Mereka begitu bahagia, ternyata yang keluar dari mobil itu adalah Hilwa dan suaminya.

"Assalamu'alaikum" ucap Hilwa dan Reno bersamaan.

"Wa'alaikum salam" ucap penghuni rumah serentak

"Ibu, gimana kabarnya?" Hilwa yang langsung memeluk ibu, setelah mencium tangannya.

"Ibu baik, kamu bagaimana?"

"Baik juga, Bu. Alhamdulillah. Hilwa kangen ibu !" Hilwa yang belum melepaskan pelukannya

"Sama bapak, gak kangen !" pak Marna pura-pura merajuk.

Hilwa menoleh, Astaghfirullah Hilwa lupa kalau di sana juga ada bapaknya, yang sudah bersalaman dengan Reno.

"Kangen juga donk pak, masa gak kangen sih" Hilwa juga memeluk ayahnya

Pak Marna membalas pelukan putri tercintanya. beliau mengusap pucuk kepala Hilwa.

"Ya sudah, sekarang kita masuk" ucap Bu Tini.

"Dek" Hilwa menerima tangan Alif yang menciumnya. begitu juga kepada Reno.

Mereka duduk di ruang tamu "Bu ini ada sedikit makanan, tadi Hilwa mampir di perjalanan". Hilwa yang menyerahkan buah tangannya.

"Kenapa kamu repot-repot sih neng"

"gak apa-apa Bu, ini kesukaan ibu dan bapak" Hilwa yang sudah duduk di kursi di samping Reno.

Terpancar kebahagiaan di wajah Hilwa, sejenak dia bisa tersenyum dengan lepas. Melihat kedua orangtuanya sehat tidak kekurangan sesuatu apapun.

Mereka asyik mengobrol, saling bertanya tentang keadaan mereka.

Setelah lama mengobrol, Bu Tini pergi ke dapur ingin memasak untuk makan sore mereka, dan di ikuti oleh Hilwa.

Sedangkan ayah dan Reno, mereka masih asyik mengobrol menanyakan tentang pekerjaan. Alif adiknya Hilwa sudah pergi ke kamar, karena ada tugas yang harus dia kerjakan.

Bu Tini yang sedang memotong sayuran bertanya "Neng, apa kamu betah tinggal di sana?" Bu Tini yang mencemaskan putrinya.

"Betah Bu, Alhamdulillah. kak Reno sangat bertanggungjawab dan ayah mertua juga sayang sama Hilwa" ucapnya antusias

"Bagaimana dengan ibu mertuamu, apa beliau juga menerimamu?"

Deg. . .

Kenapa ibu menanyakan itu, Hilwa melihat ada raut kecemasan di wajahnya. Ahh ia benar, ibunya pasti mencemaskannya, setelah mengetahui sikap ibu mertuanya saat berkunjung ke rumah barunya waktu acara syukuran.

flash back. . .

Saat itu di rumah sedang mengadakan syukuran kecil-kecilan, karena Reno dan Hilwa sudah berhasil menempati rumah yang telah dia beli dari tetangganya.

Acara itu di laksanakan untuk mensyukuri atas keberhasilan dan rezeki yang kita dapat dari yang Maha Kuasa, serta untuk berbagi kebahagiaan juga tentunya.

Ibu-ibu tetangga mereka turut hadir di acara itu, ada yang turut bahagia atas keberhasilan Reno tetapi tidak sedikit orang yang malah mengorek kekurangan mereka.

"Bu Tini, ternyata syukuran rumah baru ya. kami kira syukuran acara 7 bulanan" celetuk salah satu ibu pengajian.

"Iya ya, kami kira begitu. Padahal nak Reno ini menikah sudah lama ya ibu-ibu?" timpal salah satu ibu-ibu lagi.

"Untung ya, Bu Tini ini sudah mempunyai cucu dari anak perempuannya. kalau tidak pasti mereka kesepian" tambah ibu-ibu lagi yang duduk berdekatan dengan Bu Tini.

Wajah Bu Tini saat ini, berubah kemerahan karena menahan amarah. Dia tidak bisa membalas perkataan mereka, karena itu benar adanya.

Hilwa, Reno dan kedua orangtuanya pun tidak berada jauh dari sana. Mereka semua mendengarkan perkataan ibu-ibu itu.

Setelah beberapa jam, acara pengajian itu selesai. Mereka membubarkan diri setelah mendapatkan bingkisan dari tuan rumah.

Dan orangtua Hilwa pun pamit untuk pulang, karena hari sudah mulai sore. Hilwa yang ingin membagikan sisa bingkisan itu kepada orangtua dan kerabat ibunya, terhenti karena perkataan dari sang ibu mertua.

"Eh tunggu dulu. Mau di kasih siapa sisa bingkisan itu?" Bu Tini yang menghampiri Hilwa dan ibunya

"Ini Bu, saya mau ngasih ibu saya dan menitipkan satu atau dua untuk kerabat ibu yang dekat saja"

"Tidak-tidak, enak saja kamu. Bagi-bagiin sama orang-orang jauh. Kerabat di sini kan masih banyak yang belum dibagi"

"Tapi bu, inikan masih banyak. pasti kebagian semua kok !"

"Ya sudah, sini biar ibu saja yang bagiin. Lagian inikan uang dari hasil jerih payah putraku !" Bu Tini yang mengambil semua sisa bingkisan, hanya satu di berikan kepada ibunya Hilwa.

Hilwa mau marah tapi di cegah oleh ibunya "Sudah biarin aja neng, lagian ibu juga gak mau bawanya, nanti berat. Biar ibu mertuamu saja yang bagi-bagiin nya" Bu Tini yang mengerti perasaan Hilwa.

* * *

"Kalau ada apa-apa, kamu boleh kok bicara sama ibu. Supaya perasaan kamu lebih ringan" Bu Tini yang melihat Hilwa malah melamun

"Gak ada apa-apa kok Bu, ibu dan ayah mertua baik. Walaupun ibu kak Reno suka ngomong yang sedikit menyinggung, tapi Hilwa bisa tahan kok" ucap Hilwa dengan tersenyum.

"Ya sudah, tidak apa-apa kalau kamu gak mau cerita sama ibu. tapi kalau seandainya kamu sudah tidak bisa menahannya, kamu boleh curhat sama ibu. Siapa tahu ibu bisa bantu meringankan beban kamu" Mendengar perkataan ibunya, Hilwa langsung memeluk dan menangis di dada ibunya. Bu Tini hanya mengusap punggung Hilwa, membiarkannya untuk menumpahkan segala kesedihannya.

Karena hari sebentar lagi akan gelap, Hilwa dan Reno pamit untung pulang. Sebenarnya Hilwa ingin menginap, tapi karena suaminya besok harus berangkat kerja. Jadi terpaksa Hilwa, mengurungkan keinginannya.

Mobil melaju meninggalkan rumah, di iringi tatapan dari orangtua Hilwa. Sampai mobil Reno tidak terlihat lagi oleh mereka.

Ibu Tini menarik nafas dengan berat, seperti ada beban di hatinya. Pikirannya melayang, bagaimana nasib putrinya jika dia belum juga mempunyai keturunan dari Reno?

Apakah mertuanya akan tetap menyayangi putrinya? dan apakah Reno akan tetap mencintai Hilwa??

Aahhh, membayangkannya saja sudah membuat hati Bu Tini cemas. Semoga Hilwa selalu di kelilingi orang-orang yang menyayanginya. Itulah doa dan harapan setiap ibu untuk anak-anaknya.

Sepanjang perjalanan, Hilwa diam membisu. menatap kaca mobil yang menyajikan pemandangan. Angin menyapu wajahnya, yang masuk dari sela-sela kaca yang terbuka.

Reno merasa heran dengan sikap Hilwa. Saat masuk ke rumah orangtuanya, senyum Hilwa merekah seperti mendapat sesuatu yang sangat berharga. Tapi setelah istrinya habis dari dapur membantu ibunya memasak, wajah Hilwa jadi sedikit muram. Apa yang mereka bicarakan? Apakah Hilwa memberitahu ibunya tentang keadaan di rumah dan sikap ibu memperlakukan Hilwa? Batin reno

Reno dengan semua prasangka nya. "Neng, apa yang kamu bicarakan sama ibu saat kalian berada di dapur?"

kening Hilwa mengkerut " Maksud kak Reno?"

"Kakak harap kamu tidak pernah menjelekkan orangtua kakak kepada orangtua mu. Karena bagaimanapun mereka orangtua kakak yang kamu harus hormati juga, seperti kakak menghormati orangtua mu".

"Hilwa tidak pernah menjelekkan orangtua kakak pada siapapun, kenapa kakak berpikiran seperti itu? apa kakak sangka aku sudah mengadu sama ibu?" ucap Hilwa tidak terima dengan perkataan Reno

"Ya, baguslah kalau kamu tidak pernah mengadu. Karena jika iya, kakak tidak akan mau menemui orangtuamu lagi !"

Deg. . .

Episodes
Episodes

Updated 60 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!