..."Sebelumnya, ada sesuatu yang harus kamu ketahui..." ...
..."Aku sudah memiliki satu orang anak." ...
.
.
.
Jane berjalan masuk ke dalam restoran dan langsung menghampiri meja bernomor sepuluh, meja yang sudah dipesankan oleh papanya. Sepertinya ia datang lebih awal dibanding laki-laki yang akan ditemuinya itu, karena meja yang ada di hadapannya itu masih terlihat kosong. Jane menarik napas pelan dan mendudukkan dirinya di sana. Seorang pelayan berjalan menghampiri Jane tidak lama setelah ia duduk. Setelah mengatakan kalau dirinya sedang menunggu seseorang, pelayan itu mengangguk mengerti dan pergi. Jane melihat sekitar sebentar, lalu ia merogoh tas tangannya dan mengeluarkan ponselnya. Saat dirinya sedang menyibukkan diri dengan ponsel di tangannya, tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil.
"Jane Chandra?"
Suara seorang laki-laki menginterupsinya. Jane mendongak dan melihat seorang pemuda bertubuh jangkung sedang berdiri di sebelah mejanya.
"Perkenalkan, namaku Felix Setiawan," ujar laki-laki itu dengan ekspresi wajah yang datar sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Ah, iya," Jane berdiri dan langsung menyambut tangan laki-laki tersebut. "Salam kenal, Felix."
Sekarang Jane dapat melihat dengan jelas tampang laki-laki di hadapannya ini. Dia mengenakan kaos putih polos berkancing yang dipadu dengan blazer berwarna cokelat muda, dengan celana panjang bahan berwarna senada dengan kaosnya membalut kaki jenjangnya. Sepasang sepatu hitam mengkilap terpasang di kakinya.
Gagah dan tampan, itulah kesan pertama yang Jane dapatkan darinya. Sama seperti pemuda-pemuda lainnya yang sudah ia temui sebelumnya. Hanya saja pemuda yang muncul kali ini terlihat lebih muda dan bertubuh sangat tinggi. Jane saja harus mendongak untuk melihat wajahnya. Berapakah tingginya? Pasti dibatas seratus delapan puluh sentimeter. Oh, dan tidak lupa suaranya yang sangat halus.
Laki-laki bernama Felix ini langsung memanggil pelayan begitu mereka duduk. Setelah memesan, Felix mulai bertanya.
"Berapa umurmu?"
"Dua puluh lima tahun," jawab Jane singkat, agak canggung.
"Umur kita tidak terlalu jauh, aku dua puluh enam tahun," jawab Felix masih dengan ekspresi datar di wajahnya.
Jane mengangguk pelan. Agak ragu untuk menanyakan haruskah ia memanggil Felix dengan sebutan 'kakak'. Tapi sepertinya panggilan itu sedikit memalukan mengingat mereka yang baru saja saling mengenal.
"Terserah kamu mau memanggil aku apa. Tidak perlu terlalu formal karena perbedaan umur kita juga hanya satu tahun," ujar Felix seakan dapat membaca pikiran Jane. Jane tersenyum kikuk menanggapinya. Ia merasa bingung, bukan karena Felix yang seperti dapat membaca pikirannya, tapi tidakkah laki-laki ini terlalu dingin?
Percakapan mereka berhenti di situ. Ditambah saat makanan mereka datang, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Jane tidak suka dengan keadaan seperti ini. Ia sedang berkencan, tidak bisakah laki-laki di hadapannya ini berbasa-basi? Seperti sekedar menanyakan pekerjaan, hobi, motto hidup atau mungkin tipe ideal. Tapi tampaknya itu tidaklah penting. Ayolah, mereka juga sama-sama tahu pertemuan ini bertujuan satu, yaitu pernikahan.
"Uhm... Felix," akhirnya Jane memberanikan diri membuka suara. Mata pemuda itu beralih dari piringnya kini menatap Jane.
"Sebelumnya, ada sesuatu yang harus kamu ketahui," kata Jane sambil meletakkan sendok dan garpunya. Felix tetap bungkam, dia memilih untuk menunggu Jane meneruskan kalimatnya sambil memainkan sendok yang ada di tangannya.
"Aku sudah memiliki satu orang anak."
Gerakan tangan Felix berhenti dan dia menatap Jane tak berkedip.
Yup, Jane sudah memperkirakan ini. Sudah pasti laki-laki di hadapannya ini tidak mau menerima dirinya. Jane tersenyum miris. Ia mengangkat kembali sendok dan garpunya lalu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya ketika Felix akhirnya bersuara.
"Berapa umurnya?" Tanya Felix.
"Hm?" Jane menatap Felix dengan mata agak melebar. Ia tidak menyangka Felix akan menanyakan umur anaknya. Biasa para pemuda yang ditemuinya akan bertanya apakah dirinya sudah pernah menikah sebelumnya. Jane pun menjawab dengan agak tergagap. "O-oh, tiga bulan. Ya, u-umurnya baru tiga bulan."
"Masih kecil ya rupanya."
Jane tersenyum tipis menanggapinya.
"Baiklah kalau begitu."
Jane kembali menatap Felix dengan kening berkerut. "Baiklah? Apanya?"
Felix meletakkan sendok dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Baiklah, aku akan menikah denganmu."
Jane hampir saja tersedak. Ternyata benar perkataan orangtua bahwa kita tidak boleh makan sambil berbicara. Jane nyaris saja menyemburkan potongan steak yang sedang dikunyahnya ke wajah Felix.
Apakah ia tidak salah dengar? Apa katanya tadi? Dia mau menikah dengan Jane?
Di saat semua laki-laki menolaknya mentah-mentah setelah mengetahui ia sudah memiliki satu anak, ya walaupun hanya anak adopsi dan Jane menyembunyikan fakta itu dari mereka, tapi Felix malah mau menikah dengannya? Jane terbatuk pelan dan langsung meminum air putih yang ada di hadapannya.
"Jadi, kapan kita akan bertemu lagi? Bagaimana kalau besok kita makan di tempat lain, dan aku akan kerumah mu di akhir pekan? Aku ingin melihat anakmu," kata Felix santai sambil kembali memotong steak di piring dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Apa kata mu barusan?" Otak Jane tampaknya masih belum dapat mencerna semua perkataan Felix dengan baik.
"Aku bilang bagaimana kalau besok kita jalan lagi? Dan aku juga ingin melihat anakmu, jadi gimana kalau aku ke rumah mu di akhir pekan? Sekalian bertemu dengan orangtuamu juga. Baru setelah itu kita bicarakan tanggal pernikahannya," jawab Felix masih terdengar santai.
Jane tidak bisa berkata-kata. Ia akhirnya hanya bisa berdeham pelan mengangguk kikuk. Otaknya masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Laki-laki ini setuju menikah dengannya? Dirinya benar-benar akan menikah?
Jane menatap steak yang masih ada separuh di piringnya. Selera makannya sudah hilang entah kemana. Ia akhinya hanya menusuk-nusuk steak di piringnya dan terus-terusan melirik Felix yang tetap terlihat tenang dan biasa saja.
...***...
"Mama!"
Jane langsung menghambur memeluk wanita paruh baya yang baru saja berjalan masuk ke dalam ruang keluarga. Dia adalah Emma William Chandra, Mama Jane.
"Putriku, Jane," Mama balas memeluk Jane.
"Aku kangen sekali sama Mama," Jane berujar manja.
"Mama juga, Sayang."
"Mama kenapa baru kembali sekarang? Andaikan Mama kembali sebelum Papa memutuskan perjodohan dan pernikahanku," keluh Jane begitu melepas pelukannya.
"Ada banyak hal yang harus di urus di kantor cabang di Jepang, Sayang." Mama mengelus rambut cokelat putri semata wayangnya itu. "Sayang, Mama memang seringkali berhasil membuat papamu itu berubah pikiran. Tapi kali ini Mama sependapat dengan Papa. Mana ada seorang ibu yang mau putrinya melajang seumur hidup. Lagipula, Mama yakin laki-laki yang dipilihkan oleh papamu pasti yang terbaik dan pantas untukmu. Kamu juga sudah menyetujui untuk menikah dengannya, kan?"
Jane terdiam. Ya, memang benar ia akhirnya menerima pernikahan ini. Tapi tentu saja karena keadaan yang membuatnya tidak mungkin menolak lagi. Ia tidak ingin bayi yang sudah diadopsinya itu dikembalikan lagi ke panti asuhan.
"Ngomong-ngomong, Mama sudah tidak sabar ingin bertemu dengan cucu Mama," ujar Mama lalu merangkul Jane menuju kamar sang bayi yang ada di lantai atas.
...----------------...
...- Felix -...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Julia
keluarga yang bahagia. Dan jane beruntung karena akhirnya bertemu dengan cowok yang menerima apa adanya sehingga syarat dari papanya bisa terpenuhi.
2023-03-28
2
Mei
Lanjut
2023-03-16
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Mak k⃟ K⃠Adam🥀⃞
mampir ya thor, mampir juga ya di aku
2023-03-16
2