Perjuangan Lana Kecil untuk Menjadi Kuat II

Lana terus berusaha untuk menjaga keseimbangan tubuhnya dengan sebelah kaki di angkat di bawah air terjun yang terus membasahi seluruh tubuhnya yang mulai terasa sakit.

"Aku takkan berhenti..." Lana memperkuat kakinya untuk tetap bertahan di bawah derasnya air terjun yang sejak pagi tadi ia lakukan atas perintah Omnya. Doni mengawasi Lana dari jauh meski hatinya kasihan melihat Lana yang terus jatuh, namun ia harus terlihat tegas di hadapan keponakannya agar Lana bisa menjadi seperti yang Lana harapkan.

"Berjuanglah Lana..." ucap Doni yang tatapannya tak pernah beralih ke manapun. Saat Lana tak makan maka Donipun tak makan tanpa sepengetahuan keponakannya, hingga malam mereka baru makan bersama dan mengobrol sejenak kemudian kembali ke kamar masing masing. Setiap hari kegiatan itu terus berlangsung.

Sebulan lagi terlewati, kini Lana sudah mampu menyeimbangkan tubuhnya di derasnya air terjun yang terus mengalir dengan deras ke arahnya..

"Datanglah, aku pasti akan menaklukanmu..." ucap Lana menatap air terjun di atasnya kemudian ia mengangkat satu kakinya dan berdiri tepat di bawah air terjun yang sangat deras.

"Aaaaaaaaaa....." teriaknya dan berhasil, ya Lana telah berhasil dengan pelatihan ini membuat ia tersenyum bahagia.

"Bagus Lana, sekarang kau semakin kuat besok kita akan latihan menembak.." mendengar kata menembak sedikit membuat Lana trauma, pasalnya kedua orang tua Lana meninggal karena di tembak orang yang ia tak kenali sama sekali hingga menimbulkan rasa trauma pada dirinya. Lana terdiam sambil menundukkan wajahnya dengan kaki yang bermain di dasar air.

"Ingat, Om tahu Lana masih takut tapi Om juga yakin Lana pasti bisa.." ujar Doni memegang pundak keponakannya. Lana mengangkat kepalanya dan melihat Doni yang tersenyum ke arahnya.

"Hmm..." Lana mengangguk yakin.

"Kita pulang..." ajak Doni hendak menggandeng tangan keponakannya, namun dengan cepat di tarik oleh Lana kemudian ia merentangkan kedua tangannya seperti ingin di gendong.

"Ahh, baiklah..." Doni pasrah setelah melihat wajah Lana yang memelas, ia segera menggendong Lana di belakang punggungnya dan berjalan menuju Villa.

"Om..." panggil Lana setelah mereka sampai Dan Doni yang segera menurunkan Lana.

"Hmm.." Doni hanya berdehem sambil memutar badannya hingga terdengar kretakan.

Krekk, krekkk...

"Ahh, leganya..." Lana memperhatikan Om Doni yang terlihat sangat lucu di matanya ketika merasa lelah.

"Boleh Lana panggil Om Ayah?" tanya Lana saat mereka berjalan masuk ke dalam Villa beriringan.

"Apa?" Doni meminta Lana mengulang pertanyaannya ingin memperjelas jika pendengarnnya baik baik saja.

"Gak jadi ah, Om budek.." ucap Lana kesal kemudian berlari ke dalam kamarnya untuk segera mandi dan berganti baju karena ia sudah merasa kedinginan. Lana sebenarnya tahu jika Doni mendengar perkataaannya, namun ia ingin agar Lana kembali mengulang.

"Apa aku gak salah denger ya!" lirih Doni memperhatikan Lana yang sudah menghilang dari baik pintu kamar yang sudah di tutup rapat dan di kunci.

"Ah, terserahlah, nanti juga dia bilang lagi.." Doni segera masuk ke dalam kamarnya untyk membersihkan tubuhnya. Malam hati Lana dan Doni sedang menyantap makan malam mereka tanpa ada suara dari mereka berdua, hingga Lana yang lebih dulu selesai dan mencuci piringnya sendiri kemudian kembali duduk di hadapan Doni yang jiga baru selesai.

"Om..." Lana menatap intens Omnya yang menjadi canggung saat Lana menatapnya seperti itu.

"Hm.." Doni segera beranjak dan mencuci piring miliknya sekaligus agar ia bisa. menghindari tatapan Lana.

"Om...." panggil Lana lagi

"Kenapa Lana?" tanya Doni namun memperlambat gerakannya saat mwncuci piring, padahal hanya miliknya saja.

"Om, punya istri?" pertanyaan macam apa ini! anak kecil seperti Lana mempertanyakan hal yang seharusnya tak keluar dari bibir imutnya.

"Apa?" Doni segera berbalik menatap keponakannya yang terlihat biasa saja dan kembali mengulang pertanyaannya barusan.

"Om, sudah menikah belum?" tanya Lana memperjelas pertanyaannya.

"Hei, dari mana kamu dapat kata kata itu. hmm?" Doni tak menjawab ia justru menanyai Lana tentang pertanyaan itu.

"Oh, Om ini jawaban Lana belum di jawab sekarang Om malah nanya Lana! jawab dulu pertanyaan Lana baru Lana jawab ertanyaan Om Doni..." terang Lana kesal.

"B.. belum!" jawab Doni terbata, pasalnya di usianya yang sekarang ia bahkan belum punya pacar apa lagi istri..

"Sekarang kamu jawab pertanyaan Om, dari mana kamu dapat kata kata itu?" tnya Doni serius menatap Lana.

"Gak dari siapa siapa, kan kita cuma tinggal berdua. Tapikan Ayah sama Bunda nikah dan punya Lana, tapi kok Om belum! padahalkan Om sudah tua.." ujar Lana tertawa. Doni terkejut bukan main. Apa? tua, di bilang tua! meskipun benar tapi wajah Doni masih sanngt tampan, bahkan kini di usianya yang hampir memasuki dua puluh tujuh tahun wajahnya terlihat jauh lebih tampan...

"Lana..." geram Doni hendak menagkap keponakannya itu, namun karena insting Lanasangat bagus sehingga ia bisa kabur dan menghindari Doni dan masuk ke dalam kamarnya tak lupa ia mengunci dari dalam. membuat Doni yang hidungnya terkena benturan saat Lana menutup pintupun semakin geram dan kesal.

"Lana, awas kamu ya..." teriak Doni menendang pintu Lana, namun tidak begitu kuat. Lana tertawa puas setelah meledeki Omnya yang terlihat jelas jika wajahnya sangat kesal saat ia mengatakan tua. Kata kata itu ternyata sangat sakral untuk orang seusia Doni...

Keesokkan paginya Lana bangun lebih awal dari biasanya, ia segera mandi dan berganti pakaian barulah keluar untuk sarapan bersama Om Doni yang ternyata sudah menunggu di meja makan.

"Pagi..." Lana duduk di hadapan Doni yang hanya diam tak menyahutinya.

"Masih marah Om?" tanya Lana dengan santai sambil mengambil nasi goreng serta lauknya kemudian makan dengan sangat lahap. Doni menatap Lana tak percaya, bukannya mintak maaf tapi ini! ("dasar anak sama Ayah mirip banget memang") pikir Doni masih kesal, iapun segera makan dengan rasa kekesalannya yang masih di simpan sejak semalam.

"Kita mau ke mana Om?" tanya Lana penasaran karena sudah hampir satu jam mereka berjalan namun tak kunjung sampai ke tempat latihan.

"Sebentar lagi sampe.." jawab Doni terus berjalan di depan Lana.

"Dari tadi bilngnya bentar lagi sampe, bentar lagi sampe, tapi gak sampe sampe tuh.." rutuk Lana namun terus mengikuti langkah lebar Doni. Karena terlalu asyik merutuki Omnya, Lana tak melihat jika Doni sudah berhenti di depannya hingga ia menabrak punggung Doni.

"Shh, awww. Om kalo ngerem bilang bilang dong!" Lana semakin kesal karena jidatnya terasa sakit karena berbenturan dengan punggung Doni yang keras, ia memagangi keningnya sambil mengelusnya dan berjalan ke samping Doni yang menatapnya tak percaya.

"Kamu yang salah Om yang kenak.." ucap Doni tak kalah kesal. Lana masih belum menyadari tempat ia berdiri sekarang, kmsedikit saja lagi ia melangkah maka nyawanya di pastikan akan langsung melayang..

"Aaaaaaa...." teriak Lana ketika ia baru menyadari jika saat ini mereka sedang berdiri di pinggir tebing yang di bawahnya terdapat batu yang tajam dan segera mundur beberapa langkah kebelakang.

"Om mau bunuh Lana ya?" kesal Lana memukul lengan Doni

"Apa? kamu akan berlatih di sini." jawab Doni menatap ke depan

"Katanya kita mau latihan nembak, tapi kok Om malah bawak Lana ke sini sih?" Lana masih tak mengerti dengan yang di maksud Doni latihan di tebing yang curam. Bagaimana mungkin!"

"Ya, tentu saja kamu akan berlatih menembak itu.." Doni menunjuk ke arah burung burung yang berterbangan di atas medeka. Lana mengikuti telunjuk Doni dan tercengang dengan mata yang melotot sempurna memperlihatkan bola matanya yang besar berwarna hitam pekat dengan bulu mata yang lentik. Sangat indah..

"O.. Om serius! La..Lana kan belum per..nah nembak.." ujar Lana tak percaya dengan pelatihannya kali ini, bagaimana mungkin ia bisa menembaki burung yang sedang terbang jika ia saja tak tahu bagaimana cara memegang pistol. Doni berbalik menatap Lana wajahnya sangat kesal karena Lana yang terus saja menjawab.

"Ambil..." Doni memberikan pistol pada Lana yang hanya diam terpaku di tempatnya tanpa berniat mengambil benda yang ada di tangan Om Doni dan di sodorkan padanya.

"Lana, ambil..." ulang Doni namun Lana masih tetap diam menatap benda di hadapannya. Doni menarik tangan Lana dan meleyakkan pistol itu ke tangannya yang sudah gemetar sejak tadi.

"O... om..." ucap Lana terbata memandingi benda yang sangat ia takiti kini ada dalam genggamannya.

"Maju.." perintah Doni namun sama. sekali tak di indahkan oleh Lana, ia masih terlena dengan benda yang ada di tangannya.

"Astagaaa, Lana maju sini.." ucap Doni cukup kuat membuat Lana terperanjat dan segera maju beberapa langkah, namun tak sampai sejajar dengan Doni karena ia takit ketinggian.

"Maju lagi..." perintah Doni, Lana kembali maju dua langkah namun masih belum bisa membuat dirinya sejajar dengan Omnya. Melihat Itu Doni semakin kesal, ia menatik tangan Lana hingga kini tubuhnya terhuyung kedepan dan ia bisa melihat jika di bawahnya sangat mengerikan.

"Aaaaa,, Om jangan bunuh Lana..." teriak Lana memegang erat tangan Doni yang juga sebenarnya memegang erat tubuh Lana. Mendengar teriakan Lana yang nyaring dan penih rasa takut, Doni segera menarik Lana dan kini mereka sudah sejajar.

"Lain kali kalo Om bilang maju, kamu harus maju. Paham.." ujar Doni tegas. Lana segera mengangguk ia sangat takut bahkan kini tubuhnya sudah bergetar hebat.

"Hari ini cukup, besok ingat kamu harus bisa menembak burung burung yang berterbangan itu. Paham..." Doni menatap Lana yang kembali hanya mengangguk. Mereka berduapun kembali ke Villa, sepanjang jalan Lana hanya diam tak seperti tadi selalu mengoceh. Donipun tak bersuara ia terus berjalan di depan Lana hingga tiba di Villa.

"Lana..." Panggil Doni saat mereka sudah di depan pintu utama.

"Jangan kecewakan Om besok!" ujar Doni kemudian ia masuk ke dalam Villa lebih dulu dan menuju kamarnya. Lana terdiam mendengar penuturan Omnya gang tak ingi di kecewakan olehnya, namun ia juga bingung bagaimana cara menembak bahkan memegangnya saja sekarang Lana. masih gematar apa lagi saat pelatuknya ia tarik dan mengeliarkan suara yang nyaring, ah entahlah mungkin Lana bisa pingsan karena tembakannya sendiri.

"Aoa yang harus aku lakukan dengan benda ini?" lirih nya memandangi pistol di tangannya dengan seksama. Lana teringat dengan Ayahnya yang sanagt hebat saat menembak orang orang misyerius waktu itu, dan ia juga melihat bagaimana Ayahnya menjatuhkan lawannya.

"Ayah.." lirih Lana saat mengingat kembali Ayahnya. Lana menuju lapangan luas, ia menaruh botol yang di atasnya di taruh buah apel yang ia petik dari pohonnya langsung.

"Aku pasti bisa..." Lana membidik buah yang ada di atas botol kemudian menarik pelatuknya hingga terdengar suara nyaring yang keluar dari mulut pistolnya membuat Lana terperanjat kaget hingga mundur beberapa langkah dan terjatuh ke rumput.

"Hah hah hah..." Lana mengatur nafasnya agar jantungnya kembali berdetak seperti biasanya.

"Ayah..." lirih Lana lagi kembali berdiri dan mengambil ancang ancang untuk menembak..

Dorrr...

Lana masih merasa kaget saat suara itu keluar, namun tak separah tadi. Ia terus berusaha menembaki buah apel di hadapannya namun hingga sorepun Lana masih belum bisa mengenai dan menjatuhkan apel itu membuat ia sangat kesal. Lana sudah sedikit terbiasa dengan benda di tangannya, meski masih sedikit gemetar namun tak separah pertama. kali ia memegang. Lana terus mencoba bahkan saat malampun tiba ia tak kunjung berhenti. Doni terus memperhatikan keponakannya yang tak berhenti sejak tadi, bahkan Lana belum makan seharian sehingga iapun tak makan. Doni sengaja tak mengajari Lana agar ia bisa berlatih dengan instingnya sendiri, karena Doni yakin dan percaya bahwa Lana adalah anak yang pintar terbukti dengan caranya yang dalam waktu satu hati saja ia sudah tahu bagamana cara menembak dan mendapatkan target yang akan ia tembak meskipun tak pernah mengenainya. Lana yang sudah merasa lelah dan laparpun segera berhenti, ia berjalan gontay menuju Villa karena gagal mengenai target apelnya yang sudah habis ia makan saat Lana memutuskan untuk kembali ke Villa. Lana langsung memasuki kamarnya kemudian ia membersihkan tubuhnya dan segera tidur, ia tak lagi semangat untuk makan malam karena perutnya sudah di isi apel yang menjadi targetnya tadi walaupun itu tak membuat dirinya kenyang namun rasa kantuknya mengalahkan rasa laparnya...

"Ahhh, aku lelah...." lirihnya segera menjatuhkan tubuhnya ke kasur dan langsung tertidur dengan posisi tak beraturan.

Doni mengecek Lana ke kamarnya, karena ia sejak tadi menunggu Lana keluar dari kamar untuk makan malam bersamapun tak kunjung datang.

"Pasti lelah..." ujar Doni membenarkan posisi tidur Lana kemudian menyelimutinya tak lupa ia mematikan lampu kamar Lana saat akan keluar. Saat Doni sudah di ambang pintu, ia mendengar Lana yang menginggau dan berteriak takut bahkan matanya sampai mengeluarkan air mata.

"Ayah, Bunda jangan pergi.." Doni kembali masuk dan mendekati Lana yang terus memanghil kedua orang tuanya.

"Ayah, Bunda jangan tinggalin Lana, Lana takut..." lirih Lana lagi membuat hati Doni sakit melihat keponakannya. Ia tahu pasti karena latihan menembak ini membuat Lana kembali mengingat kematian orang tuanya, walaupun sebelumnya juga sama namun tak sampai membuat Lana menangis dalam tidurnya.

"Lana, tenag ada Om.." Doni naik ke atas tempat tidur Lana dan membawa Lana ke dalam pelukannya agar keponakannya merasa nyaman dan lebih tenang. Benar saja, Lana langsung tenang dan kembali tidur dengan nyenyak namun tangannya memeluk Doni dengan kuat seakan ia tak ingin melepaskan pelukannya itu. Malam itupun Doni tidur di kamar Lana yang memeluknya hingga pagi.

Lanjut up.....

Makasih yang dah mampir ya, jangan lupa like nya say....

Makasih orang baik.....

🙏🙏🙏

Episodes
1 Kepergian Orang Terkasih
2 Tempat Persembunyian
3 Pelatihan Pertama
4 Perjuangan Lana Kecil untuk Menjadi Kuat
5 Perjuangan Lana Kecil untuk Menjadi Kuat II
6 Kenangan....
7 Semangat Lana untuk Menjadi Kuat
8 Pelajaran Baru
9 Ramuan Kehidupan
10 An..
11 Mengalahkan Om Doni
12 Perasaan yang Aneh
13 Pertemuan dengan Pengikut Setia Angkara
14 Misi Pertama 'Sekolah'
15 Masalah di Hari Pertama
16 Tuan Muda Diego
17 Kembali Teringat Masa Kelam
18 Tuan Peter Jordan
19 Perasaan Aneh
20 Bu Cantik...
21 Bertemu Lagi
22 Cemburukah?
23 Kecewa
24 Dua Gadis yang Sama namun Berbeda!
25 Pengumuman
26 Keceriaan Dua Gadis Beda Usia
27 Hati yang Kacau
28 Kebenaran Keluarga Bu Cantik (Bu Misya)
29 Semakin Menjauh
30 Menyadari
31 Kebersamaan yang tak Berarti
32 Berkah
33 Makan Malam Bersama Keluarga Dirgantara
34 Menjadi Kekasih tanpa Sengaja
35 Perhatian Lana pada Sahabatnya
36 Mengorbankan Anak demi Harta
37 Mencari Asisten
38 Mimpi Aneh
39 Masa Lalu Arin dan Doni yang Menyakitkan
40 Pertemuan dengan Cinta Pertama
41 Mencoba Menjelaskan
42 Kakek Erick
43 Mempercepat Pergerakan
44 Identitas Doni yang Sebenarnya
45 Kecupan dari Lana
46 Kembali Hangat
47 Ciuman Pertama
48 Suruhan Kakek Erick
49 Hampir Bunuh Diri
50 Hana
51 Meminta Maaf
52 Ciuman Kedua
53 Memusnahkan
54 Mengetahui Kebenarannya
55 Cemburu
56 Gak Peka
57 Hari Libur Bagi Lana
58 Pernyataan Cinta Doni
59 Bucinnya Doni
60 Kekecewaan Farid
61 Pertunangan
62 Mengerjai Doni
63 Jebakan
64 Racun Mematikan
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Kepergian Orang Terkasih
2
Tempat Persembunyian
3
Pelatihan Pertama
4
Perjuangan Lana Kecil untuk Menjadi Kuat
5
Perjuangan Lana Kecil untuk Menjadi Kuat II
6
Kenangan....
7
Semangat Lana untuk Menjadi Kuat
8
Pelajaran Baru
9
Ramuan Kehidupan
10
An..
11
Mengalahkan Om Doni
12
Perasaan yang Aneh
13
Pertemuan dengan Pengikut Setia Angkara
14
Misi Pertama 'Sekolah'
15
Masalah di Hari Pertama
16
Tuan Muda Diego
17
Kembali Teringat Masa Kelam
18
Tuan Peter Jordan
19
Perasaan Aneh
20
Bu Cantik...
21
Bertemu Lagi
22
Cemburukah?
23
Kecewa
24
Dua Gadis yang Sama namun Berbeda!
25
Pengumuman
26
Keceriaan Dua Gadis Beda Usia
27
Hati yang Kacau
28
Kebenaran Keluarga Bu Cantik (Bu Misya)
29
Semakin Menjauh
30
Menyadari
31
Kebersamaan yang tak Berarti
32
Berkah
33
Makan Malam Bersama Keluarga Dirgantara
34
Menjadi Kekasih tanpa Sengaja
35
Perhatian Lana pada Sahabatnya
36
Mengorbankan Anak demi Harta
37
Mencari Asisten
38
Mimpi Aneh
39
Masa Lalu Arin dan Doni yang Menyakitkan
40
Pertemuan dengan Cinta Pertama
41
Mencoba Menjelaskan
42
Kakek Erick
43
Mempercepat Pergerakan
44
Identitas Doni yang Sebenarnya
45
Kecupan dari Lana
46
Kembali Hangat
47
Ciuman Pertama
48
Suruhan Kakek Erick
49
Hampir Bunuh Diri
50
Hana
51
Meminta Maaf
52
Ciuman Kedua
53
Memusnahkan
54
Mengetahui Kebenarannya
55
Cemburu
56
Gak Peka
57
Hari Libur Bagi Lana
58
Pernyataan Cinta Doni
59
Bucinnya Doni
60
Kekecewaan Farid
61
Pertunangan
62
Mengerjai Doni
63
Jebakan
64
Racun Mematikan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!