Alvaro terbangun dengan rasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya. Matanya mengerjap pelan kemudian menatap sekeliling yang terlihat asing.
Dia berada di sebuah ruangan dengan nuansa kayu tradisional. Saat ingin bangun terdengar suara pintu terbuka, Alvaro pikir dia adalah orang yang berniat membunuhnnya.
"Alhamdulilah Aa sudah sadar." Ucap Zahra penuh syukur saat melihat Alvaro yang sudah sadar.
"Siapa kamu?" tanya Alvaro bingung karena di hadapannya ini seorang gadis cantik yang tidak terlihat seperti orang jahat.
"Saya Zahra, kemarin malam Aa pingsan di jalan dan Zahra yang membawa Aa ke sini. Ini rumah Nenek Narsih, sebentar biar saya panggilkan Nenek." Zahra berlalu begitu saja sebelum Alvaro kembali membuka suara.
Tidak lama Nenek Narsih datang dengan beberapa obat ditangannya. Wanita tua itu memang mantan Dokter yang kini hidup sederhana di Desa Cempaka.
"Apapun yang kamu mau tanyakan simpan dulu, biar Nenek obati lukamu lebih dulu." Nenek Nasih segera menyela ketika melihat Alvaro siap bertanya padanya.
DIbantu oleh Zahra akhirnya Nenek Narsih mengobati luka-luka ditubuh Alvaro. Pria itu hanya duduk diam tanpa ekpresi kesakitan, padahal luka pria itu sangat dalam.
"Siapa namamu?" tanya Nenek Narsih setelah selesai mengobati luka Alvaro.
Cukup lama Alvaro terdiam seolah menimbang-nimbang untuk berkata dengan jujur atau tidak.
"Saya Al," jawab Alvaro singkat.
"Cucu Nenek yang menemukan kamu, kamu terluka parah dan Nenek yakin kamu juga meminum obat bius. Bisa ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nenek cuma nggak mau nantinya akan ada salah paham."
Melihat wajah-wajah di hadapannya membuat Alvaro yakin mereka adalah orang baik. Namun, Alvaro tidak bisa berkata jujur mengenai siapa dirinya karena bisa saja para pengkhianat itu mengejarnya sampai sini.
Alvaro tidak mau melibatkan orang lain dan untuk sementara dia akan berada di tempat asing ini sampai kondisnya membaik.
"Saya ditipu teman-teman saya yang berada di kota, mereka menjebak saya dan beruntung saya bisa kabur." Ucap Alvaro yang tidak sepenuhnya berbohong karena pada kenyataannya dia memang dijebak dan beruntung bisa kabur.
"Syukur kamu bisa melarikan diri dan cepat ditemukan oleh Zahra, jika tidak Nenek tidak tahu bagaimana nasib kamu. Untuk sementara tinggalah di sini sampai kondisimu membaik." Ucap Nenek Narsih yang disetujui oleh Alvaro karena bagaimanapun dia membutuhkan tempat untuk memulihkan diri sambil mencari tahu siapa dalang di balik rencana ini.
Mata Alvaro beralih pada sosok Zahra yang sejak tadi memilih diam. Jujur saja Alvaro terpesona pada wajah cantik Zahra yang menurutnya sangat cantik, secantik bidadari.
"Saya Zahra, Aa." Ucap Zahra lembut sembari mengulurkan tangannya pada Alvaro yang menyambut uluran tangan itu.
Seperti Alvaro terpesona pada kecantikan dan kelembutan Zahra, si bidadari Desa Cempaka.
...****************...
Setelah Pak Adam tahu keadaan Alvaro akhirnya Pak Adam memutuskan untuk mengizinkan Alvaro tinggal di Desa. Pak Adam juga menyediakan sebuah rumah sederhana yang berada tepat di samping rumah Nenek Narsih agar memudahkan perawatan Alvaro.
Warga yang melihat Alvaro bertanya-tanya siapa pria asing itu. Mereka takut jika Alvaro adalah pendatang yang berniat jahat pada warga Desa Cempaka.
"Neng Zahra, siapa pemuda itu?" tanya salah satu warga saat melihat Zahra mengantarkan makan siang untuk Alvaro.
"Namanya Al, dia baru saja kena musibah tertipu teman sendiri karena itu Nenek berniat membantunya. Kasihan dia Buk seorang diri dan tertipu teman sendiri." Jawab Zahra sedikit melebihkan situasi agar warga merasa iba dengan kondisi Alvaro.
"Astagfirullah, kasihan sekali." Beberapa warga serentak merasa kasihan dengan nasib buruk Alvaro, sayangnya beberapa warga yang lain justru tidak percaya begitu saja.
"Hati-hati Neng, jangan sampai kebaikan Neng Zahra malah disalah gunakan. Bisa saja dia berbohong dan berniat jahat sama Neng Zahra." Perkataan itu datang dari Mpok Ipeh yang terkenal suka bergosip.
"Insya Allah nggak Mpok, Pak Adam juga ikut membantu. Kalau begitu saya permisi ya." Zahra segera pamit sebelum pembicaraan ini semakin melebar karena dia mengenal betul seperti sosok Mpok Ipeh.
"Neng Zahra ini polos sekali, saya nggak yakin pemuda itu baik. Pasti dia menginginkan sesuatu, bisa saja dia suka sama Neng Zahra dan berniat buruk." Mpok Ipeh melanjutkan asumsinya yang sedikit memengaruhi warga lain.
"Apa yang dikatakan Mpok Ipeh ada benarnya juga. Jangan sampai tuh pemuda punya niat jahat sama warga di sini."
"Sudah kita usir saja, lebih baik diusir sekarang daripada sudah terlanjur ada peristiwa tidak diinginkan!" Mpok Ipeh kembali bersuara menghasut para warga untuk segera mengambil tindakan.
"Bener tuh, ayo kita usir dia!" sahut warga yang lain.
Selanjutnya para warga segera mendatangi rumah yang di tempati oleh Alvaro. Mereka berteriak untuk mengusir paksa Alvaro dari Desa Cempaka.
Alvaro yang sedang beristirahat terkejut mendengar teriakan warga di depan rumah yang dia tempati.
"Astagfirullah ... ada apa ini Bapak-Bapak, Ibu-Ibu?" tanya Nenek Narsih yang juga terkejut mendengar teriakan warga.
"Maaf mengganggu Nenek, tapi kami mau pemuda asing itu segera pergi dari kampung ini. Kami takut pemuda itu membawa hal buruk!" ujar Pak Ubay mewakili warga yang lain.
"Astagfirullah, kenapa kalian bisa berpikir buruk seperti itu? Dia pemuda yang baik, saya yang menjaminnya." Nenek Nasih mengelus dada berusaha bersabar menghadapi warga yang membuat keributan.
"Sudahlah Nek, ikuti saya kami. Kita usir pemuda itu dari Desa ini. Memangnya Nenek mau nanti Neng Zahra jadi korbannya?" ujar Mpok Ipeh dengan sengaja memanasi situasi.
"Kenapa membawa nama saya, Mpok?" tanya Zahra yang baru saja tiba.
Mpok Ipeh tidak sempat menjawab karena Alvaro yang merasa terganggu akhir keluar rumah. Pria itu terlihat mengitimidasi membuat warga sedikit takut.
"Ada apa ramai-ramai seperti ini?" tanya Alvaro dengan wajah datarnya.
Para warga tidak ada yang berani menjawab karena merasa terintimidasi dengan aura yang dipancarkan Alvaro.
"Mereka mau mengusir kamu," jawab Nenek Narsih saat merasa tidak ada yang berani menjawab.
"Astagfirullah, kenapa Bapak dan Ibu berniat jahat seperti itu?" Zahra menatap tidak percaya pada warga yang masih tidak berani membuka suara.
"Saya hanya pria yang kebetulan mendapat pertolongan dari Neng Zahra. Kalian tenang saja, saya hanya akan tinggal sementara sampai keadaan saya membaik." Ucap Alvaro pada akhirnya, dia tidak mau membuat drama di Desa orang lain.
"Saya yang menjamin Aa Al tidak berniat jahat, Bapak dan Ibu semua tenang saja. Lebih baik berpikir positif, tidak baik menuduh orang seperti itu." Zahra berkata dengan lembut yang mampu membuat warga menundukkan kepalanya merasa bersalah.
Di Desa Cempaka, Zahra memang terkenal lemah lembut dan cantik. Banyak warga yang mengidolakan Zahra karena kebaikan serta kecantikan gadis itu yang mereka bilang secantik bidadari.
Kecantikan Zahra itulah yang mampu mempesona warga Desa Cempaka dan membuat mereka selalu berpikir positif mengenai gadis itu.
Sementara itu, salah satu pemuda Desa tengah mengintai dari jauh. Dia menatap tidak suka saat melihat bagaimana Zahra membela pemuda bernama Al itu.
Pemuda Desa itu adalah Benjamin yang merupakan putra dari keluarga terkaya di Desa Cempaka. Benjamin terkenal sebagai salah satu pemuda yang mengincar Zahra untuk dijadikan istrinya.
"Aku harus membuat pria itu pergi dari Desa ini, dia tidak boleh berada di dekat bidadari." Gumam Benjamin menatap tidak suka pada Alvaro yang berdiri di samping Zahra.
《Bersambung》
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments