Sesampainya di Rumah Sakit, Senja tampak berlari sekuat yang Ia bisa. Keringat bercucuran membasahi wajahnya yang begitu gelisah. Ia begitu tergesa-gesa sampai tak sadar ada seseorang dihadapannya.Tabrakan pun tak terhindarkan.
Bruk!!
Suara gedebuk terdengar keras, beberapa orang yang kebetulan lewat menoleh.
Senja terhuyung setelah tubuhnya menabrak seseorang pria.
Sedetik kemudian Senja sudah ambruk ke lantai yang kotor, sikunya membentur lantai sampai mengeluarkan darah segar. Bagitu juga pria berkacamata yang ditabraknya, ikut ambruk disebelahnya.
"Awh!" Rintih Senja.
Senja meringis kesakitan sembari memegang lengannya yang terasa sakit, saat Ia mendongak, pria yang ditabraknya tampak kebingungan mencari sesuatu di lantai. Pria dengan tubuh kurus, bermata sipit dan berkulit putih itu terlihat sedang meraba-raba lantai yang kotor. Senja yang sadar ada kacamata di dekatnya langsung mengambilnya.
"Ini, kaca matamu, maaf ya aku tadi gak sengaja" Ucap Senja penuh sesal, tangannya langsung menyodorkan sebuah kacamata tebal kepada pria itu.
Pria itu meraba tangan Senja, kemudian mengambilnya. Senja mengulurkan tangannya membantu Pria asing itu berdiri.
Setelah memakai dan membenarkan posisi kecamatanya, Pria dengan yang lebih mirip orang Korea itu menatap gadis dihadapannya dengan ekspresi takjub.
"Maaf, aku rabun jauh," Ucap pria itu sembari menggosok-gosok kacamatanya dari debu yang menempel.
"Sini aku bantu," Senja menawarkan diri, sebelum Pria itu menjawab Senja sudah meraihnya terlebih dahulu.
Beberapa saat Pria itu terdiam, menatap Senja lebih jelas yang sekarang sedang menggosok kacamatanya.
Senja segera menggosok kaca mata itu dengan bajunya terburu-buru, sepuluh detik kemudian Ia sudah menyelesaikannya.
"Ini kacamatanya sudah bersih" Senja segera menyodorkan kacamata ditangannya, Pria sipit itu segera mengambilnya dengan ragu-ragu.
"Maaf merepotkan" Sahut pria itu dengan suaranya yang lembut.
"Aku yang salah, aku tadi yang menabrakmu. Kata Ibuku kita harus bertanggung jawab kalau kita salah, sebagai pertanggung jawabannya aku membersihkan itu untukmu. Aku tadi sedang berlari dengan tergesa-gesa, tanpa melihat ada orang lain didepan ku sehingga menabrakmu. Sekali lagi maafkan aku" Tutur Senja sembari menunduk, lalu mulai merapikan rambutnya yang berantakan. Sedangkan pria itu dengan fokus mendengarkan penjelasan Senja.
Bukannya menjawab, pria itu hanya termenung menatap Senja.
Senja yang tak punya waktu langsung pamit pergi, meninggalkan pria asing itu.
Saat Ia berdiri, Ia terhuyung hampir jatuh karena masih pusing, untung Pria itu segera menangkap pinggangnya tepat waktu.
"Hati-hati... " Ucap pria itu membantu Senja berdiri.
Senja hanya menangguk malu, pipinya memerah, adegan itu mengingatkannya pada adegan romantis di serial drama Korea.
"Aku buru-buru. Permisi.." Ucap Senja menutupi wajahnya karena malu.
"Oh, eh iya. Sampai jumpa," Jawab pria itu sedikit malu saat sadar Ia habis melamun.
Senja dengan sopan menunduk, lalu pergi meninggalkan pria dihadapannya yang seakan tak rela Senja pergi begitu s
Saat Senja mulai meninggalkan dirinya yang terpaku, Pria itu sekilas melihat siku Senja yang berdarah. Ia ingin mencegah, tapi Senja keburu lari kencang dan menghilang di lorong Rumah Sakit.
"Kenapa aku tidak tanya namanya tadi" Gumam pria itu menyesal, meninju udara dengan lembut. Lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dari raut wajahnya Ia tampak sangat menyesal tidak menanyakan nama dan nomor telepon gadis baik yang menabraknya.
Pria itu mengulum senyum kearah lorong, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
.
.
.
Senja entah sudah berdiri berapa jam didepan ruang operasi, hatinya begitu gusar, tas yang akan dibawanya ke Kampus pun masih melekat sempurna di bahunya. Hatinya terus memanjatkan do'a agar operasi Ibunya dimudahkan dan dilancarkan.
Hatinya benar-benar tak karuan, pikirannya terbang kemana-mana menunggu Dokter keluar dan memberitahukan kepadanya bahwa operasinya lancar dan Ibunya selamat.
Entah sudah berapa puluh kali Ia mondar-
mandir saking cemasnya menunggu operasi selesai, Ia benar-benar tak sabar mendengar suara dokter yang mengabarkan hal baik kepadanya. Selama ini tak pernah menunggu sesuatu yang membuatnya secemas ini.
Senja mulai kelelahan setelah empat jam mondar mandir didepan ruang operasi, kakinya mulai keram. Ia kemudian duduk di kursi tak jauh dari ruang operasi, memijit kakinya yang terasa keram.
Tubuhnya bersandar di kursi, punggungnya terasa lelah sekali, kantuk pun mulai menyerangnya.
Saat mulai terlelap karena kecapean, sebuah tangan tiba-tiba menepuk pundaknya. Dengan pandangan kabur, Senja mengucek-ngucek matanya. Mencoba mengenali seseorang yang tengah duduk disampingnya.
Belum sepenuhnya sadar, orang itu sudah memegang tangannya.
"Astaga Senja, tanganmu kenapa ini?" Senja yang masih setengah sadar tak menghiraukannya.
"Aow, perih!" Teriak Senja mengernyit kesakitan.
"Tahan sebentar, lukamu akan sembuh," Ucap seorang pria yang tengah mengobati lengannya yang lecet dengan cairan antiseptik.
"Kak Rey," Lirih Senja keheranan menatap Kak Rey yang tengah membalut lukanya dengan hati-hati.
"Tanganmu kenapa bisa lecet begini sih?," Tanya Rey yang tampak kawatir.
"Aku,.. aku_
Belum selesai menjawab, Rey menyela " Kamu tuh kalau luka segera diobati, jangan dibiarin. Bisa nfeksi nanti,"
Senja yang tak tau harus menjawab apa, lebih memilih diam dan menangguk. Dalam hati Ia bertanya-tanya,
"Ada apa dengan kak Rey, apa dia sakit?. Tumben bener dia ramah, baik dan perhatian"
Setahu Senja, Kak Rey adalah ketua BEM yang galak dan cuek. Banyak yang menyayangkan sikapnya yang ngeselin, padahal mukanya setampan Idol Korea.
"Kak Rey ada urusan apa ke Rumah Sakit!?," Senja menarik kembali tangannya yang sudah diperban.
"Tadi ada anak kampus yang ngabarin kalau Ibu kamu sedang dioperasi, soalnya aku udah nyari kamu kemana-mana tapi gak ketemu. Selain itu juga, sebagai ketua BEM, sudah semestinya saya datang untuk menjenguk,"
"Oh... "
"Gimana operasinya, lancar?,"
"Aku juga gak tahu kak, aku harapannya sih begitu, soalnya operasinya belum selesai. Kakiku sampai pegel banget nunggu disana" Jawab Senja sambil melirik ke ruang operasi yang diikuti oleh gerakan mata Rey.
Rey hanya menganggukkan kepala dengan gaya masakulinnya, tetap cool dan berwibawa.
"Mau aku pijitin?" Tawar Rey.
"Oh gak usah kak, nanti juga sembuh sendiri capeknya" Sahut Senja langsung menolak.
"Oh, ya sudah" Jawab Rey mulai cuek.
"Bye the way, makasih loh kak sudah mau datang. Soalnya kan Kakak sibuk banget, susah bagi waktunya."
Baru saja Rey membuka mulutnya, Dokter berpakaian serba hijau keluar dari ruangan operasi mengalihkan pandangan mereka.
Senja langsung berlari menghampiri dokter yang baru keluar dari ruangan operasi dengan penuh tanda tanya besar, Rey mengikuti dibelakangnya.
"Bagaimana Dok operasinya?," Tanya Senja buru-buru.
"Alhamdulillah semua berjalan lancar, Mbak tak perlu kawatir. Pasen akan segera sembuh, sekarang Pasien masih dalam keadaan koma. Beberapa jam kedepan akan siuman dengan sendirinya,"
"Terimakasih Do,"
Dokter itu mengangguk, "Kalau begitu saya permisi dulu, masih ada urusan lain."
"Baik Dok, sekali lagi saya ucapan terimakasih."
Dokter itu mengangguk lalu pergi, sedangkan Rey masih terdiam mendengarkan dengan seksama perbincangan Senja dengan Dokter.
Dari pintu ruang operasi yang transparan, Senja dapat melihat ibunya yang terbaring dengan alat dan kabel yang menempel ditubuhnya. Rey dengan tingkah tak terduga dan melawan hukum, ikut mengintip dibelakang Senja yang kini mulai menangis.
Tanpa di duga, Senja membalik badan dan langsung memeluk Rey.
Rey tampak syok, tapi tak bisa berbuat apa-apa ketika pundaknya mulai terasa basah.
Setelah beberapa menit, Senja baru sadar akan aksinya yang terbilang nekat. Untung Kak Rey tidak memarahinya.
"Maaf kak Rey, aku terbawa suasana. Aku terlalu bahagia mendengar kabar baik tentang kondisi Ibu,"
Rey dengan lagak sok penting dan cool hanya mengangguk, padahal hatinya terasa mau meledak saking senangnya.
"Aku mau mengatakan sesuatu yang sifatnya sangat penting dan pribadi sama kamu, apakah kamu berkenan?," Kata Rey kemudian.
Baru saja Senja mau menjawab, Rey sudah menarik tangannya.
"Kita mau kemana?." Tanyanya bingung sembari mengusap sisa air mata di pipi nya.
"Ke tempat yang sepi, sifatnya sangat penting hanya antara aku dan kamu"
Senja terus bertanya-tanya dalam hati, Kira-kira hal apa dan sepenting apa
? yang akan dibicarakan oleh Kak Rey kepadanya.
Rey mulai melepaskan genggamannya ketika mereka sampai di balkon Rumah Sakit yang tak jauh dari ruang operasi. Mungkinkah Kak Rey diutus Rektor untuk menegurnya secara langsung? mungkinkah ada hal lain? Ia sendiri sadar sudah beberapa hari tidak masuk kuliah.
Sebelumnya Kak Rey tak pernah selembut ini, apalagi sampai sengaja datang ke Rumah Sakit untuk sekedar menemuinya. Biasanya Senja yang akan mencari-cari Kak Rey untuk konsultasi tentang beasiswa, bahkan tak jarang Kak Rey menolak bertemu karena jadwalnya padat.
Kak Rey juga hanya menemuinya jika ada sesuatu hal yang mendesak saja, dengan catatan hanya menyangkut beasiswa. Karena Kak Rey memang mentor yang di tunjuk, selain itu tak ada hal lain yang pernah mereka bahas kecuali mengenai beasiswa kampus yang Senja ambil.
mungkinkah beasiswanya akan dicabut?
Pikiran Senja mulai tidak jelas, bayangan buruk terus menghantuinya sepanjang lorong.
Pikirannya mulai terbang kemana-mana, memikirkan apa yang akan disampaikan oleh Kak Rey beberapa menit lagi.
Setelah Kak Rey memilih tempat duduk yang cocok, Ka Rey akhirnya mempersilahkan Senja duduk.
Kak Rey menatap Senja dengan tatapan yang tidak bisa Senja artikan sebagai apa? tapi cukup untuk membuatnya salting.
"Senja, Sebenarnya aku_
Belum sempat Rey melanjutkan, dari arah belakang seorang wanita dengan pakaian serba seksi mendatangi mereka.
Rey dan Senja menoleh secara bersamaan, Senja mengenali orang itu.
Merry dengan langkah setengah berlari, menghampiri mereka berdua. Ekspresi Rey tampak begitu kesal sekali, padahal Ia sudah memilih tempat yang sepi.
"Oh rupanya kamu disini?" Ucap Merry dengan nada bicara dibuat-buat.
Rey menatap geram dan jijik pada Merry.
"Maaf Senja, aku agak telat datangnya. Semoga Ibumu segera siuman, aku sudah membayar semuanya untukmu."
Mendengar kata membayar Rey tampak syok dan melotot, apa maksudnya? Ia tak mengerti.
"Apakah kamu membawa surat kontaknya?."
"Kontrak?" Bisik Rey dalam hati, Ia semakin tak mengerti apa maksudnya.
Senja mengangguk pasrah, pikirannya mulai gelisah. Ia benar-benar belum tau apa yang tertuang dalam surat perjanjian yang sudah ditandatangani olehnya.
Melihat Rey yang tampak syok, Merry memperkenalkan diri dengan angkuh dan sok.
"Oh ya, kenalin namaku Merry. Saudara tiri Senja."
Bukannya menyambut jabatan tangan Merry, Rey tambah melotot, begitu syok mendengar kata saudara tiri.
Melihat reaksi Rey yang hanya terdiam mematung, Merry kembali menarik tangannya kemudian menatap Senja yang mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Apakah kamu sudah membacanya?".
Senja menggeleng, lalu mulai membuka map kuning itu dengan perlahan. Tangannya mulai gemeteran.
Perlahan membukanya,
Baru saja membaca perjanjian di angka pertama, tubuhnya seakan mati rasa. Akal sehatnya seakan hilang saat itu juga. Tubuhnya seketika lemas, lalu menggigil hebat. Tulang-tulangnya terasa remuk seperti terlindas truk besar. Cairan bening mulai mengalir dari kedua sudut matanya menetes mengenai lembaran kertas bermaterai, Ia seakan tak percaya dengan apa yang dibacanya barusan.
Rey yang melihat ekspresi Senja langsung merebutnya, membaca dengan teliti. Sama halnya dengan Senja, kekagetan muncul dari wajah Rey. Badan Rey seketika lemas, otot-otot tubuhnya seakan putus meninggalkan rasa sakit luar biasa. Tulisan dengan tinta hitam itu benar-benar menghilangkan semua harapannya, matanya mulai berkaca-kaca.
Setelah puas melihat ekspresi Rey yang menyedihkan, Merry segera merebut paksa dari ditangan Rey yang tampak bergetar.
"Sekarang kamu sudah tau apa yang harus kamu lakukan. Kamu punya waktu seminggu sebelum pernikahan itu dilaksanakan, aku harap semuanya sudah jelas sekarang. Aku benar-benar berterimakasih dengan kamu Senja, berkat pengorbanan kamu aku tidak jadi nikah dengan Duda."
Setelah mengucapkan kata-kata paling menyakitkan bagi Senja dan juga Rey, Merry mulai melangkah meninggalkan mereka berdua yang masih terdiam satu sama lain.
Rey mengepal kedua tangannya yang berotot, kalau mengingat Merry bukan perempuan sudah pasti Ia Menonjoknya dari tadi.
Rey melirik Senja yang sudah menangis tersedu-sedu, perasaannya begitu kecewa. Ia sendiri tak bisa berbuat apa-apa, kemana saja dia selama ini? sampai Senja harus mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nyawa ibunya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Raudatul zahra
nggak suka aku sama orang² yang memanfaatkan kesusahan oranglain demi dirinya sendiri kayak Merry 😤😤
2023-09-30
0
վմղíα | HV💕
semoga Rey menolong senja
2023-03-16
1
🥀⃞Weny🅠🅛
jahat bener sih Merry
2023-03-05
1