Ivan kemudian berdiri dari tempat tidurnya, wajahnya kelihatan kesal, kemudian dia menatap tajam ke arah Luna istrinya yang masih duduk di tempat tidur.
"Ayah baru pulang Bun! Seharusnya Bunda Buatkan kopi kek, teh kek, bukan malah menyerang seperti ini!" sungut Ivan.
"Kalau Ayah seperti suami-suami yang lain, tidak pulang larut malam terus, tentunya dengan senang hati Bunda akan buatkan ayah minuman, makanan atau apapun!" sahut Luna.
"Sudahlah! Ayah pusing! Selalu saja pulang ke rumah ditanya ini itu, bikin orang tidak betah saja!" cetus Ivan.
"Seharusnya Ayah sadar! Sudah berapa lama Ayah tidak pernah bertemu atau berbicara pada Caca? dia selalu menanyakanmu ayah!" ujar Luna yang kini ikut berdiri dari tempat tidurnya.
"Selalu saja Caca yang dijadikan alasan! Selama ini kan Ayah sudah mencukupi semua kebutuhan kalian! Apa itu kurang? Sudahlah, semakin lama di rumah ini ayah semakin pusing!" seru Ivan yang kemudian mulai kembali berjalan ke arah pintu Kemudian menutup pintunya dengan keras.
Seperti biasa, jika Luna menegur Ivan, Ivan pasti akan marah dan dia memilih pergi entah ke mana.
Ini bukan hanya sekali dua kali dilakukannya, namun seringkali, saat ini Luna hanya pasrah saja, sambil mengusap matanya yang kini mulai basah.
Untuk mengejar Ivan, rasanya Luna sudah enggan, percuma rasanya, Ivan tidak akan pernah bisa diajak untuk bicara, belakangan ini dia selalu emosional, Ivan selalu menutupi setiap pertanyaan Luna dengan kemarahan dan kemarahan.
Malam itu Luna kembali menangis sendirian di kamarnya, entah berapa kali Ivan melukai hatinya, terlebih lagi Dia teringat akan Caca putrinya, yang saat ini sedang membutuhkan figur Ayah dan Luna tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi pertanyaan-pertanyaan Caca yang terus saja menanyakan Ayahnya.
Hingga tanpa terasa, hari sudah menjelang subuh, Luna kemudian bangkit dan membasuh tubuhnya di kamar mandi, setelah itu dia kemudian keluar kamar untuk mulai bersiap membuat kue pesanan.
Ijah sudah nampak terlebih dahulu berada di dapur dan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue.
"Lho, Bunda sudah bangun, tapi kenapa wajahnya pucat Bun? semalam sepertinya Ayah Ivan pulang, apa dia masih tidur Bun?" tanya Ijah.
"Dia sudah pergi lagi Jah, Sudahlah, tidak usah tanya-tanya soal Ayah Ivan, sekarang kita fokus aja bikin kue, supaya nanti jam 06.00 semua sudah siap, biar bisa diantar, sekalian antar Caca ke sekolah!" jawab Luna.
Ijah hanya menganggukkan kepalanya tanpa berani untuk bertanya lagi, mereka pun kemudian nampak membuat kue bolu pesanan ibu-ibu Komplek sebelah untuk acara PKK.
Tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti tepat di depan rumah, Ijah buru-buru ke depan untuk membawakan gerbang, sementara Luna melanjutkan pekerjaan yang sebentar lagi hampir selesai.
Caca nampak baru keluar dari kamarnya dengan sudah rapi menggunakan seragam, gadis mungil kelas 3 SD itu sudah bisa mandiri, mandi sendiri dan berpakaian sendiri. Luna tersenyum menatapnya.
"Anak bunda sudah rapi, kita sarapan yuk, Bunda juga Sebentar lagi selesai!" sapa Luna.
"Iya Bun!" sahut Caca yang kemudian langsung duduk di ruang makan, ada hidangan nasi goreng yang sudah disiapkan oleh Luna sebelumnya.
Tak lama Ijah kembali masuk dan kembali membantu Luna untuk mengangkat kue dari oven.
"Bang Juna sudah datang Bun, sekarang dia lagi cuci mobil!" lapor Ijah.
"Lho kok langsung cuci mobil, suruh sarapan dulu lah Jah, kan namanya dari perjalanan!" kata Luna.
"Tadi saya sudah bilang Bun, tapi Biasalah, Bang Juna itu kalau bukan Bunda yang suruh dia tidak akan mau!" sahut Ijah.
"Ya sudah, kamu sekarang tolong siapkan kardus buat taruh kuenya, kalau sudah selesai diikat dan ditumpuk saja ya, aku mau temani Caca sarapan dulu!" ujar Luna yang kemudian langsung mencuci tangannya dan melangkah ke arah ruang makan, di mana Caca sudah menunggunya.
"Ayo Ca, sarapan yang banyak, susunya dihabiskan ya, supaya Caca sehat dan pintar!" kata Luna yang kemudian langsung memberikan nasi goreng di piring yang sudah ada di hadapannya itu. Mereka kemudian sarapan pagi bersama.
"Bun, minggu depan kan ada acara pentas seni di sekolah, Pasti ayah tidak bisa datang kan!" ucap Caca sambil terus menyantap nasi gorengnya.
"Nanti Bunda bilang pada Ayah, siapa tahu Ayah punya waktu buat datang!" jawab Luna.
"Kayaknya Ayah juga tidak akan bisa datang Bun, Sudah yuk Bun, aku mau cepat-cepat sampai di sekolah, Soalnya hari ini aku piket!" ujar Caca yang kemudian langsung menyantap habis makanannya itu.
Luna hanya dapat menganggukkan kepalanya dan juga cepat-cepat menghabiskan makanan nya, dia melihat ada raut kesedihan di wajah putrinya itu, namun Caca sepertinya sudah paham, dan dia tidak menunjukkan rasa sedih dan kecewanya pada bundanya.
Caca yang sudah siap kemudian langsung berjalan keluar untuk menunggu Luna di atas mobil, Yang sudah disiapkan oleh Juna, supir mereka.
Setelah sedikit momoles wajahnya, Luna kemudian mulai menyusul Caca sambil membawakan bungkusan makanan untuk Juna.
"Bang Juna pasti belum sarapan, ini dimakan dulu deh bang, soalnya Caca juga lagi buru-buru mau piket!" kata Luna sambil menyodorkan bungkusan nasi goreng itu pada Juna.
"Saya belum terlalu lapar Bun, nanti saja saya makannya kalau sudah selesai mengantar!" tukas Juna.
"Lho, nanti keburu siang lho Bang, nanti setelah dari sekolahan Caca kan aku masih mau mengantar kue ke Komplek tempat ibu-ibu PKK!" sergah Luna.
"Tidak apa-apa bun, kan nanti saya bisa makan sambil menunggu, sekarang kalau sudah siap, mari saya antar!" kata Juna yang kemudian langsung membukakan pintu mobil yang sudah siap itu.
Luna kemudian naik, lalu Juna mulai menyalakan mesin mobilnya itu dan keluar dari gerbang rumah Luna dan melajukannya perlahan menuju ke sekolah Caca.
Selama ini Juna lah yang selalu mengantarkan Luna kemanapun, dari mengantar jemput sekolah, mengantarkan pesanan, ke pasar, bahkan saat Luna mengajak Caca jalan-jalan pun selalu Juna yang mengantarnya.
Juna belum lama bekerja di rumah Luna, dulu Ivan yang selalu mengantar jemput mereka, namun sejak Ivan mulai pulang larut malam, dan hubungan Ivan dan Luna merenggang, akhirnya Ivan mengambil sopir untuk menggantikan dirinya mengantarkan Luna dan Caca.
Juna adalah seorang pribadi yang sopan dan tidak terlalu banyak bicara, namun dia selalu memberikan pelayanan terbaik, tidak pernah sekalipun terlambat, datang tepat waktu dan tutur katanya juga lembut.
Akhirnya mereka sampai di sekolah Caca, Caca kemudian turun di depan gerbang sekolahnya itu.
"Sayang, semangat belajarnya ya! nanti bunda jemput lagi!" seru Luna sambil melambaikan tangannya dari kaca jendela mobilnya yang terbuka.
"Iya Bun, dah Bunda!" sahut Caca sambil melambaikan tangannya kemudian berlari-lari kecil menuju ke lobby sekolah.
Setelah itu Juna kembali melajukan mobilnya untuk mengantar Luna ke Komplek ibu-ibu PKK yang memesan kuenya.
"Bang Juna sebaiknya berhenti sebentar, Bang Juna makan dulu, nanti nasi gorengnya keburu dingin, kan jadi tidak enak!" kata Luna.
"Tapi bun, kan harus mengantar pesanan sekarang!" tukas Juna.
"Masih banyak waktu Bang, lagian kompleknya kan dekat, Bang Juna makan saja dulu!" sahut Luna.
Juna kemudian langsung menepikan Mobilnya di pinggir jalan itu, untuk memakan nasi goreng yang sudah disiapkan Luna sebelumnya.
Sementara Luna di belakang kemudi duduk melamun, memikirkan Ivan yang semalam pulang, namun kini pergi lagi entah ke mana.
"Bunda jangan melamun, kata orang dulu, tidak baik pagi-pagi bengong!" kata Juna.
"Eh iya bang, tidak melamun kok!" tukas Luna.
"Saya tahu bunda sedang sedih, Maaf Bun, kelihatan matanya sembab, pasti semalam Bunda Habis menangis lagi ya!" ucap Juna sambil menyantap nasi gorengnya.
"Iya Bang, Sudahlah, tidak usah dipikirkan, sudah biasa kan!" sahut Luna yang kini berusaha untuk tersenyum.
"Saya tidak suka Bunda sedih, hidup itu hanya sekali Bun, jadi harus dinikmati, seperti saya menikmati nasi goreng buatan Bunda ini!" kata Juna.
"Bang Juna selalu bisa saja membuat aku tertawa, sepertinya hidup Bang Juna kelihatan damai, seolah tidak ada beban, enak ya jadi bang Juna!" ucap Luna.
"Siapa bilang jadi saya enak bun, saya semua serba terbatas, tapi Ya disyukuri saja, yang penting masih bisa hidup dan menemani Bunda ke manapun!" jawab Juna.
Luna tersenyum, ada rasa hangat yang dirasakan di dalam hatinya, Juna selalu saja bisa membuatnya tertawa dan terhibur, seolah dia lupa akan kesedihannya, setidaknya kehadiran Juna selama ini membuat Luna sedikit lebih bersemangat.
Bersambung ....
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments