Episode sebelumnya..
Gadis itu hanya bisa menangis, merintih kesakitan. Lalu tidak lama kemudian ia merasakan sesuatu menghantam kepalanya, Livia pingsan tidak mengingat apapun ya g terjadi setelahnya.
###
Happy Reading and Enjoy Guys.
Livia tersadar dalam keadaan yang tidak dapat di jelaskan dengan kata-kata, gadis itu merasakan sesuatu yang sangat perih di bagian bawah perutnya.
Tubuh gadis itu hanya di tutupi selembar kain, sisa sobekan bajunya. Perasaannya saat ini sangat tidak karuan. Untuk menangis saja rasanya air matanya sudah habis.
Livia tidak melihat ada seorangpun disana, yang artinya Radit meninggalkannya dalam kondisi mengenaskan seperti ini.
Livia langsung menelpon orang tuanya, menceritakan apa yang di alaminya barusan, gadis itu merasa sangat trauma untuk menatap dirinya di dalam cermin spion mobilnya saja, Livia merasa risih, jijik.
Bekas cakaran ada di beberapa bagian tubuhnya, namun bekas cakaran itu tidak ada artinya di banding rasa sakit yang ia rasakan saat ini.
Hampir tiga puluh menit menunggu, orang tua Livia akhirnya datang dan melihat Livia dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.
"Liviaaaaa." Terima mama Livia melihat anaknya meringkuk di dalam mobil.
Livia tidak menyahit sama sekali, melihat itu mama Livia langsung histeris untungnya Papa Livia bisa berfikir jernih untuk segera membawa anak gadisnya itu ke rumah sakit.
Saat tersadar, Livia langsung tersentak dan memperhatikan sekelilingnya, ia berharap di dalam hatinya bahwa kejadian di parkiran mobil yang di alaminya hanyalah sebuah mimpi dan saat ini dirinya sedang berada di dalam kamarnya. Namun, kenyataan tetap harus Livia Terima. Bagaikan di paksa untuk meminum pil pahit, mau tidak mau Livia tetap harus menelannya.
"Livia, kamu udah bangun nak, oh Tuhan anakku yang malang. " Histeris mama Livia melihat anak gadis nya itu sudah terbangun dari pingsannya.
Livia mengedarkan pandangannya dan mendapati ada papanya dan Deni yang berada di ruangan itu.
"Ini kita dimana?. " Tanya Livia agak linglung.
"Kita di rumah sakit sayang, jangan takut lagi yah ada mama sama papa disini. " Ujar Silvia, Mama Livia.
"Mama, Livia takut. " Livia memeluk mamanya sambil menangis tersedu-sedu.
"Gapapa sayang, ada mama disini. " Mama Livia balas memeluk anaknya.
Livia terus-terussan menangis hingga tenaganya habis dan gadis itu kembali tertidur pulas.
Disisi lain Deni yang melihat keadaan Livia seperti itu tidak dapat melakukan banyak hal, laki-laki itu dengan setia menunggui Livia di rumah sakit, sementara orang tua Livia pulang untuk mengambil pakaian ganti dan mengurus sesuatu.
Pada awalnya orang tua Livia ingin langsung melaporkan kejadian yang menimpa anaknya ke kantor polisi namun karena Livia merengek hingga menangis histeris jika orang tuanya akan melakukan itu, akhirnya mau tidak mau orang tua Livia mengikuti keinginan anaknya itu.
###
Livia terbangun menyadari dirinya masih berada di ruang perawatan rumah sakit dengan selang infus yang menancap di tangan kirinya.
Livia menggerakkan tangan kanannya yang terasa berat seperti ada sesuatu yang menindihnya.
"Ah, Livia? Kamu sudah bangun? Gimana ? Masih ada yang kerasa sakit?. " Deni yang menyadari Livia sudah bangun, terlihat sangat khawatir.
"Tangan aku kamu tidurin yah? Sakit tau!. " Livia tidak berubah masih saja bersikap angkuh.
"Maaf Livia, aku khawatir semalaman jadi aku gak sengaja ketiduran dan nindih tangan kamu. " Deni meminta maaf kepada gadis yang sangat di cintainya itu.
"Ngapain kamu masih disini?mana mama sama papa ku?. " Tanya Livia jutek, menepia tangan Deni yang mencoba menggenggam tangannya lagi.
"Mereka katanya lagi mau ngurus sesuatu belum kembali dari semalam, makanya mereka nitipin kamu ke aku, Livia. " Jelas Deni.
"Niitpin? Emang aku barang, udah sana pulang aja aku udah gak butuh kamu lagi, malas banget aku liat muka kamu. " Omel Livia entah merasa dirinya ingin marah saja pagi itu, melihat Deni masih berada di sisinya setelah apa yang di alaminya semalam. Livia merasa risih dengan dirinya sendiri tapi kenapa laki-laki itu masih bersikap baik padanya.
"Livia, aku cuman gak tega ninggalin kamu biarin aku disini sampai mama sama papa kamu datang yah. " Pinta Deni, merasa kasihan jika Livia harus ia tinggalkan sendirian.
"Oh jadi kamu masih disini karena kasian? Kamu pikir aku butuh rasa kasian dari kamu, hah? Kurang ajar yah kamu, kamu gak berhak kasihan sama aku!. " Bentak Livia tidak Terima Deni mengasihani dirinya.
"Maksud aku bukan begitu, Livia aku cuman.... "
Livia segera memotong ucapan Deni.
"Pergi sana, jangan datang lagi aku muak tau gak liat muka kamu, PERGIII. " Teriak Livia merasa prustasi membuat beberapa perawat yang memang ingin memastikan kondisi Livia pagi itu langsung menenangkan gadis tersebut.
Deni berjalan keluar dari ruang perawatan Livia, mencari udara segar karena dadanya terasa sesak melihat Livia jadi seperti itu.
"Mungkin dia memang butuh waktu sendiri. " Lirih Deni, mencari tempat duduk di dekat ruang perawatan Livia agar tetap bisa memantau gadis itu sambil menunggu orang tua Livia datang.
Deni tidak habis pikir sebenarnya, Livia masih bisa bersikap kasar seperti tadi kepadanya, setelah apa yang dialaminya semalam, namun Deni mengerti gadis itu pasti sangat terguncang.
"Kalau terjadi apa-apa sama Livia, aku siap bertanggung jawab. "
Hanya kalimat itu yang terus-terussan terngiang dalam benak Deni, ia merasa bersalah karena gara-gara dirinya semalam tidak dapat mengantar Livia berbelanja sehingga gadis itu harus mengalami peristiwa naas.
###
Disisi lain, Livia merenungi nasibnya sendiri di usianya yang baru menginjak 17 tahun, apakah ia akan hamil? Apakah dirinya akan menjadi ibu di umur yang masih sangat muda ini?.
"Arrrrghhhhhh." Livia mendengus kesal memikirkan nasibnya sendiri ia merasa prustasi dengan keadaannya.
Livia merasa sangat tidak siap untuk melalui hari-harinya. Livia malu, risih dan tidak Terima dengan kenyataan hidupnya.
"Radit BRENGSEK. " Umpat Livia.
Tidak lama kemudian orang tua Livia datang.
"Livia, ayo nak kamu sudah bisa pulang, pasti kamu ngerasa gak nyaman disini mama udah nyapin kamar kamu biar lebih nyaman. " Ujar mama Livia setelah menyelesaikan administrasinya di rumah sakit. Silvia dan Zul orang tua Livia segera menemui anaknya.
"Mama." Panggil Livia.
"Iya sayang, tenang aja mama sama papa gak ngelaporin kejadian semalam ke polisi kamu masih bisa pergi ke sekolah seperti biasa, mama dan papa cuman mau ketemu sama keluarga anak kurang ajar itu. " Oceh mama Livia sambil memeluk anaknya, Livia tanpa sadar mengeluarkan air matanya lagi.
Livia tidak terbiasa dengan keadaan dan perasaan sedih seperti itu. Hidupnya selalu senang, kebutuhannya selalu tercukupi dan Livia sangat jarang menangis.
Papa Livia berjalan ke tempat istri dan anaknya, ikut memeluk mereka.
Sementara Deni hanya bisa memandangi mereka dari pintu ruang perawatan tersebut.
"Ayo nak kita pulang. " Ujar Mama Livia, membantu anaknya untuk bersiap-siap, sementara Papa Livia meminta Deni untuk membantunya mempersiapkan mobil yang akan di gunakan untuk membawa Livia pulang.
Deni segera mengambil kunci mobil papa Livia dan bergegas menuju ke parkiran mobil, menuruti permintaan Zul, papa Livia.
Zul membantu memapah tubuh Livia untuk duduk di kursi roda yang telah ia siapkan. Livia akhirnya pulang dan memilih beristirahat di rumahnya saja dari pada di rumah sakit.
Livia tidak tahan dengan bau obat yang menusuk indera penciumannya.
Bersambung...
Klik like, vote, subscribe dan berikan komentar kalian yah.. Terima kasih. Love you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Udah di perkokos kek gini masih aja sombong,Ini jahat kan kalo aku bilang ini KARMA buat Livia..
2024-09-29
0
Qaisaa Nazarudin
Apa Livia gak punya sahabat ya..Biasanya cewek Cantik n tajir pasti punya geng lho..
2024-09-29
0
Aurora
Ceritanya bagus... 👍
Mampir juga ya kak..
2023-04-14
0