Ruang Rindu

Ruang Rindu

Terancam Bangkrut

"LEPASKAN!" Teriak seorang pria marah, suaranya yang berat terdengar menakutkan kala itu.

Pria itu terus mengayunkan kakinya ke depan, melepaskan diri dari wanita yang sejak tadi merangkul kakinya dengan erat.

"Tidak Mas, kamu tidak boleh pergi!" Balas wanita itu terus menguatkan cengkeraman tangannya.

"Aku bilang LEPASKAN!" Pria itu langsung menendang wanita itu dengan keras.

"BUK!"

Wanita itu terpental dan jatuh tersungkur di hadapan pria yang memasang muka bingung antara tega dan tak tega.

"Aku mohon Mas, jangan tinggalkan aku... kasian Senja," lirih wanita paruh baya itu memelas sambil merangkak ke arah pria itu, terus memohon dan tak mau menyerah begitu saja.

Detik berikutnya wanita itu sudah bersimpuh di hadapan suaminya yang terlihat sangat kejam.

Suaminya itu tak menggubris dan malah melangkah pergi, sehingga wanita itu kembali menahan kakinya dan bergelayut.

Tangisnya yang menderu serta suara yang timbul akibat pertengkaran mereka mampu memecah keheningan malam, membangunkan seorang anak perempuan yang kini sudah mengintip di balik pintu, menyaksikan ayah dan ibunya yang bertengkar hebat.

"LEPASKAN!" teriak pria bertubuh tinggi itu sekali lagi, membuat anak perempuan di balik pintu mulai menangis.

"Aku mohon Mas." Ucap wanita itu terus memohon di antara tangisnya, serta perasaannya yang hancur berkeping-keping.

Tak ada angin tak ada hujan, suaminya yang selama ini dikenalnya sangat baik dan romantis tiba-tiba menceraikannya tanpa adanya alasan yang diketahuinya. Ia sangat mencintai suaminya itu, sehingga tak rela jika ditinggalkan begitu saja.

Wanita itu merengek seperti anak kecil yang ditinggalkan ayahnya dalam waktu yang lama.

Pria itu masih saja menutup mulutnya tanpa memberikan sebuah alasan kenapa Ia meninggalkan istrinya itu, sembari mengayunkan kakinya yang tak bisa kemana-mana karena dipegang erat oleh wanitanya.

Melihat Ibunya yang menahan Ayahnya mati-matian, anak perempuan yang tengah menangis itu keluar dari kamarnya dan segera memeluknya erat, lalu menatap tajam ke arah ayahnya yang langsung melengos.

"Senja harus kuat ya." Ucap wanita itu memeluk anaknya.

Tangis wanita paruh baya itu semakin terdengar pilu, perlahan melepaskan cengkraman tangannya ganti memeluk anak semata wayangnya.

Tiba-tiba seorang perempuan cantik masuk tanpa permisi, lalu menghampiri pria yang kini berdiri mematung menatap anaknya yaitu Senja.

"Lama sekali sih," gerutunya kesal menatap Senja dan Ibunya yang juga menatapnya tajam.

Ibu dan seorang anaknya yang bernama Senja semakin erat dalam pelukan, diiringi air mata yang terus mengalir diantara mereka.

Perempuan dengan gaun merah darah itu mendekati ayah Senja, lalu menggandeng tangannya dengan mesra, membuat Senja mendelik.

"Maaf ya, aku harus ambil Ayahmu." Ucap wanita itu berjongkok melirik kearah Senja yang tengah di peluk Ibunya dengan ekspresi ketakutan.

"Siapa kamu?" tanya Ibu Senja penuh emosi.

Perempuan cantik di samping suaminya itu menghela napas panjang, lalu segera menatap Ibu Senja dengan intens.

"Aku adalah istri siri suamimu, dan kami juga punya anak seusia anakmu dan tanpa sepengetahuan kamu kita menikah di bulan yang sama. Mungkin hanya berjarak satu minggu setelahmu, aku juga hamil di bulan yang sama denganmu" Jawab wanita itu santai sembari menengok kearah keluar, nampak anak perempuan yang ketakutan di balik mobil.

"PLAK!!"

Tamparan mendarat sempurna di pipi ayah Senja, tapi pria itu hanya diam tanpa perlawanan.

"Dasar laki-laki bajingan!" Umpat Ibu Senja yang dikenal lembut dan tak pernah berkata kasar sebelumnya.

"Cukup!" Titah perempuan bergaun merah, memberi isyarat agar Ibu Senja tidak menyakiti pria di sampingnya itu.

Ayah Senja hanya diam tatkala tangannya digandeng perempuan itu yang membawanya masuk ke dalam mobil, membuat Senja seketika berteriak.

"AYAH!!"

"Jangan tinggalin Senja Yah!" Pintanya merengek.

Tapi jeritan Senja seperti tak ada gunanya, ayahnya mantap memasuki mobil dan hanya meliriknya sekilas sebelum mobil itu benar-benar pergi.

Saat mobil berjalan, Senja segera lari mengejar, Ia tak rela ayahnya pergi, tapi Ibunya segera mencegah dan menahannya.

Senja memberontak meminta di lepaskan, tapi Ibunya dengan kuat menahannya sampai mobil itu hilang di perempatan jalan. Menyisakan tangis Senja yang mengema, membuat dada wanita itu semakin terasa sakit.

Senja ambruk ketika Ibunya mulai melepaskan tangannya, tubuhnya lemas dan menyisakan isakan tangis yang dalam dan menyakitkan bagi anak seusianya. Tak mudah kehilangan seseorang ayah yang begitu di cintainya.

.

.

.

...6 TAHUN KEMUDIAN...

Mobil BMW keluaran terbaru tampak melenggang di jalanan ibu kota, menarik perhatian beberapa orang yang kebetulan melihatnya.

"Hey lihat, itu mobil keluaran terbaru yang harganya 5 M kan?," Seru seorang pria kepada temannya di sebuah Halte bus.

"Iya benar, aku baru melihat iklannya kemarin" Sahut temannya menatap kagum mobil BMW yang melintas didepannya.

"Aku rasa itu orang yang super kaya deh, baru rilis minggu lalu saja langsung bisa dibeli"

Temannya memulas senyum lalu mengangguk setuju "Aku rasa begitu"

Sedangkan gadis cantik yang berada di kursi kemudi terus uring-uringan sembari menatap jam Rolex ditangannya, menunjukkan pukul 16.00 Wib.

"Macet lagi, macet lagi! sekali aja bebas macet bisa gak sih?." Gerutunya.

Ia berteriak-teriak tidak jelas dalam mobil, berharap macetnya hilang dengan ajaib. Suaranya menggema sampai terdengar keluar mobil, beberapa pengendara melirik kearahnya.

Tiba-tiba notifikkasi panggilan handphonenya berdering, dengan malas Ia menatap kearah layar handphonnya yang menyala.

Tertera sebuah nama yang muncul pada layar handhpone My Love. Saat mengetahui yang menelpon adalah pacarnya, Ia langsung memencet tombol merah.

Rupanya Ia sedang cekcok dengan pacar bulenya, Ia kesal karena pacarnya itu lupa membelikan oleh-oleh untuknya.

Gadis dengan pakaian seksi itu terus saja uring-uringan sepanjang jalan, tanpa menghiraukan beberapa orang menunjuk-nunjuk kearah mobilnya dan Ia sama sekali tak memperdulikan mereka.

Ia sangat marah karena sudah tiga kali terkena macet yang lumayan panjang dan membuang waktunya, apalagi tubuhnya sangat lelah hari ini.

"Nyebelin banget sih," Gerutunya sembari melirik jijik kepada beberapa pengamen yang mulai menghampiri mobilnya.

Pengamen itu perlahan mendekatinya, Ia bergidik ketika melihat pakaian mereka sangat kotor.

Anak remaja yang memimpin langsung mencondongkan kepalanya dekat jendela, menyapa dengan ramah.

"Permisi kakak cantik, bolehkah kami_"

Belum sempat menawarkan, gadis itu langsung memberikan uang seratus ribu, membuat anak belasan tahun itu seketika terdiam dan tidak melanjutkan penawaran.

Gadis itu segera memasukannya ke kantong bekas permen yang menggantung di ujung gitar milik pengamen itu.

Anak yang bisa dikatakan sudah remaja dibandingkan dengan teman-temannya itu segera menunduk, "Terimakasih" Ucapnya dengan suara lemah.

Yang lain tampak heboh saking senangnya dapat uang 100 ribu, tapi berbeda dengan remaja tanggung yang berada tepat dihadapannya, Ia menatap marah kearahnya. Seperti tak menginginkan uang dengan cara itu, mungkin jika tidak ada anak kecil yang sedari tadi mengekor di belakangnya, Ia yakin remaja itu akan menolaknya mentah-mentah.

Anak itu segera menoleh kearah teman-temannya dibelalang, mengisyaratkan untuk segera pergi.

Anak-anak kecil yang berumur sekitar lima sampai sepuluh tahun yang lebih terkesan sebagai adik-adiknya itu langsung nurut dan pergi.

Dengan angkuh Gadis itu menggerakkan tangannya, menyuruh mereka segera pergi menjauh.

Seperti halnya datang, Pengamen itu pergi diikuti anak-anak kecil dibelakangnya yang bernyanyi ria menuju mobil di belakangnya.

Setelah pengamen itu pergi, Ia mengecek ponselnya kembali. Ada pesan masuk dari pacarnya.

"I' am sorry My Baby Girl, i love you so much" Ditambah emot hati yang bergerak-gerak sendiri.

Pesan singkat dari pacarnya itu membuatnya tersenyum manja, moodnya seketika berubah. Wajahnya tak cemberut lagi, pipinya juga mulai merona.

Lima belas menit berlalu, akhirnya mobilnya bisa berjalan kembali. Ia segera menginjak pedal gas dengan perasaan lega.

Sepuluh menit kemudian, mobilnya mulai memasuki kompleks perumahan elit. Aura mahal dan mewah mampu membuat para Penghuni kompleks berdecak kagum, tak sedikit juga para Ibu-ibu yang mencibir dan mulai berbisik-bisik sambil menatap kearah kemudi.

Mobil dengan harga tidak masuk akal itu menghentikan lajunya, tepat di sebuah rumah yang bernuansa Eropa dengan warna dominan gold yang sangat menawan.

Dilihat dari arsitekturnya yang tidak biasa, bisa ditebak rumah itu memiliki harga puluhan bahkan ratusan miliar.

Laki-laki paruh baya dengan kaos oblongnya, langsung berlarian kearah mobil yang baru saja berhenti sekitar lima menit yang lalu. Pria itu segera membukakan pintu mobil, gadis cantik dengan rambut sebahu keluar dengan menenteng tas hijau tosca ditangannya.

"Lama banget sih pak, aku udah capek nih." Kata gadis itu kesal, membuat bibirnya seketika berubah manyun.

"Maaf neng, Pak udin tadi lagi bersihin kolam renang jadi gak liat ada mobil dateng."

Tanpa menghiraukan alasan Pak Udin, Gadis itu berlalu begitu saja. Sedangkan Pak Udin masih tertunduk di tempatnya.

Saat Pak Udin membuka pintu mobil, gadis itu menghentikan langkahnya segera.

"Jangan lupa masukinnya hati-hati, lecet dikit Pak Udin saya pecat!"

Walau moodnya sedang hancur dan tubuhnya terasa lelah, perasaan bahagia tak bisa Ia sembunyikan dari raut wajahnya yang mulai bersinar kembali setelah mengingat sesuatu yang dilakukannya seharian ini.

Ia baru saja membeli tas yang dipakainya itu dengan susah payah, akhirnya tas itu kini sudah ada ditangannya. Ia berjam-jam menunggu antrian cukup lama hanya untuk sekedar memesannya, yang menurutnya sangat menyebalkan! Kalau saja teman kampusnya Siska tidak memamerkan tas Hermes Limited Edition Ia tak akan mau mengantri selama itu.

Memang terkesan melelahkan, tapi di sisi lain ada kebahagian yang tengah mengalir dalam dirinya. Seperti kebiasaan glamornya, belanja barang branded dapat meningkatkan hormon kebahagiaannya.

Dari binar matanya yang terpancar, serta senyumnya yang mulai mengembang, Gadis itu terlihat sangat puas. Akhirnya Ia tidak kalah saing dengan si Siska yang menjadi saingannya di Kampus.

Gadis berambut pirang itu benar-benar tak sabar untuk menenteng dan menunjukkan tas barunya esok hari, betapa Ia akan dipuji-puji bak Putri Kerajaan di Kampusnya. Tentu itu hal yang sangat menyenangkan baginya, apalagi melihat Siska yang kepanasan sungguh nikmat tiada tara baginya.

Ia tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Siska nanti, saat tahu Ia memiiki tas yang sama dengannya. Tas yang Siska bangga-banggakan, karena dibuat dengan edisi terbatas/Limited Edition. Yang diklaim oleh Siska hanya dia satu-satunya Mahasiswi yang mampu dan sanggup memilikinya, karena tidak sembarang orang di undang oleh brand ternama dunia itu.

Memang tidak bisa Merry bantah, bahwa hanya segelintir orang pilihan dengan undangan khusus yang bisa memiliki tas keluaran terbaru itu.

Beruntung, kemarin undangan sampai di tangannya. karena Ia langganan belanja tas disana, berkesempatan untuk memiliki Tas terbaru yang dibuat dengan edisi terbatas itu. Dengan syarat diambil oleh pemilik undangan secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Kalau saja bisa diwakilkan, Ia tak perlu repot-repot mengantri berjam-jam lamanya, hal yang sangat Ia benci.

Ia tak bisa menutupi rona merah di pipi, saking bahagianya jika membayangkan Siska yang akan kebakaran jenggot esok hari.

Tunggu saja besok!

Tas yang baru saja dibelinya

itu bukanlah tas yang biasa di jual di pasar-pasar dengan harga ratusan ribu, melainkan tas yang harus di pesan kusus dan memiliki harga yang sangat fantastis serta cukup untuk membeli satu unit rumah di kawasan Jakarta.

Jujur saja, Ia banyak menguras isi ATM-nya demi sebuah tas Limited Edition keluaran Hermes itu. Tentu masih hangat-hangatnya di kalangan atas dan menjadi idaman semua konglomerat dan para Sosialita, membelinya tak cukup hanya memiliki uang yang melimpah melainkan sebuah keberuntungan.

Jika bukan karena Siska, Ia tak akan mau membeli tas semahal itu. Bukan karena harganya yang terlalu fantastis, tapi Ia benar-benar tak menyukai modelnya yang cocoknya dipakai para Ibu-ibu sosialita. Jika saja bukan karena gengsi dengan Siska, Ia tak mau membelinya. Apalagi kalau sampai Papinya tahu berapa harga tas itu?, bisa-bisa Ia tak akan dikasih uang jajan selama satu minggu bahkan lebih.

Rencananya, setelah membuat heboh seisi kampus dengan tasnya. Ia akan memberikan kepada Maminya, karena Ia sangat ilfil dengan modelnya yang terlalu rame dan heboh.

Papinya sendiri akan lebih suka jika uangnya habis dibelikan properti seperti rumah atau mobil daripada dibelikan barang branded yang menurutnya tidak menguntungkan, sebenarnya sepenuhnya Ia setuju dengan Papinya, tapi Ia lebih mengutamakan Famousnya di Kampus sebagai anak CEO kaya raya yang sanggup membeli apa saja yang diinginkannya.

Semenjak turun dari mobil, tangannya masih sibuk memainkan ponsel sambil berjalan pelan. Sepertinya Ia sedang chat-an dengan pacarnya, karena sesekali Ia tersenyum melihat layar ponselnya.

Bill perawatan wajahnya minggu lalu dibuang begitu saja, Bik Inem yang sedang membersihkan halaman langsung memungutnya untuk dibuang. Saat melihat angka yang tertera, mbok Inem serasa mau pingsan. Jumlahnya sama saja dengan gajinya satu tahun full tanpa absen, Bik Inem hanya geleng-geleng dan segera memasukkan ke tong sampah didekatnya.

gadis yang bernama lengkap Merry Astasy itu merupakan cewek perfecsionis, selalu terobsesi untuk selalu tampil sempurna dihadapan semua orang, bahkan Ia tak ragu menghabiskan ratusan juta untuk perawatan wajah, rambut, kuku, dan kulitnya. Ia juga rela membatasi porsi makannya demi menjaga tubuhnya tetap ramping dan sexy.

Cincin berlian 30 karat yang langka dan sangat mahal tampak menghiasi jari manisnya, kilauan cahaya yang terpantul dari sinar matahari sore benar-benar membuatnya bak ratu kerajaan Inggris. Cincin yang tersemat di jarinya mengisyaratkan Ia sudah mempunyai ikatan yang serius dengan seseorang.

Langkah kakinya yang jenjang mengayun tergesa-gesa, angin dengan mesra membelai belahan roknya yang memperlihatkan paha mulusnya yang indah, mencumbu rambutnya yang tampak seperti di film-film Bollywood. Menambah berkali-kali lipat kecantikan yang terpancar darinya.

Merry benar-benar lelah setelah beraktivitas seharian penuh, tak sabar untuk membenamkan tubuhnya di kasurnya yang empuk dan hangat.

Ia mempercepat langkahnya dari sebelumnya, saat memasuki area rumah tak ada kejanggalan yang Ia dapat, tapi ketika melewati ruang keluarga Merry tampak terkejut campur keheranan saat mengetahui kedua orang tuanya berada disana.

Setelah saling melirik satu sama lain, akhirnya Merry membuka percakapan.

"Papi sama Mami bukannya ada urusan di luar kota hari ini?" Merry membalik badannya dengan segera. Memperlihatkan kedua orang tuanya yang tengah asyik minum teh berdua sambil nonton televisi.

"Ada urusan penting yang harus kami selesaikan Merry" Jawab Papi menggantung.

Ayahnya seperti sengaja menunggu kedatangannya, apalagi saat keduanya menatap Merry dengan tatapan yang serius, seakan-akan Merry adalah buronan yang baru saja ditemukan.

"Papi sama Mami kenapa sih liatin aku kayak gitu?" Merry terlihat risih ketika menyadari gelagat dan ekspresi aneh dari kedua orang tuanya yang saling melempar pandang kearahnya, "Jangan bilang urusan penting itu menyangkut Merry, kan Merry sudah bilang gak mau terlibat apapun dengan urusan kantor." Sahut Merry yang langsung bergegas.

ketika baru saja menaiki tangga pualam, Pria dengan rambut botak itu segera memanggilnya.

"Merry, dengarkan penjelasan papi dulu. Biar Papi jelasin seserius apa permasalahannya" Ujar Papi dengan ekspresi lebih serius.

Pria paruh baya itu kemudian meletakkan korannya di meja dengan tangan yang sedikit gemetar, hatinya diselimuti ketakutan yang mendalam.

Dengan perasaan yang kesal, Merry kembali menarik kaki kanannya yang sudah terlanjur menaiki undakan tangga.

Perlahan mendekati sang Papi dengan langkah terpaksa, lalu duduk diantara kedua orang tuanya yang tak sehangat biasanya. Ia merasakan aura panas yang merambat ditubuhnya, memprediksi hal buruk yang akan Ia ketahui.

Dengan ekspresi cemberut dengan sedikit memanyunkan bibirnya, matanya melirik Bik Inem yang sedang membersihkan sebuah Gucci mewah di ujung ruangan .

"Bik, tolong bawain tas aku dong ke kamar. Letakkan di barisan Hermes, jangan sampai salah kayak kemarin" Suruhnya.

Bik Inem segera menghampiri Merry yang cemberut, mengambil tas dari tangannya dengan kehati-hatian, kemudian bergegas pergi.

Ketika Bik Inem baru saja melangkah, Merry kembali mengingatkan dengan nada ketusnya.

"Awas, jangan sampai jatuh! harganya mahal bik, aku baru membelinya tadi" Cicit Merry, membuat bik Inem semakin tertekan dan tangannya mulai gemetaran.

"Si..si-ap non," Jawab bik Inem tergagap, yang langsung menenteng tas dengan perasaan takut. Ia hanya berharap tas itu tak merosot jatuh dari tangannya yang sudah tua. Jika sampai jatuh, sudah pasti Ia langsung dipecat di tempat. Lebih parahnya disuruh menggantinya, walau kerja jadi pembantu sudah lima tahun gajinya masih tak cukup untuk mengganti sebuah tas.

Bik Inem mempercepat langkahnya setelah melirik sebentar ekspresi Tuannya yang menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya.

Setelah memastikan bik Inem membawa tasnya dengan benar, Merry kembali menatap wajah teduh Papinya yang tengah meneguk teh dihadapannya.

"Emang Papi mau bicara apa sih, kok perasaan aku jadi gak enak gini, jangan bilang soal waktu itu?" Tanya Merry penuh selidik, seakan mengerti apa yang akan dibicarakan oleh Papinya.

Dengan manja Merry menyandarkan kepalanya ke lengan sang Papi, sembari membuka notifikasi ponselnya yang berdering.

Pria yang mempunyai paras setengah bule itu menarik nafas dalam-dalam, lalu menghempaskannya dengan kasar.

"Jadi gini, Papi dan Mami sudah sepakat untuk menjodohkan kamu sama anak dari om Hendra pemilik perusahaan X Label untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan milik kita, tujuannya supaya bisa selamat dari kebangkrutan. Mengingat perusahaan om Hendra itu cukup besar dan sangat berpengaruh untuk kemajuan perusahaan kita yang terancam lengser."

Merry berjingkat saat mendengar kata bangkrut, Ia langsung menutup ponselnya dengan kasar. Matanya melotot lalu melepas sandarannya. Dahinya kini membentuk kerutan yang dalam.

"Bangkrut?" Merry mengulang perkataan ayahnya.

Ayahnya hanya mengangguk lemas, "Ya, Perusahaan kita terancam bangkrut karena selama ini banyak yang melakukan korupsi. Itu sebabnya Papi dan Mami di Rumah, banyak rentenir yang mencari kalau kami ke Kantor."

Jantung Merry seakan berhenti berdetak mendengar penjelasan Papinya yang cukup membuatnya hancur.

"Selama ini, banyak sekali pembayaran pajak atau tagihan kantor yang tidak dibayarkan. Sehingga menumpuk menjadi hutang, walau pelakunya tertangkap uang itu tak bisa kembali." Imbuh Pak Retno dengan ekspresi penuh penyesalan.

Merry mulai menitikkan air matanya, kesombongan dan keangkuhan berubah menjadi ekspresi penuh iba. Kekayaan yang Ia bangga-banggakan kepada teman-temannya akan musnah begitu saja, sudah pasti Siska akan sangat bahagia kalau dirinya jatuh miskin.

"Ja-jadi, ini alasannya Papi selalu bilang tentang perjodohan itu?." Tanya Merry dengan suara tersendat-sendat dan segera memeluk Ibunya.

"Aku gak mau di jodohin Mi, aku kan sudah tunangan sama Alex." Lirih Merry yang kini sudah menangis sembari memperlihatkan cincin yang melingkar di jemarinya.

Papinya menghela nafas cukup panjang sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraan.

"Iya, Papi tau. Papi juga sebenarnya tidak setuju dengan syarat kerja sama itu, tapi itak ada pilihan lain?. Ini adalah jalan satu-satunya yang bisa kita tempuh, perusahaan kita memiliki banyak hutang dengan jumlah bunga yang tidak sedikit dengan perusahaan om Hendra. Tunanganmu yang katanya kaya itu, gak akan sanggup membayarnya."

Mendengar penjelasan menyakitkan dari Papinya, Merry semakin sesenggukan.

"Aku gak mau nikah sama duda Pi, aku mau nikahnya sama Alex. Aku juga baru semester empat, kalau aku nikah sekarang bagaimana dengan kuliahku nanti?".

Pak Retno berfikir sejenak menghadapi sikap keras kepala anaknya yang sangat manja, sementara sangat Mami hanya geleng-geleng kepala.

"Tenang saja Mery, anak Mami yang paling cantik dan pintar. Kamu tetap bisa kuliah bersama teman-temanmu seperti biasanya, bahkan kamu bisa beli apapun yang kamu mau. Bukannya kamu suka mengoleksi tas branded?". Sahut sang Mami, yang membuat Merry semakin tersudut. Lalu melempar pandang kearah kedua orang tuanya yang sedang serius.

"Mami sama aja kayak Papi!," pekiknya tak terima.

"Ini tentang kebaikan kita semua Merry!," Pak Retno mulai tersulut emosi, "kalau bukan karena perusahaan papa sedang bermasalah. Papi pun gak akan rela kamu nikah sama duda anak satu, tapi Mami dan Papi gak ada pilihan lain Merry!" Suaranya begitu lantang, membuat Merry sedikit ketakutan dan merangkul ibunya. tangan ibunya juga bergetar menandakan masalah yang dihadapi keluarganya cukup serius.

"Tetap saja aku gak mau!," bantah Merry, "lebih baik gak usah beli tas branded daripada harus nikah sama duda anak satu!". Timpal Merry yang tetap keras kepala.

Baru saja ia mau pamer tentang tas barunya kepada Siska and the geng, sudah ada masalah aja. Bagaimana tanggapan teman-temannya kalau mereka tau ia akan menikah dengan duda?, hancur sudah reputasinya sebagai idola kampus.

"Kalau kamu mau jatuh miskin dan dijauhi teman-temanmu gak masalah," Ujar Pak Retno mulai mengalah, nada bicaranya mulai santai, "pilihan ada ditanganmu sayang?. Kalau Papi sih sudah terbiasa hidup sederhana, tapi kalau kamu bagaimana?". Pak Retno kembali mengambil korannya dan mulai membacanya, seakan tak terjadi apa-apa.

Deg.

Ucapan Papinya benar-benar membuat Merry seketika merasakan sesak menusuk paru-parunya, mulutnya seakan terkunci. Ia benar-benar tak bisa mengelak, membayangkan hidupnya jadi gelandangan dan teman-temannya akan mengejeknya sesuka hati, Siska akan dengan mudah menertawakan nasibnya. Benar-benar membuatnya kesulitan bernafas.

"Papi tega banget sih ngasih pilihan itu, aku gak mau miskin Pi...dan aku gak mau dijodohin. pasti ada jalan lain pi". Cairan bening mulai membasahi pipi Merry, sekarang ia tak bisa mengelak kecuali dikasihani. Suaranya kini meredup disertai tangannya yang menggigil.

"Apa Merry, coba jelaskan dan utarakan jalan keluarnya". Sahut Pak Retno menantang.

Merry telah kehilangan harapan dan terpaksa harus menuruti perjodohan itu, sebelum akhirnya ia ingat saudara tirinya, Ia tak sengaja bertemu dengan Senja di Rumah Sakit kemarin. Binar matanya mulai cerah, seakan ia mendapat harapan baru.

"Gimana kalau Senja saja yang dijodohkan?, dia kan anaknya papi juga. Senja itu juga cantik dan baik, pasti om Hendra menyukai Senja. Bukannya om Hendra pengen nikahin anaknya supaya kembali tersenyum dan ceria seperti dulu kan?."

Mendengar kata Senja, wajah Pak Retno seketika berubah.

"Dimana kamu ketemu senja?," Tanya Pak Retno begitu antusias, disambut ekspresi tak suka dari istrinya.

"Di Rumah Sakit deket kompleks Pi kemarin kebetulan pas anterin temen periksa dan gak sengaja ketemu Senja disana?."

"Bagaimana keadaan Senja?."

"Dia baik-baik saja dan sehat, hanya saja ibunya sedang sakit dan perlu penanganan serius."

Pria yang sedang menunduk ke lantai mengangguk lesu seakan ada kesalahan besar yang pernah ia lakukan, ribuan panah seakan menghujaninya meninggalkan perih yang teramat sangat.

Pak Retno jadi Flashback saat ia sengaja meninggalkan istri sahnya demi selingkuhannya yang sekarang menjadi istrinya itu. Rindu dan perasaan tak tega menyergap ulu hatinya, semenjak perpisahan itu ia tak pernah bertemu dengan Senja atau mantan Istrinya yang ia tinggalkan begitu saja.

Senja adalah anak kandungnya yang sangat baik dan mandiri, Tak seperti Merry yang manja dan suka menghamburkan uang. Lama tak bertemu membuat perasaan rindu itu muncul kembali, ia benar-benar rindu dengan Senja dan mantan Istrinya.

Pak Retno masih terdiam, ia tak tau apa yang akan ia jawab. Mulutnya seakan terkunci.

" Mami setuju pi, sepertinya itu pilihan yang tepat," Imbuh Mami dengan terpaksa agar meyakinkan Suaminya yang ragu.

"Nah pas banget sama Kak Senja yang sabar dan lemah lembut. Aku rasa Kak Senja gak akan keberatan jika disuruh nikah."

Pak Retno berfikir sejenak, Sejujurnya Ia sangat berat memutuskan. Tapi Ia tak mungkin melawan dua orang sekaligus, dengan berat hati Ia setuju. Yang Ia pikirkan saat ini bagaimana cara bisa bertemu Senja dan minta maaf, kesalahannya cukup besar dan tak termaafkan. Jika saja kekayaannya saat ini bukan milik istri dan mertuanya Ia akan dengan senang hati memberikan kepada Senja tanpa syarat, tapi pernikahan itu tak bisa dibatalkan.

"Em..... oke, papa setuju aja asal Papi ketemu Senja dulu, memastikan Ia mau tanpa adanya paksaan dari kamu."

"Aku janji nanti malam aku akan bawa Papi bertemu dengan Senja, tapi aku gak janji kalau Senja mau menemui papi."

.

.

.

Sementara itu,

Di sebuah taman rumah sakit, Seorang gadis tampaknya sedang duduk dengan tatapan kosong. Air matanya mengalir begitu cepat membasahi pipinya.

Terpopuler

Comments

Raudatul zahra

Raudatul zahra

haii thoorr.. salam kenal..

baru nemu niih novel author.. aku lanjut baca dulu yaa.. kayaknya seru niih.. openid nya bagus,, bikin pengen lanjut bab selalu

2023-09-30

0

վմղíα | HV💕

վմղíα | HV💕

saya nyimak thor salam kenal dari yunia mampir juga kecerita ku semoga kita bisa saling mendukung
kedepan nya👃👃

2023-03-16

1

lafratabassum

lafratabassum

wah wah.. bagus bangett.. bacanya puas..

2023-03-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!