Pagi-pagi sekali, Ashana sudah siap dengan setelan kantornya. Entah dapat nomornya darimana, Achazia menelponnya dan memberitahukannya kalau wanita itu harus sudah ada di dalam ruangannya sebelum ia datang. Saat Ashana bertanya kalau ia akan berangkat ke kantor jam berapa, Achazia malah memutuskan sambungan teleponnya. Dasar cowok aneh!
"Kau akan pergi ke kantor sendiri?" Tanya Andini yang sedang bersandar di lemari pakaian.
Ashana mengangguk. "Iya."
"Padahal nanti saja bersamaku." Ucap Andini.
"Dan membuat Bos Besar marah? Yang benar saja." Kekeh Ashana.
Andini ikut terkekeh. "Aku lupa kalau sekarang kau sudah punya majikan." Ucap cewek itu bercanda.
"Dari dulu juga dia itu majikanku. Hanya saja saat ini sepertinya akan berubah. Entah harus senang atau sedih karena aku naik jabatan." Ujar Ashana. Wanita itu sudah siap. Ia mengambil tasnya. "Aku berangkat dulu." Pamit Ashana.
"Hati-hati." Balas Andini.
*****
Ashana melongokan kepalanya ke dalam ruangan Achazia. Wanita itu menghembuskan napas lega saat tidak menemukan Achazia di dalamnya. "Ku kira dia sudah datang." Ucapnya. Ashana berjalan menuju sofa lalu duduk disana. Menunggu kedatangan Achazia.
Ashana menunggu sekitar 15 menit sampai Achazia datang, dan seperti biasa dengan wajah angkuh dan setelan jas yang rapih. Ashana langsung berdiri untuk memberi salam. "Selamat pagi Pak." Ucap wanita itu.
"Silakan duduk." Ucap Achazia tanpa menatap wajah Ashana.
Ashana duduk berhadap-hadapan dengan Achazia. Wanita itu menunggu Achazia untuk memulai pembicaraan.
"Ini adalah tugas-tugas yang harus kau lakukan." Achazia memberikan map berwarna cokelat ke hadapan Ashana.
Ashana bingung. Tapi wanita itu tetap mengambil map lalu membaca isinya. Cukup lama sampai mata Ashana membulat besar. "A-apa ini?"
"Kurasa telingamu masih berfungsi dengan benar." Ucap Achazia.
Ashana berdecak. Ini bukan tugas sebagai asisten pribadi. Tapi lebih dari asisten pribadi. Ashana harus mengikuti Achazia kemanapun pria itu pergi. Bahkan harus tinggal serumah dengan pria itu.
Ashana menghela napas. Wanita itu mencoba untuk bersikap sopan. "Maaf, pak. Sepertinya aku tidak bisa menerima tempat itu."
"Aku tidak mengizinkanmu untuk menolak."
"Apa?!"
"Dari awal aku sudah bilang ini perintah."
"Dan aku tidak bisa menuruti perintahmu."
"Begitu ya," Achazia bangkit berdiri. Pria itu berjalan menghampiri Ashana yang terlihat gugup. Tangan kirinya di taruh di kursi bagian belakang yang Ashana duduki. Tangan kanannya yang bebas menaikkan dagu Ashana dengan jari telunjuk. "Kau tahu aku seperti apa Ashana Berryl Carissa." Ucap Achazia yang di akhiri dengan senyum miring.
Ashana memalingkan wajahnya ke arah lain. Wanita itu tidak punya pilihan. Atau Achazia akan menghancurkan semua yang ada di sekitarnya. Mulai dari karir, keluarga bahkan yang lain.
"Baiklah. Aku menerimanya." Ucap Ashana akhirnya. "Tapi bagaimana dengan pekerjaanku? Apakah aku harus melakukannya juga?"
"Tidak perlu. Semua kebutuhanmu akan aku penuhi. Begitu juga keluargamu." Ucap Achazia. Pria itu meninggalkan Ashana untuk berjalan melihat ke luar jendela. "Hari ini aku bebaskan dirimu. Hari ini akan menjadi hari persiapanmu. Kau bisa memulai pekerjaanmu besok."
Ashana mengangguk mengerti. Setelah pamit undur diri, wanita itu keluar dari ruangan Achazia untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Ashana!" Ashana menoleh. Wanita itu tersenyum saat mendapati Andini berjalan ke arahnya.
"Ada apa? Bagaimana?" Tanya Andini.
"Akan ku ceritakan nanti. Sekarang kita bekerja dulu." Ucap Ashana yang di angguki Andini.
*****
Ashana tersenyum saat tugasnya selesai. Wanita itu memasukkan barang-barangnya, bersiap untuk pulang. Andini sudah pulang lebih dulu. Nanti malam ia sudah berjanji akan menelepon Andini untuk menceritakan semuanya.
Seperti biasa, Ashana pulang naik taxi. Wanita itu tidak punya kendaraan pribadi. Di rumah, kendaraan pribadi hanya ada satu motor. Dan itu sering di pakai bapaknya untuk berjualan.
Sesampainya di rumah Ashana langsung mandi. Tadi Ibunya baru saja berteriak untuk makan. Setelah mandi, ia menghampiri Ibunya di ruang makan. Ternyata sudah ada bapak dan adiknya.
"Ayo Ash, makan dulu," Ajak Ibunya.
Ashana tersenyum. Wanita itu duduk berhadapan dengan adiknya. "Bagaimana sekolahmu?" Tanyanya pada sang adik.
"Lancar Kak." Jawab Andri, adik Ashana yang sedang sibuk menyendokkan nasi ke piring.
Ashana menghela napas. Bagaimana caranya memulai pembicaraan yang tadi di kantor? Bagaimana ia membuat alasan untuk tidak tinggal di sini lagi?
Ibu Ashana menyentuh telapak tangan Ashana yang membuat Ashana sedikit terkejut. Ibunya memberikan senyum hangat. "Kamu sedang memikirkan apa?" Tanya Ibu Ashana yang mengerti raut wajah Ashana.
Ashana menelan salivanya susah. "Jadi gini Bu.." Ashana memberhentikan ucapannya membuat semua orang menatap dirinya. "Kalian kenapa jadi memperhatikanku?" Tanya Ashana.
"Ada yang mau kau bicarakan?" Tanya Bapak Ashana.
Ashana mengangguk pelan. "Iya."
Andri tersenyum lebar. "Wah, apa itu Kak? Apakah hadiah motor untukku?" Tanya cowok itu dengan bahagia.
Ashana menatap adiknya kesal. "Kau ini. Selalu membicarakan motor. Dapat peringkat satu dulu sana, baru aku akan memberikanmu motor." Ucapnya.
Mendengar yang di ucapkan Ashana membuat Andri mengerucutkan bibirnya. Ketidakmungkinan yang mustahil. Paling tinggi mungkin ia hanya mendapatkan peringkat 10. Itu pun paling tinggi.
"Ada yang kamu khawatirkan nak?" Tanya Ibunya lagi dengan nada lembut.
Ashana meremas sendok yang ia genggam. Wanita itu bingung harus bilang darimana. Ingin menceritakan kejadian aslinya tapi takut tidak di izinkan. Ingin berbohong tapi ia tidak mau.
"Mm.. jadi aku sepertinya tidak akan tinggal disini lagi." Ucap Ashana yang langsung menundukkan kepalanya.
Kedua orang tuanya saling tatap. Begitu juga Andri. Mereka bingung kenapa tiba-tiba Ashana berbicara seperti itu.
"Memang kenapa? Ada masalah?" Tanya Bapak.
Ashana menggeleng. "Tidak, hanya saja, aku ingin lebih dekat dengan kantor. Agar tidak bolak-balik jauh. Dari kantorku ke rumah itu sangat jauh. Membutuhkan biaya mahal." Ucap wanita itu berbohong.
"OOOOHHH...." Bapak, Ibu dan Andri langsung berkomentar secara bersamaan. Membuat Ashana menatap bingung ketiganya. "Kalian tidak marah?" Tanya wanita itu.
Ibu terkekeh. "Untuk apa kami marah? Jika itu keputusanmu ya tidak papa." Ucap Ibunya lembut.
Ashana menghembuskan napas lega. Ia sudah takut kalau-kalau tidak di izinkan. Apakah Achazia akan marah besar?
"Benar katamu juga Ibumu. Ongkos sekarang mahal. Apalagi kamu memakai taxi. Sudah, lebih baik kamu menyewa tempat dekat perusahaan."
Ashana mengangguk sambil tersenyum.
"Kamu akan menyewa apartemen?" Tanya Ibu.
Ashana menatap Ibunya kemudian mengangguk. "Kemungkinan iya Bu."
"Ada uangnya?" Tanya Bapak yang di balas anggukan oleh Ashana.
"Sudah ah, ngobrolnya. Sekarang kita makan dulu." Ucap Ibu mengakhiri obrolan. Mereka semua kemudian makan setelah Ashana di izinkan untuk tidak tinggal lagi di rumah. Ya walaupun alasannya tidak mengucapkan yang sejujurnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments