Steven menggosok tangan dan telapak kaki Alena, memberinya kehangatan.
"Suamiku, apa yang terjadi?" tanya Elly kini mendekat, Kabir melihat ke arah ibunya yang tertidur. "Mommy!" teriak Kabir yang langsung menangis.
"Apa yang terjadi pada mommy ku tuan Alexander? kenapa dia bisa pingsan?" tanya Kabir berteriak.
"Hey, son. Jangan khawatir, ibu mu akan baik-baik saja, oke?" Steven menenangkan Kabir yang menangis.
"Tidak, ibuku tidak pernah pingsan, dia wanita yang kuat!" teriak Kabir terus menggelengkan kepalanya. "Mom! bangunlah! aku berjanji tidak akan sombong padamu! aku tidak akan makan coklat tanpa seizin mu! Ibu, bangunlah, tolong!"
"Alexander, apa yang terjadi pada Alena? kenapa bisa pingsan?" tanya Elly menatap suaminya nanar. Alexander mengusap wajahnya kasar.
Elly melihat bingkai foto yang terjatuh, Elly mengambil dan melihat fotonya.
"Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tahu Elisa, dia melihat foto putra sulung kita, tiba-tiba dia pingsan dan..." Alexander bingung menjelaskannya, hanya bisa duduk dengan menghela nafas kasar.
Dokter akhirnya tiba, Steven dan Kabir tak hentinya menggosok tangan dan kakinya Alena.
Dokter mengecek suhu tubuhnya, menekan tangan Alena untuk mengecek nadinya.
"Apa dia memilik trauma?" tanya dokter Alvin pada mereka semua.
"Ti-tidak, ibu ku tidak mempunyai trauma apapun." jawab Kabir dengan menangis. Steven mengelus punggung Kabir dengan sedih, anak kecil seperti Kabir pasti ketakutan melihat ibunya pingsan secara tiba-tiba.
Beberapa menit, Alena terbangun, ia memgerjap dan melihat semuanya ada di sekelilingnya.
"Apa aku sudah tiada?" tanya Alena memandang mereka satu-persatu.
Kabir langsung memeluk Alena yang baru saja bangun, "Ibu, jangan marah padaku, aku tahu aku nakal, aku anak nakal! tapi jangan tinggalkan aku." celotehnya. Alena menautkan alisnya bingung.
"Apa kau sudah gila Kabir? kau masih anak-anak." ledek Alena. Kabir menggeleng, "Aku tidak ingin bercanda, Mommy!"
Alena melirik mereka, seolah ingin mendengar penjelasan dari mereka, kenapa dirinya bisa seperti ini, dan terlebih Kabir yang berbeda. Putranya bahkan menangis meraung-raung.
"Anda pingsan, Nona." ucap dokter memberitahu. Alena yang mendengarnya langsung terkekeh geli.
"Dokter Alvin! aku? pingsan? apa Anda bercanda?" tanya Alena mengejek dokter Alvin.
"Nak, jika kau memiliki masalah, katakan padaku, kau sudah aku anggap sebagai putriku." ujar Elly duduk di sisi sofa, mengelus rambut Alena.
"Hey! aku sungguh tidak mengerti, sejak kapan aku pingsan? apa kalian sedang mengerjai ku?" tuduh Alena menatap mereka intens. Kabir hanya terdiam dengan terus memeluk sang ibu.
"Alena, kau terlalu percaya diri! jika tidak kuat bekerja, jangan di paksa. Ayah pasti memberikan mu pekerjaan begitu banyak, nanti aku akan mencari sekretaris kedua untuk ayahku agar bisa meringankan pekerjaan mu!" ucap Steven dengan serius.
"Tidak tidak! jika ada dua sekretaris, lalu bagaimana bonus ku? Anda akan memotongnya menjadi dua?" sergah Alena dengan cepat, Kabir terkekeh mendengar ucapan ibunya yang serakah.
"Kau ini Alena! sudah pingsan tapi masih memikirkan pekerjaan dan bonus mu!" cibir Elly yang kesal.
Alena terkekeh geli, bagaimana pun juga bonus adalah semangatnya, semakin banyak maka semakin semangat ia bekerja.
"Sekarang jam berapa? Kabir harus belajar jam delapan." ucap Alena melepaskan pelukan putranya.
"Ibu, jangan, untuk hari ini." pinta Kabir terisak.
"Alena, setelah ini ambil cuti selama beberapa hari, aku tidak mau jika kau drop dan pingsan lagi!" titah Alexander, bagaimana pun juga Alena sudah seperti putri baginya.
"Bos, lalu bonus ku?" tanya Alena lirih.
"Ya ampun! Alena, boleh aku mengupas isi kepala mu? aku ingin tahu apa isi di otak mu hanya ada kata bonus saja?" cibir Steven yang kesal mendengar kata bonus.
"Jangan khawatir, setelah bulan nanti, bonus mu akan di ganti dua kali lipat." jawab Alexander menyerah. Alena tersenyum senang mendengar jawaban bosnya.
"Tapi, aku tidak akan menerima bonus ku jika pekerjaan ku tidak selesai, besok aku akan masuk, jika benar aku pingsan tadi, mungkin dalam beberapa jam aku akan kembali membaik lagi." ujar Alena penuh semangat.
Steven duduk di kepala sofa, mengelus rambut Alena yang lembut.
"Menginap lah, Len. Aku rasa Kabir juga tidak keberatan, ini bukan pertama kalinya kau menginap kan?" ucap Steven. Alena melirik ke arah Kabir, meminta jawaban apakah putranya keberatan atau tidak.
"Mereka benar, Mom. Menginap lah hanya satu malam saja, bagaimana jika kau pingsan lagi di tengah jalan?" timpal Kabir dengan menatap ibunya sedih.
"Baiklah," balas Alena. Elly dan yang lainnya merasa senang, akhirnya Alena mau menginap lagi di sini, ya meskipun hanya satu malam.
"Kalau begitu sudah di pastikan kau akan menginap Alena! Jadi, bagaimana jika makan malam bersama, sungguh aku rindu lawakan mu kak!" teriak Anya dengan bahagia. Anya dan Alena memang seperti seorang sahabat, mereka kadang berbagi suka dan duka. Anya orang yang ceria, membuat Steven bersyukur karena bagaimanapun juga Anya tidak cemburu dengan kedekatannya dengan Alena.
❤️❤️❤️
Malam hari ini adalah acara malam tahun baru, Alena dan rekan kerjanya sudah datang ke rumah besar bos mereka, Alexander merayakan pesta malam tahun baru dengan meriah.
"Eh, kata anak-anak, si Rendi sama si Karina udah jadian ya?" tanya Alena pada Santi, Benni dan Alisa. Mereka mengangguk bersamaan.
"Iya, gue gak nyangka si Karina bisa kecantol sama si playboy." kekeh Benni tertawa kencang.
"Halo guys, akhirnya kalian datang, maaf ya tadi aku bersama Steven sedang bersiap-siap." Anya ikut bergabung bersama mereka.
"Gak apa-apa, biasalah bagi orang yang pacaran." ledek Santi.
"Hay! kalian kenapa masih berada di sini? tidak mau ikut menari?" teriak Steven yang juga masuk ke dalam geng mereka.
"Menari bagaimana?" Tanya Benni pada Steven.
"Kita bertarung saja, bagaimana? kami di tim laki-laki, lalu kalian di tim perempuan, kita akan menari dengan bertarung siapa tarian yang paling terbaik dia lah pemenangnya." Jawab Steven. Rendi dan Karina ikut bergabung, dengan anak-anak lainnya juga.
"Gue takut, Ben." lirih Alena.
"Takut gimana, Len? Loh kan jago dansa." balas Alisa.
"Iya, Len. Tanpa loh gak seru ah." timpal Santi memanyunkan bibirnya.
"Nggak gitu, gue cuma takut, takut gak bisa di kalahin sama cowok-cowok." jawab Alena dengan terkekeh. Mereka yang ada di sana memutar bola mata mereka jengah.
"Yaudah sih, loh tinggal ngomong nyerah aja biar gue sama temen gue menang." timpal Rendi tertawa, Benni mengacungkan jempolnya, lalu ikut tertawa.
"Ayok-ayok, kita tunjukan tarian dansa kita yang paling bagus!" ajak Anya dengan semangat.
"Pakai ini, bentar lagi jam 12 malam, sebelum itu kita menari terlebih dahulu!" teriak Anya, wanita itu memberikan selendang, sedangkan para lelaki memberikan sapu tangan berwarna merah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments