Wanita yang ditabrak Akhmar berdiri dengan menghapus jejak air mata di kedua pipi. Berusaha menyembunyikan apa yang sudah terjadi. "Tidak masalah. Saya juga salah karena tidak melihat ke depan." Memalingkan wajah ke sembarang arah, asalkan tidak bertemu pandangan dengan Akhmar.
Hening. Selain suasana yang memang sepi, keduanya pun tampak diam beberapa detik.
"Maaf, saya harus ke toilet." Akhmar melangkah ke depan, melewati wanita itu yang pastinya masih karyawan di sini. Mengingat kartu nama yang menggantung di leher.
Akhmar berjalan ke arah toilet. Melupakan kejadian tadi karena memang bukan ranahnya untuk tahu. Lelaki itu menyelesaikan hajat lebih dahulu, sesegera mungkin kembali ke tempat semula.
"Maaf, saya lama," tutur Akhmar meminta maaf pada sekretaris perempuan.
"Tidak masalah. Ayo, saya perlihatkan tempat bekerja Anda." Perempuan yang ditaksir Akhmar sekitar dua puluh tahunan lebih itu begitu ramah dan sopan.
"Baik." Akhmar mengikuti sosok perempuan itu dari belakang. Mereka berjalan ke koridor kiri dan masuk ke sebuah ruangan besar yang terdapat banyak pegawai. Sekitar sepuluh orang.
"Selamat pagi semuanya." Sekretaris itu bersuara saat berhenti. Berdiri di depan sepuluh pegawai yang sudah mulai menempati satu per-satu tempat duduk masing-masing. Akhmar berdiri di sampingnya. "Seperti yang sudah perusahaan umumkan kalau hari ini akan datang manajer baru untuk tim keuangan sebagai pengganti Pak Suseno. Perkenalkan, ini Pak Akhmar, manajer baru di sini." Tangan kanan sekretaris itu menunjuk Akhmar yang langsung mengangguk pelan. "Beliau akan memimpin tim keuangan mulai sekarang. Mohon kerja samanya."
Semua hening, mereka saling melempar pandangan satu sama lain. Lima pegawai perempuan menatap Akhmar dengan pandangan bersinar, sedangkan empat karyawan lelaki cukup diam. Hanya satu pegawai perempuan yang tampak menunduk, Akhmar memperhatikannya. Rupanya sosok perempuan yang ditabraknya tadi.
"Silakan perkenalkan diri Anda, Pak Akhmar," kata sekretaris perempuan itu.
"Baik, terima kasih." Akhmar menghela napas kasar. Harus tenang. "Perkenalkan saya Akhmar, manajer baru yang akan memimpin tim keuangan di sini. Mohon kerja samanya." Akhmar mengangguk pelan dengan senyuman kecil sebagai tanda pengenalan.
Semua bertepuk tangan pertanda menyambut kedatangan Akhmar.
"Mari, saya perlihatkan ruangan manajer." Sekretaris itu mengajak Akhmar ke sebuah ruangan yang tertutup. Di mana manajer lama sering melakukan pekerjaannya.
Singkat cerita, Akhmar sudah sampai di ruangan. Sekretaris itu pun pergi. Akhmar duduk di kursi, melepaskan jas hitam dan menggantungkannya di tempat yang sudah disediakan. Lelaki itu terdiam mempertimbangkan kontrak, tetapi dirinya sudah ada di sini. Pada akhirnya Akhmar menandatanganinya karena memang sudah tahu konsekuensinya di dunia kerja. Akhmar resmi pindah ke kantor pusat. Lelaki itu bertekad agar lebih giat lagi di sini.
***
Faiz kesal, Safia tidak bisa dihubungi sampai sekarang. Bahkan saat dirinya datang ke rumah sewa perempuan itu pun, nyatanya Safia sudah berangkat lebih dahulu. "Sial! Dia bisa saja melaporkanku ke atasan." Ketakutan Faiz hanya satu yaitu Safia membuka mulut dan membuat namanya tercoreng. "Perempuan itu memang menyebalkan!"
Faiz tak tenang selama bekerja, padahal banyak sekali pekerjaan yang perlu diselesaikan, termasuk tim marketing harus segera menyusun rencana untuk pemasaran produk baru yang diluncurkan.
"Kamu kenapa?" tanya Rara–teman satu tim Faiz–menghampiri Faiz ke meja kerja dengan duduk di meja. "Kamu lagi ada masalah sama pacarmu?"
Rara ini terkenal sebagai perempuan yang bisa diajak ke mana pun. Perempuan itu menarik dasi Faiz dan berbisik, "Kamu udah bosan belum sama dia?"
Rasa kesal Faiz bertambah-tambah, lelaki itu menghempaskan tangan Rara dan menjauh darinya. Melirik penampilan Rara yang memang terkenal sangat menawan. "Jangan ganggu!" Kata itu keluar tanpa memperdulikan perasaan Rara. Rasa kesal Faiz sedang berada di titik paling tinggi.
Rara tersenyum miring, turun dari meja. Kemudian, berdiri di samping kanan Faiz sambil mencondongkan badan ke dekat lelaki itu sambil berbisik, "Aku tebak kalau Safia itu wanita polos." Tersenyum miring sekali lagi.
Harum parfum Rara tercium tajam di hidung Faiz, begitu menggoda. "Kamu nggak perlu tau urusan orang lain. Apa itu sifat tersembunyi kamu?" Ekor mata kanan Faiz melirik sinis Rara. "Ah, aku lupa kalau kamu itu wanita manis dan menarik hati lelaki, tentunya harus banyak informasi tentang wanita lain biar tau cara bertanding."
Kali ini Rara sedikit tersinggung, tetapi masih saja menebar senyum manis. "Itu artinya tebakanku benar kalau kamu memang kesal sama Safia." Rara mengetuk-etuk jari kanan ke meja. "Padahal aku mau kasih cara paling ampuh biar bisa dapatkan apa yang kamu mau, tapi caramu memperlakukanku buat aku berpikir lagi."
Bola mata Faiz memutar, jengah. "Aku nggak butuh caramu untuk dapatkan sesuatu!" Lelaki itu berdiri. Berbicara dengan Rara semakin membuatnya kesal, otaknya pun kian buntu dan bisa saja berasap. Padahal yang di inginkan sekarang hanyalah Safia.
Faiz pergi meninggalkan Rara. Tepatnya ruangan tim marketing dan hendak turun ke lantai bawah, membeli secangkir kopi. Ingin rasanya mendatangi tim keuangan dan bertemu Safia, tetapi tidak alasan untuk itu. "Kepalaku pusing!" Tangan kanan Faiz mengepal kencang. Jangan sampai keadaan ini semakin membuatnya tidak karuan.
Lelaki itu berjalan ke arah lift, tim marketing memang ada di lantai tiga, di mana naik satu tingkat lagi untuk ke tim keuangan. Lift berjalan ke lantai bawah, membawa Faiz ke lantai paling sibuk dan ramai. Ia keluar dari lift, tak sengaja melihat Safia yang juga berjalan ke arah pintu keluar. "Safia!" Sontak Faiz berteriak, berharap perempuan itu menoleh.
Merasa namanya dipanggil dan tahu pemilik suara itu, Safia terus melangkah cepat keluar. Tidak ingin bertemu lagi Faiz apalagi harus berbicara dengannya.
Faiz lebih lincah, melihat Safia keluar dari pintu utama langsung berlarian. Lelaki itu berhasil menarik tangan kanan Safia dan berkata, "Tunggu dulu, Sayang!" Napas lelaki itu tersengal-sengal. Rasanya seperti sedang mengejar buronan. "Kita harus bicara."
Beberapa karyawan yang berlalu lalang memperhatikan mereka.
Safia menghempaskan tangan Faiz, menghela napas kasar. "Jangan sentuh aku!" Suaranya tegas.
Faiz bergerak melewati Safia, berdiri di depannya dan berkata, "Aku minta maaf soal yang kemarin, Sayang. Aku khilap." Lelaki itu menjelaskan dengan harapan Safia bisa memahami.
Safia diam dengan pandangan menunduk, tidak sudi mendengar penjelasan apa pun lagi. Bahkan jika bisa, ia akan keluar dari perusahaan ini demi menghindari pertemuan dengan Faiz.
Sekali lagi Faiz hendak meraih tangan kanan Safia, tetapi perempuan itu langsung menyembunyikannya ke belakang. "Ok, aku memang salah. Tapi, itu manusiawi. Aku minta maaf. Kamu mau memaafkan aku, kan, Sayang?" Faiz berusaha sebisa mungkin meluluhkan hati Safia agar perempuan itu bisa kembali padanya. "Kamu masih sayang aku, kan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Hearty 💕
Jangan tertipi sama Faiz
2023-02-11
2
abdan syakura
Safia, Jangan beri kesempatan tuk Faiz.lg krn awalny az dah 'buruk'.
Jadikan pembelajaran & ambil hikmahnya ...
Msh byk lelaki lain yg Lbh baik.
Semangat truss, Kak!!!
2023-02-11
1