Pusing

Caca nampak menikmati kuliner yang ada di sepanjang taman kota itu, gadis mungil itu nampak menemukan sesuatu yang baru dalam hidupnya.

Sebelumnya dia tidak pernah makan di pinggir jalan seperti ini, namun justru hal ini membuatnya tenang dan melupakan kesedihan hatinya, karena seringkali dia ditinggal oleh ayahnya.

Luna tersenyum melihat putrinya yang makan begitu lahap, dia juga seolah bisa melupakan semua beban yang ada di dalam hatinya, terlebih lagi sikap suaminya yang membuatnya begitu terluka.

"Bang Juna, Terima kasih banyak ya, karena Bang Juna sudah membuat Caca senang hari ini!" ucap Luna sambil menyantap siomay yang tadi dibelikan oleh Juna.

"Sama-sama Bun, Saya sedih lihat Bunda sedih, juga Caca, kadang-kadang kalau lagi sedih itu suka dipendam, kalau seandainya Bunda ingin menangis, menangis saja, siapa tahu beban bunda akan hilang!" jawab Juna.

"Ah bang Juna bisa saja, Mana mungkin aku menangis di sini Bang, yang ada aku jadi bahan tertawaan orang-orang!" kata Luna.

"Bunda tenang saja, tidak akan ada orang yang mengurusi urusan orang lain, saya kasihan melihat Bunda, setiap hari selalu murung!" ujar Juna.

Luna mahela nafas panjang, sejak Ivan berubah sikap dan acuh tak acuh terhadap keluarga, itu memang menjadi beban tersendiri bagi Luna, apalagi kini mereka jarang sekali berkomunikasi, terlebih Caca Yang sepertinya sangat merindukan figur seorang ayah, sebagaimana seharusnya.

Hari sudah semakin senja, kini Caca nampak menikmati es krim yang dijual di pinggir jalan itu, sambil sesekali dia berlarian di taman kota itu.

Luna merasa sedikit lega, setidaknya Caca bisa menikmati momen sore ini, meskipun bukan di mall seperti biasanya.

"Sudah sore Bun, kita pulang jam berapa?" Tanya Juna.

"Sebentar lagi Bang, itu Caca sepertinya masih asik main di taman ini, makin Sore juga kelihatannya makin ramai!" jawab Luna.

"Baik Bun, tapi nanti bunda kecapean, kelihatannya Bunda kurang tidur, saya punya jamu untuk pegal-pegal kalau Bunda capek, Kalau Bunda mau nanti saya kasih!" kata Juna.

"Boleh Bang, mana tahu nanti setelah minum jamu dari Bang Juna, aku bisa tidur nyenyak!" jawab Luna.

"Iya Bun, nanti di rumah saya kasih bunda, pokoknya bunda harus selalu sehat ya!" ujar Juna.

"Terima kasih Bang Juna, sudah kasih semangat dan dukungan, juga sudah setia mengantarkan aku dan Caca!" Ucap Luna.

"Ah tidak apa-apa Bun, itu kan memang sudah menjadi tugas saya!" jawab Juna.

Dari arah kolam ikan, Caca nampak berlari-lari kecil menghampiri Luna dan Juna yang masih duduk di bangku taman itu sambil mengobrol.

"Bunda, kita kapan pulang? aku sudah capek Bun!" tanya Caca.

"Oh, Caca sudah capek ya, kita pulang sekarang yuk! Lagian Caca kan tadi dari pulang sekolah, maka nya capek, kita pulang yuk biar bisa istirahat!" jawab Luna.

"Ayo Bun, Lagian aku juga ada PR, aku takut nanti tidak bisa mengerjakan PR, apalagi pr-nya susah!" Kata Caca.

"Kalau begitu ayo masuk mobil, kita pulang sekarang, nanti malah Keburu maghrib!" ujar Juna yang kemudian langsung berdiri dan berjalan ke arah mobil yang terparkir di pinggir jalan itu.

Juna kemudian langsung menyalakan mesin mobilnya, kemudian Luna dan Caca langsung naik ke dalam mobil itu, dan mobil itu pun melaju meninggalkan taman kota itu menuju ke rumah.

Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di rumah, Ijah membukakan pintu gerbang sementara Juna memarkirkan Mobilnya di garasi rumah, lalu Ijah langsung menuntun Caca untuk membantunya berganti pakaian dan membawakan tas sekolahnya.

Tiba-tiba Luna merasakan pusing di kepalanya, mungkin ini efek kurang tidur yang dia rasakan sejak semalam, dia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, ditambah lagi rasa lelahnya seharian ini, apalagi setelah dia melihat Ivan sedang makan bersama dengan seorang wanita.

Saat baru turun dari mobil Luna nampak terhuyung, dia benar-benar pusing, rasanya dunia seperti berputar-putar, hingga dia memegangi tembok.

"Bunda kenapa?" tanya Juna cemas sambil memegang bahu Luna agar Luna tidak terjatuh.

"Kepalaku pusing Bang, rasanya seperti berputar-putar, sepertinya vertigo ku kumat, rasanya pusing sekali!" jawab Luna sambil memegangi kepalanya dan memejamkan matanya.

"Bunda di sini saja jangan jalan dulu, nanti tambah pusing! Maaf Bun, Boleh saya membantu Bunda ke kamar supaya Bunda tidak pusing lagi?" tanya Juna.

"Tapi bagaimana caranya Bang?" tanya Luna balik.

Dia kemudian duduk berjongkok untuk menghilangkan rasa pusing yang tiba-tiba datang itu.

Ijah Kemudian datang, setelah Dia membantu Caca membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian, dan sekarang Caca ada di kamarnya sedang beristirahat.

"Lho Bang Juna, apa yang terjadi dengan Bunda?" tanya Ijah.

"Ijah, kamu tolong buatkan teh hangat buat bunda, aku akan bawa Bunda ke kamarnya supaya dia bisa beristirahat!" jawab Juna.

"Iya iya bang, saya langsung buatkan teh hangat buat bunda!" sahut Ijah yang kemudian langsung kembali masuk ke dalam menuju ke dapur, untuk membuatkan teh hangat.

"Maaf ya Bun, kalau Bunda tidak kuat berjalan, dengan terpaksa saya akan menggendong Bunda ke kamar, sekali lagi saya minta maaf ya Bun!" ucap Juna yang kemudian langsung mengangkat tubuh Luna dan membawanya masuk ke dalam menuju ke kamarnya.

Entah mengapa Luna merasakan ada kenyamanan saat Juna menggendongnya, ada perasaan hangat yang dia rasakan, terlebih saat kepalanya berada di dada Juna, entah ada sesuatu yang berdebar di sana.

Setelah sampai di kamarnya, dengan perlahan Juna kemudian membaringkan Luna di atas tempat tidurnya, kemudian Juna segera menyelimuti tubuh Luna.

Luna masih memejamkan matanya, dia merasa sepertinya waktu begitu cepat, baru saja dia merasakan kenyamanan namun kini dia sudah berada lagi di atas tempat tidurnya.

"Maaf Bunda, badan Bunda agak demam, saya akan berikan Jamu buat bunda, kalau begitu saya permisi tinggal dulu ya Bun!" pamit Juna yang kakinya hendak melangkah keluar dari kamar Luna.

"Bang Juna!" Panggil Luna.

Juna menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Luna.

"Iya Bun, ada apa bunda memanggil saya?" tanya Juna.

"Bang Juna jangan lama-lama ya, setelah itu langsung kembali ke sini!"jawab Luna

"Iya tentu saja Bun, nanti saya ambilkan jamunya dulu, setelah itu saya rebus lalu saya kasih ke bunda, sekarang Bunda minum teh hangat saja dulu yang Ijah buat!" kata Juna.

"Terima kasih ya bang, aku tunggu Bang Juna!" jawab Luna yang kini mulai membuka matanya.

Dilihatnya Juna masih berdiri sambil menganggukkan kepalanya, entah mengapa melihat wajah Juna yang begitu teduh, membuat hati Luna terasa luluh, namun dia buru-buru menepiskan perasaan aneh itu, mungkin ini adalah efek kekecewaannya pada Ivan, apa yang dia tidak dapat dari Ivan, dia menemukannya dalam sosok Juna.

"Bunda pasti sembuh, bunda harus kuat, Saya sedih melihat Bunda lemah!" ucap Juna.

Luna tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, kata-kata Juna bagaikan setetes embun yang membasahi hatinya yang begitu kering, begitu manis dan lembut.

Setelah itu, Juna pun melangkah keluar meninggalkan kamar Luna, dan tak lama kemudian, Ijah pun muncul sambil membawakan satu gelas teh hangat, lalu menyodorkannya pada Luna.

"Mari Bun, saya bantu bunda untuk minum tehnya!" kata Ijah yang membantu Luna untuk bangun dari tidurnya dan meminum tehnya itu sampai habis.

Bersambung....

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!