Alvaro dan Zahra yang baru datang menatap bingung pada warga yang berkerumun di depan rumah. Firasat Zahra mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Assalamu'alaikum, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu." Zahra mengucapkan salam yang segera menarik perhatian warga.
"Waalaikumsalam, Neng Zahra. Kebetulan ada Neng di sini, kami berkumpul untuk meminta Kang Al untuk segera pergi dari Desa ini." Ucap salah satu Bapak-Bapak sebegai perwakilan warga yang lain.
"Astaghfirullah, kenapa masalah ini dibahas lagi? Bukannya kemarin saya sudah katakan, Aa Al ini orang baik dan saya yang menjamin hal itu." Zahra menggeleng tidak percaya pada warga yang bertindak diluar batas.
"Neng Zahra yakin pemuda ini orang baik? Dia ini perampok yang dikejar polisi! Dia bahkan berniat jahat sama Neng Zahra dan Nenek Narsih!" Mpok Ipeh berkata dengan penuh semangat, dia sangat yakin jika ucapannya benar.
"Ada bukti saya seorang perampok?" tanya Alvaro yang sedari tadi berdiam diri.
Semua warga terdiam, mereka saling pandang seolah mengatakan siapa yang memiliki bukti tersebut.
"Kami memang nggak memiliki bukti, tapi tetap saja ada kemungkinan kamu ini perampok!" Mpok Ipeh tetap semangat mengatakan apa yang ada dipikirannya.
"Menuduh tanpa bukti itu fitnah! Saya akan pergi dari Desa ini dengan cara terhormat bukan karena tuduhan tidak berdasar!" Alvaro menatap dingin para warga yang hanya bisa diam.
"Bapak dan Ibu, tolong berhenti mengganggu Aa Al. Sudah saya katakan Aa ini orang baik, sekarang Aa bekerja di toko kue saya. Saya akan menjamin jika Aa Al berbuat hal buruk." Zahra berkata dengan tegas membantu para warga tidak bisa membantah.
Mereka menatap Nenek Narsih yang selama ini mereka hormati. Jika dipikir-pikir memang benar mereka menuduh tanpa bukti, padahal Nenek Narsih sudah menjamin jika Al adalah orang baik.
Akhirnya mereka memilih mengalah dan membubarkan diri. Lagipula, mereka sedikit takut dengan Alvaro yang auranya sangat kuat seperti seorang pemimpin.
"Nak, jangan dipikirin ya. Biarkan saja, selama Pak Adam tidak meminta kamu pergi biarkan saja mereka. Sekarang lebih baik kamu istirahat, makan malam nanti biar Zahra yang mengantarkan." Ucap Nenek Narsih yang merasa tidak tega dengan Alvaro yang terus diusir dari Desa ini.
"Nggak apa Nek, nanti saya yang ke rumah Nenek. Kalau begitu saya pamit ke dalam ya Nek, Zahra." Alvaro segera masuk ke dalam rumah menyisakan Zahra dan Nenek Narsih yang hanya bisa menghela napas karena ulah warga Desa.
Benjamin yang melihat dari kejauhan merasa sangat marah. Dia merasa kalah karena apa yang diucapkan oleh Alvaro benar. Tidak ada bukti bahwa Alvaro perampok yang melarikan diri dan kini berniat jahat pada warga Desa Cempaka.
Sri yang diam-diam menyaksikan juga ikut merasa kesal. Dia kesal karena Zahra bisa kenal dekat dengan pria setampan Alvaro. Sri tidak terima jika Zahra bisa lebih unggul darinya.
...****************...
Begitu sampai di rumah, Benjamin sangat marah karena rencananya mengusir Alvaro gagal dan itu semua karena Zahra yang berpihak pada Alvaro. Benjamin merasa cemburu karena selama ini Zahra bahkan tidak memedulikannya, tapi kini gadis cantik itu justru sangat peduli pada pria asing yang baru dia kenal.
"Kurang ajar pria itu! Ini nggak bisa dibiarkan atau Neng Zahra akan berpaling!" gumam Benjamin dengan gelisah.
"Bagaimana, Bos?" tanya salah satu anak buah Benjamin.
"Cari cara agar pria itu diusir dari Desa ini. Aku nggak nyangka kalau dia cukup pintar." Benjamin berkata seolah Alvaro sebenarnya tidak cukup pintar darinya.
"Saya rasa kita harus cari bukti kuat Bos, setelah itu kita bisa memengaruhi Pak Adam. Saya dengar Nenek Narsih hanya akan mengusir pria itu jika Pak Adam yang meminta."
"Benar juga, kita harus bisa memprovokasi Pak Adam agar mau mengusir pria itu. Cari bukti sekecil apapun, pria itu pasti menyembunyikan sesuatu!" ujar Benjamin dengan yakin.
"Gimana kalau kita nggak bisa dapat buktinya Bos?" tanya anak buah Benjamin yang lain.
"Kita harus bisa membuat bukti palsu. Lakukan cara apapun untuk bisa mengusir pria itu. Neng Zahra cuma milikku dan nggak ada yang boleh merebutnya!" Benjamin tersenyum licik, dia sudah tidak peduli jika harus menggunakan cara kotor.
Bagi Benjamin, apapun akan dia lakukan untuk merebut Zahra. Zahra adalah wanita yang dia cintai, hanya Zahra.
Sebenarnya Benjamin bisa menggunakan kekuasaan Ayahnya untuk mengusir Alvaro. Namun, Benjamin tidak ingin jika Zahra melihatnya berbuat jahat. Dia harus menjaga nama baiknya di depan Zahra dan Nenek Narsih.
Sama halnya dengan Benjamin, Sri juga merasa gelisah. Dia tidak terima karena Zahra mendapat pria tampan seperti Alvaro. Bagi Sri tidak ada yang boleh lebih unggul darinya, terlebih lagi orang itu adalah Zahra.
Sedari dulu Sri memang terkenal sombong dan selalu ingin menonjol. Dia tidak akan terima jika ada gadis lain di Desa Cempaka yang lebih baik darinya. Selama ini saingan berat Sri adalah Zahra, yang baik orang-orang Desa jelas jauh lebih cantik dan baik.
"Pria tampan itu cuma boleh jadi milikku! Kalau aku nggak bisa dapetin dia, artinya nggak ada yang boleh dapetin!" gumam Sri kesal karena lagi-lagi dia kalah dari Zahra.
Sri tengah berpikir serius, bagaiman caranya agar bisa menjatuhkan Zahra. Dia ingin Zahra dibenci warga Desa Cempaka, dia harus bisa membuat nama Zahra tercoreng.
Mata Sri berbinar ketika tiba-tiba sebuah ide licik terlintas di kepalanya. Dia akan menjalankan sebuah rencana untuk menjatuhkan Zahra, setelah itu dia akan merebut Alvaro dari Zahra.
"Kali ini kamu akan jatuh Zahra, akan ku buat kamu menyerah dan pergi dari Desa ini." Ucap Sri disertai tawa licik yang memecah keheningan rumahnya.
"Kenapa kamu, Sri? Dari kota kamu sudah jadi orang gila?" tanya Mpok Ipeh yang merupakan kakak kandung Sri.
"Mpok nggak perlu tahu, yang jelas Sri sedang jatuh cinta." Ucap Sri dengan percaya diri membuat rasa penasaran Mpok Ipeh meledak-ledak.
"Sama siapa kamu jatuh cinta? Sama Benjamin?" tebak Mpok Ipeh asal.
"Ih ngapain sama si bodoh itu, nggak sudi aku Mpok. Benjamin itu menang kayanya saja, otaknya kosong." Sri berkata dengan sadis mengomentari sosok Benjamin dimatanya.
Sedari dulu Benjamin dan Sri memang terkenal sebagai musuh bebuyuyan. Mereka tidak pernah akur, selalu bertengkar dan saling merendahkan.
"Lah terus kamu jatuh cinta sama siapa?" tanya Mpok Ipeh lagi dengan rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi.
"Sama pemuda itu, Mpok. Pemuda yang tinggal di samping rumah Zahra." Jawab Sri dengan senyum malu-malunya.
"Maksud kamu, Mas Al itu?" tanya Mpok Ipeh memastikan.
"Iya Mpok!"
"Astagfirullah, Mpok baru saja mau mengusirnya dan kamu malah jatuh cinta. Sudah lupakan pemuda itu, mending kamu sama Benjamin yang kaya raya."
"Mpok!" teriak Sir kesal.
《Bersambung》
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments