"Tuan Steven, bagaimana pun juga itu sudah takdir, tidak bisa di ganggu gugat." jawab Alena dengan mencabik bibirnya kesal.
"Emang cerai, di ganggu gugat segala?!" protes Steven. Alena terkekeh geli mendengarnya.
"Waw! kalian sudah berani berselingkuh di hadapan ku?!" teriak seorang wanita yang melengking di belakang mereka. Alena berdiri dengan cepat dan menoleh.
Anya berdiri dengan berkecak pinggang menatap mereka berdua.
"Ups... Anya, jangan salahkan aku ya, kau sendiri yang tidak mengikat pria hidung belang ini!" bela Alena. Anya terkekeh, lalu mendekat ke arah Alena. Mereka saling berpelukan dengan manis, seperti seorang teman yang sudah lama tidak bertemu.
"Bagaimana kabarmu, Anya? ku harap kau baik." tanya Alena tersenyum ramah.
"Aku baik, bagaimana kabar mu?" jawab Anya balik bertanya.
"Seperti yang kau lihat, hidupku bahagia dan kesehatan ku sangat baik!" jawab Alena memperlihatkan tubuhnya.
"Kau semakin cantik, Alena. Ku harap ada pria lain yang bisa kau ajak kencan." Alena tertawa saat Anya memujinya.
"Kau kemana saja, Anya? dari dulu aku memang sangat cantik." sombong Alena.
Anya memutar bola matanya jengah, "Aku menyesal sudah memuji mu, Alena." cibir Anya.
"Ehh, kalian jika sudah bertemu, pasti mengabaikan pria tampan ini!" narsis Steven menyugarkan rambutnya.
"Bagian mananya yang tampan Steven?" tanya Anya menatap Steven.
"Sayang, setelah bertemu dengan Alena, kau berubah drastis!" keluh Steven memanyunkan bibirnya.
Cup! Anya mengecup bibir Steven, Alena yang melihatnya langsung menutup matanya langsung.
"Kalian sungguh tidak tahu malu! Ada putraku di sana!" cibir Alena yang memilih pergi dari sana, ia mendekat ke arah putranya. Nyonya Elly dan Alexander sudah berada di sana juga.
"Nyonya," sapa Alena pada Elly. Elly menoleh lalu tersenyum.
"Duduklah." titah Elly. Alena mengangguk dan menurut, di sisi lain tak begitu jauh, Alexander sepertinya sedang bertelepon.
Selesai menelpon, Alexander mendekat kembali pada istrinya, pria itu melirik ke arah Alena yang sudah duduk di dekat istrinya.
"Alena, kau sudah datang, kapan?" tanya Alexander.
"Baru saja, Pak." jawab Alena. Alexander mengangguk dan ikut duduk di samping istrinya.
"Putra kita akan pulang setelah tahun baru, dia sudah memutuskan untuk memegang alih perusahaan yang ada di sini." ujar Alexander memberitahu istrinya. Alena mendengarnya, namun sebisa mungkin dirinya tidak mencuri obrolan bosnya.
"Alena, menginap lah di sini, sepertinya Kabir juga ingin menginap di sini, dia sudah besar juga, kan?" pinta Elly menatap nanar pada Alena. wanita itu menghela nafas pelan.
"Sepertinya tidak bisa, Nyonya. Kabir di sini hanya bisa sampai satu bulan, setelah itu baru akan pergi dengan pamannya lagi." cicit Alena yang tidak tega menolaknya.
"Terserah kau saja, Alena. Itu keputusan mu." jawab Alexander yang mengerti perasaan karyawannya, bukan karena lebih membela Alena, tapi ia tahu seberapa besar Alena menyayangi putranya.
"Aku hanya bisa berharap, tapi tidak mungkin memaksamu."
"Kalau begitu, jangan lupa untuk membawa Kabir ke mari besok, ya." pinta Elly kembali tersenyum. Alena mengangguk sebagai jawaban.
"Mom! Lihatlah apa yang ku gambar." ujar Kabir memperlihatkan iPad miliknya.
"Gambar apa ini?" tanya Alena, Alexander dan Elly ikut penasaran dan mencoba melihatnya.
"Lihat lebih jelas lagi, Mom!" titah Kabir.
"Hei, Nak. Sejak kapan kau bisa menggambar senjata? Kau tahu itu apa?" tanya Alexander dengan kagum.
"Ini adalah senjata api, pistol, grandfha." jawab Kabir.
"Kau belajar dari siapa?" tanya Alexander.
"Tentu dari pamanku."
"Sangat bagus, kau pernah berlatih menggunakan pistol?" tanya Alexander. Kabir mengangguk.
"Dia di ajari pamanku, supaya Kabir tidak menjadi lemah, sebenarnya aku juga kurang suka dengan pamanku yang terlalu melatih Kabir yang berlebihan seperti ini." jawab Alena sedikit mengeluh tentang pamannya yang mengajarkan anaknya bermain pistol di usia dini.
"Sangat bagus, aku kagum, kau tahu Alena? jika gambar baru ini dia jual, aku yakin pasti banyak yang menginginkannya, bahkan mereka tak akan segan untuk membayar hasil gambar ini!" ujar Alexander.
"Benarkah? kalau begitu tidak aku jual." timpal Alena. Alexander dan Elly saling menatap, lalu bertanya: "Kenapa?" Alena tertawa pelan mendapati pertanyaan itu.
"Karena, jika aku menjadi orang kaya, akan sangat sulit untuk meminta bonus pada bos ku!" jawaban Alena membuat mereka menggelengkan kepalanya.
"Alena, jika putraku mendengar kata ini, sudah pasti kau di cap sebagai wanita pencinta uang!" ucap Alexander. Alena terkekeh geli saat ucapan pecinta uang itu ia dengar.
"Sebenarnya tidak apa, nyonya Elly juga sama seperti ku, pecinta uang, benarkan, nyonya?" Alena menaik-naikkan alisnya meminta persetujuan.
***
"Kau benar, Alena. Sebagai wanita tentu saja kita cinta uang dan uang." timpal Elly dengan kekehan kecil. Kabir dan Alexander menggeleng bersamaan mendengar celotehan para wanita.
"Mom, kau ingin pulang?" tanya Kabir menatap ibunya lekat. Alexander dan Elly menoleh pada Kabir, lalu melirik Alena.
"Nanti malam saja, kau ingin bersama majikan ku, kan?" tanya Alena. Kabir mengedikkan bahunya. Elly mencubit gemas pipi Kabir.
"Anak baik, terima kasih mau menemani grandma." ucap Elly. Kabir menundukkan kepalanya memberi hormat.
"Grandma, apa Grandma masih sakit? Kata mommy, jika masih sakit jangan makan-makanan yang sehat. Minta pada mommy untuk menaikkan gula darahmu." celoteh Kabir menasehati Elly yang memang memiliki kadar darah yang rendah.
"Tentu saja, tapi, jika ada Kabir ku, untuk apa meminta bantuan pada ibu mu, benar, kan?" goda Elly tersenyum. Kabir terkekeh geli mendengar godaan Elly.
"Alena, ikutlah denganku." ajak Alexander, Alena kemudian bangkit dari duduknya. Dia mengikuti langkah Alexander, Alena mengikutinya ke kamar, tepatnya ruangan pekerjaannya.
Alexander membuka laci dan mengambil foto bingkai di dalam laci. Alena menautkan alisnya, sedangkan Alexander melihat foto itu.
"Dia adalah putraku." Alexander menyerahkan bingkainya pada Alena, lalu Alena mengambilnya dengan hati-hati. Alena membalikkan fotonya untuk melihat wajah putra sulungnya.
Alexander tersenyum, saat Alena melihat foto putranya, deg! bingkai foto terjatuh ke lantai, wanita itu melangkah mundur.
'Tidak! ku mohon tidak!' jeritan seorang wanita terdengar dari bayangannya, samar, Alena memegang kepalanya yang sakit.
"Alena, apa yang terjadi?" tanya Alexander, paruh baya itu mendekat, namun Alena mundur kembali, Alexander tidak tahu kenapa dan apa yang terjadi pada sekretarisnya.
Bruk! tubuh Alena terjatuh ke lantai, tentu saja Alexander terkejut, sesaat dia terdiam melihat Alena terjatuh.
"Pelayan!!!" teriak Alexander memanggil pelayan setelah sadar kembali. Satu-persatu para pelayan masuk ke dalam ruangannya.
"Ya, tuan?" tanya pelayan.
"Panggil dokter!" titah Alexander, ia kemudian mengangkat Alena. Steven yang mendengarnya langsung masuk, lalu mengangkat tubuh Alena dan membaringkan tubuhnya di sofa.
"Ayah, apa yang terjadi?" tanya Steven. Alexander hanya terdiam, dirinya bahkan masih syok karena baru kali ini Alena pingsan.
Steven menggosok tangan dan telapak kaki Alena, untuk memberinya kehangatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments