Akhmar pamit bekerja menggunakan mobil hitam yang sudah menemaninya selama dua tahun. Belum pernah diganti karena merasa masih sangat layak pakai. Dibeli dari hasil jerih payah menabung.
Pagi ini, jalanan kota di sini sama seperti di kota lain. Namun, lebih padat. Akhmar harus banyak sabar agar tetap bisa berada di keadaan stabil. Sebab, dengan menaikkan ego ketika berada di aspal, tentu akan menurunkan mood bekerja. Terlebih ini hari pertamanya dipindah tugaskan.
Kemacetan menghalangi Akhmar pagi ini dengan kondisi jalanan yang pastinya sudah bisa dibayangkan. Beberapa pengendara merasa marah dan kesal, di antara mereka ada yang sampai berteriak karena tak sabar. Terkadang keadaan ini memang bisa memancing emosi siapa pun. Oleh sebab itu, Akhmar sendiri berusaha untuk terus berdzikir agar hatinya tetap tenang.
Kemacetan itu terjadi sekitar lima menit, semua mobil bisa berjalan kembali seperti semula. Sama seperti halnya dengan mobil Akhmar. Lelaki itu berkendara dengan selamat sampai ke kantor baru, di mana ia akan menjadi seorang manajer baru.
Setelah sampai di parkiran, Akhmar langsung keluar dan masuk ke area gedung yang lebih besar dan tinggi lebih dari kantor cabang. Beberapa karyawan perempuan memperhatikannya, mungkin asing. Namun, dari mereka seolah terpana. Sudah biasa, tetapi Akhmar tetap berjalan tanpa mempedulikan tatapan mereka.
Sesuai perintah, Akhmar harus menghadap direktur utama lebih dahulu sebelum diperkenalkan pada tim keuangan di kantor tersebut. Akhmar diberitahu untuk naik ke lantai delapan, di mana lantai paling tinggi dan tempatnya direktur utama berada.
Keadaan kantor begitu padat dan ramai. Bahkan di lift pun saling berdesakan, cukup risih untuk sesama lawan jenis. Namun, itu berlaku hanya untuk yang berusaha menjaga untuk tidak bersentuhan fisik seperti Akhmar.
Akhmar memilih untuk berada di belakang, pojok kanan. Mengingat tujuannya paling terakhir dan pastinya semua karyawan akan berangsuran berhamburan. Benar saja, dari lima belas karyawan yang memadati lift itu, satu per-satu dari mereka turun di lantai tujuan. Sisanya hanya Akhmar sendiri, lega sekali.
"Ternyata kantor pusat lebih padat dari yang aku bayangkan." Akhmar bernapas lega. Membenarkan dasinya yang terasa mencekik, mungkin karena rasa panas dari hawa manusia yang memadati lift tersebut.
Sampailah Akhmar di lantai atas. Lelaki itu keluar, bergegas ke koridor kanan sesuai arahan dari pesan direktur utama tersebut. Begitu berada di depan ruangan tujuan, ia langsung disambut oleh sekretaris manis. "Silakan, masuk. Pak Joni sudah menunggu Anda," katanya begitu ramah pada Akhmar.
Akhmar berusaha untuk tidak terlalu fokus pada kedua mata sekertaris itu. "Baik. Terima kasih."
"Sama-sama."
Akhmar pamit masuk, mendorong pintu yang terbuat dari kaca tersebut sambil berkata, "Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Suara lelaki paruh baya menyapa telinga Akhmar sambil berdiri. "Silakan masuk, Akhmar."
"Baik, Pak." Akhmar menutup pintu, bergerak ke depan meja direktur utama. "Selamat pagi, Pak. Perkenalkan saya Akhmar, manajer baru yang akan menggantikan Pak Suseno."
Pak Joni tersenyum ramah. Sesuai rekomendasi direktur kantor cabang, Akhmar memang sangat cocok untuk dijadikan pengganti manajer yang lama. "Selamat pagi. Silakan duduk dulu." Tangannya mengarah ke sopa, memberikan isyarat agar Akhmar duduk.
"Baik, Pak. Terima kasih." Akhmar langsung paham. Mengikuti Pak Joni ke sopa dan duduk.
Akhmar duduk di sopa panjang, sedangkan Pak Joni sendiri berada di sopa kecil.
"Seperti yang sudah atasan kamu katakan di sana, saya meminta dia merekomendasikan orang yang bisa bekerja profesional sekaligus disiplin dan menjadi pemimpin yang baik dalam tim. Dan, atasanmu memberikan saya nama kamu," tutur Pak Joni menjelaskan agar Akhmar bisa paham.
Akhmar sudah mengerti. "Tentang itu saya sudah tahu, Pak."
"Syukurlah." Pak Joni melipat kedua tangan di dada dengan kaki kanan bertopang di kaki kiri. "Sebelum mulai bekerja dan menandatangi kontrak, saya perlu menjelaskan sesuatu."
"Silakan, Pak."
"Di kantor ini memang tidak larang untuk sesama karyawan menjalin asmara, tapi dengan batasan dan tahu caranya membedakan waktu bekerja dan tidak. Saya juga tidak bisa melarang itu." Pak Joni selalu mengatakan itu pada setiap karyawan yang ada. Sebab, memang ada beberapa perusaahan yang melarang untuk itu. "Selanjutnya, saya ini orang yang sangat disiplin tentang aturan. Jadi, saya harap kamu bisa mendidik anak buah barumu nanti menjadi disiplin juga. Ini semua demi keberlangsungan perusahan juga kita semua karena bekerja itu memang selalu ada aturan dan target yang harus dicapai. Kamu paham?"
Akhmar memang mengetahui juga tentang aturan tersebut dari beberapa temannya di kantor cabang. Memang beda kantor, beda peraturan. Namun, di sana pun tidak ada larangan untuk karyawan menjalin asmara. Bahkan, sepasang suami istri saja bisa bekerja di tim yang sama. Itu hak pribadi.
"Saya terbiasa dengan keterbukaan, jadi saya harap kamu pun melakukan hal yang sama," lanjut Pak Joni.
Akhmar mengangguk yakin. "Insyaa Allah, saya mengerti, Pak." Sekali pun Akhmar tidak menjalin hubungan sebelum sah, ia akan tetap menghormati keputusan orang lain yang memang melakukan itu. Akhmar hanya berusaha untuk menjaga diri dan kehormatannya, semata-mata juga karena rasa hormatnya pada seorang wanita yang tidak seharusnya dianggap milik sendiri sebelum ijab Qabul terjadi.
"Baiklah, saya akan bawakan surat kontaknya." Pak Joni tidak suka mengulur waktu. Ia bergegas berdiri dan mengambil surat kontrak setelah calon karyawannya paham. Kembali lagi ke sopa dan memberikan surat kontrak. "Kamu bisa langsung tandatangani surat kontrak ini kalau memang setuju. Saya beri waktu sampai nanti siang."
Akhmar mengambil alih surat tersebut.
"Sekretaris saya yang akan memberitahu tempat kerjamu yang baru. Silakan." Pak Joni mempersilakan Akhmar keluar yang ternyata di depan pintu sudah ada sekertaris perempuan.
"Baik, Pak. Terima kasih." Akhmar berdiri, bersalaman lebih dahulu, barulah berbalik badan dan siap mengikuti wanita muda yang memakai rok span di atas lutut itu.
Akhmar keluar ruangan, mereka menggunakan lift khusus dan turun ke lantai empat. Selama di perjalanan, tidak ada percakapan di antara keduanya.
Sesampainya di lantai empat, Akhmar meminta izin untuk ke toilet. Sekertaris memberitahu jalannya dan lelaki itu segera pergi. Rasa ingin buang air kecil tidak bisa tertahan, Akhmar terus berbelok ke koridor kanan. Di mana lorong ini lumayan sepi.
Akhmar terus berjalan tanpa melihat ke sekitar, ia hanya mengeluarkan ponsel. Ada pesan masuk dari rekan kerjanya di kantor cabang, menanyakan tentang keadaan kantor pusat.
"Padahal aku baru saja sampai sini. Dia selalu saja seperti ini." Akhmar hendak membalas pesan. Namun, tubuhnya tidak sengaja menabrak seseorang yang langsung jatuh ke lantai. Akhmar terkejut, berhenti dan melihat ke depan. Melihat dua bola mata yang sembab itu dengan nyata, orang itu baru saja menangis. Benar, matanya tidak salah melihat. "Maaf, saya tidak sengaja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments