"Disini kamarnya Nyonya,"
Ashana mengikuti jejak seorang pelayan yang akan membawanya ke kamar yang sudah di tentukan oleh Achazia. Wanita itu sudah pindah ke apartemen Achazia. Kata Ailee, pelayan yang mengurus apartemen ini, Achazia tinggal sendiri. Pria itu akan pulang ke rumah kalau sedang ada acara yang mengharuskannya datang.
Ashana menatap kamar yang ditentukan Achazia untuknya. Wanita itu meneguk salivanya susah. Ia menatap Ailee yang tersenyum. "Disini?"
Ailee mengangguk sopan. "Iya Nyonya."
"Kau tidak sedang salah kamar?" Tanya Ashana sekali lagi. Takut Ailee salah menunjukkan kamar. Karena kamar yang wanita itu tunjukkan sangatlah mewah.
"Tidak Nyonya. Benar disini."
"Mmm... Baiklah. Aku akan membereskan barang-barangku dulu." Ashana menarik kopernya masuk. Tapi tangannya di tahan oleh Ailee.
"Biar saya saja Nyonya."
"Ah, tidak perlu." Tolak Ashana halus.
"Ini perintah dari tuan Achazia, Nyonya."
"Oh, perintah ya," Ashana membiarkan Ailee masuk membawa kopernya.
"Oh iya, tuan bilang, nyonya harus datang ke kamarnya." Ucap Ailee.
"Sekarang?"
"Iya Nyonya."
Ashana mengangguk. Wanita itu pergi meninggalkan Ailee sendiri di kamar. Ia sudah mengetahui dimana kamar Achazia. Tadi Ailee yang memberitahukannya.
"Masih jam 7 pagi," Ashana melirik jam tangannya. Kaki wanita itu berhenti di depan kamar Achazia. Ia meneguk salivanya. "Masuk apa ketuk dulu ya?" Gumam Ashana.
Pilihannya jatuh pada opsi kedua. Kalau tidak ada jawaban baru Ashana akan masuk ke dalam.
Tok tok tok
Ashana menunggu jawaban. Wanita itu menghitung sampai tujuh detik. Masih belum ada jawaban. "Sekali lagi." Ucapnya.
Tok tok tok
Masih belum ada jawaban. Ashana menghela napas. Wanita itu menghitung sampai tujuh detik. "Sekali lagi."
Tok tok tok
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.
"Oke, aku masuk," Ashana membuka pintu kamar Achazia. Wanita itu melongokan kepalanya ke dalam. Terlihat kamar yang sangat rapi.
"Tuan?" Panggil Ashana karena tidak ada Achazia di dalam. Wanita itu terus berjalan mencari keberadaan Achazia.
"Tuan?" Ashana meninggikan suaranya agar terdengar oleh Achazia.
"Aku disini."
Ashana menoleh ke sumber suara. Pasti Achazia berada di ruangan itu. Wanita itu berjalan mendekat lalu membuka pintu yang berada di kamar Achazia.
"Ada apa tuan me-memanggil saya?" Ashana gugup. Wanita itu menundukkan kepalanya agar tidak menatap Achazia yang sekarang bertelanjang dada.
"Ambilkan handuk untukku." Achazia mendudukkan bokongnya di sofa yang tersedia di tempat gym pribadinya itu.
"Hanya itu?"
"Kau ingin lebih banyak?"
Ashana refleks menggeleng. "Tidak, tidak. Baiklah, akan aku ambilkan." Ucap wanita itu lalu berjalan keluar untuk mengambil handuk.
"Apa dia tidak mempunyai lemari?" Tanya Ashana karena tidak menemukan lemari di kamar Achazia.
"Bagaimana aku---ah! Ailee!"
Ailee yang berjalan melewati pintu kamar Achazia menoleh. "Ada apa nyonya?"
"Kemari dulu. Aish, sudahlah, jangan panggil aku nyonya. Lagipula aku bukan majikanmu. Panggil saja Ashana." Ucap Ashana.
Ailee berjalan mendekat. "Ada apa?"
"Dimana letak lemari pakaian Pak Achazia?" Tanya Ashana.
"Disana," Ailee menunjuk sebuah pintu.
"Disana?" Ulang Ashana.
Ailee mengangguk. "Iya, butuh sesuatu lagi?"
Ashana menggeleng. "Tidak, terimakasih."
Ailee pergi untuk melanjutkan pekerjaannya, sedangkan Ashana masih bingung dengan jawaban Ailee. "Tadi aku benar kan, bertanya tentang lemari? Lalu kenapa Ailee menunjuk pintu? Kan aku tidak bertanya dimana toilet." Gumam wanita itu tapi tetap saja ia berjalan menghampiri pintu yang tadi di tunjuk Ailee. Ashana membukanya dan kedua matanya langsung melebar.
"I-ini yang disebut lemari?" Ashana masih tidak mengerjapkan matanya. Wanita itu menutup mulutnya dengan kedua tangan. Syok berat melihat lemari pakaian Achazia.
"Bahkan ini lebih luas 10 kali lipat dari kamarku di rumah." Gumam Ashana sambil berjalan masuk. Matanya tidak mau diam melihat-lihat isi lemari pakaian Achazia.
"Tempat handuk dimana ya?" Ashana mulai membuka satu persatu laci yang ada. Sampai wanita itu menemukan apa yang Achazia minta.
"Dia minta warnanya tidak ya?" Gumam Ashana mengingat-ingat. Kemudian wanita itu menggeleng.
Setelah mengambil satu untuk Achazia, Ashana keluar untuk menghampiri Achazia yang masih berada di tempat gym.
"Ini handuknya tuan."
Achazia yang sedang mengatur napasnya karena lelah menoleh. Tubuhnya banjir oleh keringat. Membuat Ashana tidak kuat dan memilih untuk menunduk saja.
"Darimana saja?"
"Hah?"
"Kau, darimana saja?" Tanya Achazia sambil menerima handuk yang diberikan Ashana.
"Mencari handuk." Jawab Ashana polos.
"Lama sekali." Gumam Achazia. Pria itu kembali memberikan handuk yang ia terima pada Ashana. Membuat Ashana bingung dengan apa yang di lakukan Achazia.
"Handuknya?"
"Kau yang lap." Ucap Achazia santai. Pria itu meneguk sebotol air yang disediakan di meja.
Ashana meneguk salivanya. "Haruskah saya yang harus mengelapnya tuan?"
Achazia menatap Ashana tajam. "Perlukah pertanyaanmu itu?" Balik tanya pria itu.
Ashana mengangguk. Tanpa ba-bi-bu lagi wanita itu langsung berdiri di hadapan Achazia yang sedang duduk. Ia tidak mau diamuk oleh tuannya ini. Bisa-bisa ia tidak mendapatkan pekerjaan lagi.
Dengan tangan gemetar, Ashana mulai mengelap keringat Achazia dari leher sampai perut. Bukan tangannya saja yang gemetar, tapi wanita itu juga berkeringat. 'Ya Tuhan, kuatkan aku,' Ucap Ashana dalam hati.
"Su-sudah tuan," Ucap Ashana pelan.
Achazia berdecak. Pria itu langsung menarik tangan Ashana sampai wanita itu terjatuh duduk di pangkuannya. "Sebelah sini." Ia memiringkan kepalanya menunjukkan leher bagian kanan.
Ashana yang memang tidak bisa menolak hanya menurut dengan tangan gemetar. 'Sebenarnya dia ini mengerti tidak sih dengan respon yang di berikan tubuhku? Bagaimana aku tidak gemetar kalau dia menyuruhku melakukan hal seperti ini?' Gumam Ashana.
Achazia menyodorkan lehernya yang sebelah kiri tanpa kata-kata. Bahkan pria itu dengan santai mengangkat panggilan tanpa memperdulikan Ashana yang gemetar.
"Kau wakili aku saja," Ucap Achazia pada orang yang ada di seberang telepon.
"Aku tidak menyuruhmu protes," Achazia mematikan sambungan telepon dengan Ashana yang sudah selesai mengelap leher pria itu.
"Sudah tuan," Ucap Ashana.
Achazia tidak menjawab. Pria itu menaruh ponsel di atas meja lalu menatap Ashana dengan tatapan yang Ashana tidak mengerti.
Ashana yang di tatap seperti itu gugup. Wanita itu mencoba untuk bertanya. "Apa tuan butuh sesuatu?" Tanyanya karena Achazia hanya diam saja.
"Tidak," Jawab Achazia dengan raut wajah datar. Tapi pria itu tetap menatap Ashana.
"La-lalu kenapa tuan menatapku seperti itu?" Ashana memberanikan diri bertanya pada Achazia.
"Kau akan terus duduk di pangkuanku?" Tanya Achazia yang membuat Ashana sadar lalu langsung berdiri dan membungkuk.
"Maaf, maaf. Aku lupa," Ucap Ashana yang memang lupa. Wanita itu meringis. Mengapa ia bisa lupa kalau ia sedang berada di pangkuan Achazia tadi?
"Bersiaplah, aku akan menunjukkan semua tentang rumah ini agar kau tahu," Ucap Achazia kemudian pergi meninggalkan Ashana yang masih mengutuk diri karena kecerobohannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments