Setelah semalaman melakukan perjalanan panjang, Zoya dan Elzard sampai di sebuah rumah yang sebelumnya sudah Elzard beli. Lengkap dengan sertifikat tanah dan urusan lainnya. Rumahnya juga sudah full furnished. Jadi mereka tinggal menempati saja.
Elzard menatap Zoya yang masih mematung di depan rumah ini. "Ayok masuk, ini rumah saya dan sebentar lagi akan menjadi milik kamu juga."
"K-kenapa bisa? Bukannya–"
"Itu kenapa meskipun terlahir kaya jangan pernah mengandalkan orang tua, saya mempunyai bisnis cafe di sini hasil jerih payah saya sendiri, jadi kamu tidak perlu khawatir akan kelaparan jika hidup bersama saya."
Zoya semakin mengerjapkan matanya, pria seperti apa yang sedang dia hadapi sekarang? Penuh kejutan tak terduga yang dia lakukan. Pertama dia melamarnya padahal baru mengenal, kedua dia meninggalkan rumah dan semua asset yang diberikan orang tuanya dan sekarang dia seorang pengusaha muda di Bali. Tidak habis pikir.
"Kamu yakin, El?" Tanya Zoya memastikan.
"Yakin untuk apa?" Tanya Elzard.
"Yakin untuk memulai semuanya sama saya? Kamu belum mengenal saya, bagaimana kalau saya ini ternyata menyetujui pernikahan kita hanya karena ingin memanfaatkan kamu?" Tanya Zoya.
Elzard mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hmm memanfaatkan ya? Ya tidak apa-apa, manusia memang harus bermanfaat untuk orang lain, kan? No problem."
Zoya membulatkan matanya, semakin aneh saja manusia yang ada di hadapannya ini. Tidak, bisa-bisa dia malah akan terpesona dengan Elzard, bagaimana ini?
"Sudah, jangan mencari-cari alasan. Besok kita menikah dan memulai semuanya dari awal." Elzard menarik koper milik Zoya dan menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. Terlihat jelas senyuman indah dari bibirnya, membuat Zoya membantin.
"Kok bisa ya secepat itu dia melupakan semua masalah yang terjadi?" Ucap Zoya dalam benaknya.
Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam rumah bergaya minimalis itu, tidak besar memang. Memiliki 2 lantai dengan 3 kamar. Ya cukup lah sebenarnya kalau mereka membangun keluarga kecil. Tapi serius nih mereka akan menikah?
"Maaf saya belum bisa membelikan kamu rumah sebesar mansion Papi, tapi saya akan berusaha," ucap Elzard.
Zoya terdiam, dia tidak tau harus menjawab apa. Karena menurut Zoya ini masih terlalu asing. Dia tidak masalah tinggal di mana saja, bahkan jika rumah kontrakan sekali pun dan ini jauh lebih dari kata cukup untuknya.
"Kita serius nikah nih?" Tanya Zoya memastikan.
"Serius, tapi hanya di KUA saja. Tidak apa-apa? Atau kamu ingin membuat perayaan? Bisa sebenarnya tapi saya hanya memiliki beberapa teman saja di sini."
Zoya menggeleng, bukan itu maksudnya. "Aku punya trauma."
Akhirnya Zoya berani untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirannya. Setelah apa yang dia lalui kemarin, tidak mungkin tidak membekas, semuanya masih terlalu nyaru di perasaan Zoya.
Elzard menghela napas seraya memegang kedua bahu Zoya. "Tatap mata saya."
Mendengar instruksi itu Zoya memberanikan dirinya untuk menatap Elzard. "Kenapa?"
"Ayah kamu boleh berkhianat pada ibu kamu, mantan kamu boleh berkhianat pada kamu, tapi saya Elzard, jangan samakan saya dengan mereka. Saya tidak pernah seserius ini dengan wanita, jadi jika saya sudah memilih kamu, saya hanya mau kamu saja."
"Tapi kenapa?"
"Kalau di dunia ini harus ada kata kenapa dan tapi, semuanya tidak akan berjalan sempurna karena stuck di situ-situ saja. Yang kamu perlu tau saya benar-benar menginginkan kamu untuk menjadi istri saya."
Zoya menghela napas, ini masih terlalu sulit dicerna. Melihat itu pun Elzard paham dengan apa yang gadis itu pikirkan. Dia mengerti kalau semua ini perlu dicerna oleh dirinya.
"Sudah jangan dipikirkan. Kamu pilih salah satu kamar di atas, nanti jika kita sudah menikah kamu tidur bersama saya di kamar bawah. Bersihkan diri, lalu istirahat. Nanti setelah kamu bangun kita pergi jalan-jalan dan mencari makan." Elzard mengusap puncak kepala Zoya dengan lembut, setelahnya dia tersenyum dan membiarkan Zoya pergi ke kamarnya.
Ya setidaknya tinggal di sini jauh lebih baik walaupun tidak semewah di mansion miliknya.
.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, apa ini gila? Zoya hampir tidur seharian dan Elzard juga tidak berani membangunkannya. Tapi memang kepala Zoya terasa berat sekali. Sampai-sampai dia berhalusinasi kalau di rumah ini banyak orang.
Namun langkahnya melambat saat melihat beberapa orang yang memang ada di rumahnya. "El ... "
Mendengar panggilan itu Elzard berbalik dan tersenyum, rupanya gadis itu sudah bangun dari tidurnya. Perlahan Elzard menghampiri Zoya. "Nyenyak sekali ya?"
Zoya mengangguk seraya mengucek-ngucek matanya yang masih terasa berat. "Maaf."
"Tidak apa-apa saya paham, mari saya kenalkan kepada teman-teman saya."
Zoya mengangguk dan mengikuti Elzard berjalan ke ruang tamu. Ada beberapa orang di sana, mereka nampak senang melihat calon istri sahabatnya ini.
"Ini calon istri gua, Zoya."
"Hai, Zoy!" Sapa mereka seraya mengembangkan senyumnya. Sementara Zoya hanya tersenyum dan mengikuti Elzard duduk di sofa.
"Gila makin cantik aja, Zoy!" Gumam Adit.
Zoya menyerngitkan keningnya. "Kita pernah ketemu kah?"
"Hah? Oh engga itu maksudnya lu cantik banget," ralat Adit.
"Emang asal dia kalau ngomong, belum aja dihajar Elzard kalau godain calon istrinya," celetuk Gema seraya meneguk minumannya.
"Ya intinya kita ikut bahagia liat Elzard bisa nikah juga akhirnya. Salam kenal gua Gara, ini Gema dan ini Adit. Kita temenan sama Elzard udah dari SMA," ucap Gara.
"Iya salam kenal." Zoya tersenyum. Dia canggung juga sebenarnya tapi dia berusaha menyesuaikan diri.
"Jadi nanti kalau kamu butuh apa-apa dan tidak ada saya, bisa sama mereka juga. Mereka baik," ucap Elzard.
Zoya mengangguk walaupun sebenarnya juga tidak tau akan meminta bantuan apa, tapi ya dia menurut saja. Karena dia juga masih menyesuaikan diri dengan semuanya, terutama dengan Elzard.
"Saya tau kamu pasti lapar, tadi mereka membelikan makanan. Kamu bisa makan di meja makan kalau kurang nyaman di sini."
Ah peka sekali memang Elzard dia memang kurang nyaman di sini, selain Zoya suka ketenangan, dia jadi menutup diri semenjak tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. "Boleh memangnya?"
"Boleh, sana. Isi perut kamu dan makan yang banyak."
Zoya mengangguk dan berpamitan pada yang lainnya, dia memang lapar juga karena perutnya belum diisi sejak tadi malam. Bukan karena Elzard tak menawarinya, hanya saja dia yang malu kalau menerima apapun dari Elzard.
Elzard tersenyum kecil melihat kepergian Zoya, setelah itu dia kembali menatap ketiga temannya yang kini menatap Elzard penuh kebingungan.
"Asli dia gak kenal kita bro," gumam Adit.
"Kan udah dia bilang, jangan nanya aneh-aneh," peringat Gara.
"Ya keceplosan, orang gua pangling liatnya. Makin cantik, masih sama kaya–"
"Udah-udah sekarang kita pikirin aja buat pernikahan El besok dah, yang lainnya nanti aja. Ini mepet, Bro. Lagian dia nikah mendadak kaya tahu bulat," cetus Gema.
"Tapi gua saranin lu harus kasih tau dia secepatnya sih, El. Dia pasti bingung sama lu, daripada sembunyi-sembunyi gak baik," ucap Adit.
Elzard menghela napas, ya bagaimana lagi. Dia juga harus menahan dirinya sekarang ini. Karena yang terpenting Zoya sekarang bersamanya. Zoya sudah berada di tangan yang tepat dan terbebas dari ayah dan ibu tirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments