Kini Alvaro bekerja di toko kue milik Zahra. Pria itu berniat membantu sebagai balasan atas kebaikan Zahra dan Nenek Narsih.
Bekerja sebagai karyawan toko tentu hal baru yang dialami oleh Alvaro, akan tetapi dia menikmatinya. Alvaro pikir hidup sederhana ternyata bisa dia nikmati juga.
"Aa, ayo makan siang dulu." Ajak Zahra membawakan satu rantang berisi makan siang untuk Alvaro.
"Terima kasih," ucap Alvaro yang merasa terpesona dengan kelembutan Zahra.
Alvaro menikmati makan siang sederhananya yang memiliki rasa luar biasa. Masakan Zahra memang tidak pernah gagal meski hanya memasak menu makan sederhana.
"Kamu nggak berniat mengembangkan toko kue ini?" tanya Alvaro setelah selesai menikmati makan siangnya.
Zahra tersenyum sebelum menjawab, "modalnya susah 'A."
"Bisa pelan-pelan, saya dengar toko kue kamu sudah cukup lama. Melihat banyak pelanggan baik dari kota maupun Desa, saya rasa itu sudah cukup menguntungkan."
"Zahra nggak punya keterampilan dalam bisnis 'A, yang Zahra punya cuma keterampilan membuat kue. Itu juga pasti kalah jauh sama toko kue yang ada di Kota."
Alvaro tidak tahu harus menjawab apa karena dia sedikit mengerti ketakutan yang dimiliki oleh Zahra. Mengembangkan bisnis bukan perkara mudah, terlebih jika tidak memiliki keberanian dalam bertindak.
"Saya bantu, nanti kamu bisa mulai dengan memasarkan lewat media sosial. Jangan takut untuk memulai, gagal dalam bisnis itu biasa asal jangan sampai putus asa."
"Insya Allah nanti Zahra coba, terima kasih untuk saran Aa." Zahra kembali tersenyum lembut, dia merasa Alvaro sangat pintar dan mengerti bisnis.
Melihat cara bicara dan pola pikir Alvaro entah mengapa membuat Zahra merasa Alvaro bukan pria biasa. Zahra tahu ada hal besar yang disembunyikan oleh Alvaro.
Keduanya kembali berbicara serius mengenai toko kue milik Zahra. Mereka tidak sadar ada seseorang yang sedang mengintai dari jauh. Dia adalah Benjamin, pria yang mengatakan sangat mencintai Zahra dan ingin menjadikan Zahra sebagai istrinya.
"Aku harus cari cara, pria itu pasti jatuh cinta sama Neng Zahra. Ini nggak bisa dibiarkan, Neng Zahra itu hanya milik Akang Benjamin seorang." Gumam Benjamin menatap tidak suka pada kedekatan Alvaro dan Zahra.
Benjamin terdiam sejenak, dia sedang memikirkan rencana untuk menjauhkan Alvaro dari Zahra. Sebuah ide terlintas dikepalanya, ide yang menurutnya akan berhasil menyingkirkan Alvaro.
...****************...
Benjamin menatap sekumpulan anak buah yang memang bekerja dengannya. Anak buah yang biasa memantau para petani yang bekerja di sawah milik keluarganya.
"Sebarkan berita kalau pria bernama Al itu seorang perampok yang kabur dari kejaran polisi di Kota. Katakan juga kalau pria itu memiliki niat buruk pada Neng Zahra dan Nenek Narsih!" perintah Benjamin pada anak buahnya yang langsung menjalankan perintah.
Benjamin tersenyum senang, beginilah enaknya menjadi orang kaya. Dia bisa melakukan apapun sesuka hatinya tanpa repot-repot mengotori tangan.
"Neng Zahra cuma milik Benjamin seorang, keturunan keluarga kaya di Desa Cempaka." Ucap Benjamin percaya diri sambil menatap foto Zahra yang dia ambil secara diam-diam.
Sementara Alvaro dan Zahra sibuk di toko kue, gosip mengenai Alvaro sudah menyebar luas di Desa. Seperti itulah kehidupan di Desa, berita sekecil apapun akan dengan cepat menyebar.
"Ada apa, sih?" pertanyaan itu datang dari Mpok Ipeh yang merasa penasaran dengan gosip yang baru beredar.
"Ituloh, pemuda yang ditolong Neng Zahra itu ternyata seorang perampok." Jawab anak buah Benjamin yang sedari tadi sibuk menyebar gosip.
"Ya ampun, benerkan dugaan saya. Sudah saya bilang, dia itu pasti bawa hal buruk ke Desa. Kalian ini pada nggak percaya omongan saya, sekarang ada berita baru pada heboh!" Mpok Ipeh berseru dengan gaya berlebihan merasa tebakannya terhadap Alvaro benar.
"Katanya dia juga punya niat jahat sama Neng Zahra dan Nenek Narsih. Kasihan sekali Neng Zahra yang polos itu."
Situasi semakin memanas membuat Benjamin yang diam-diam memantau merasa senang. Rencana sedikit lagi akan berhasil.
"Jadi gimana ini? Kita harus bertindak cepat sebelum ada korban!" Mpok Ipeh kembali bersuara dengan semangat, entah apa yang membuat wanita itu begitu semangat.
"Boleh saya berpendapat?" tanya Benjamin yang kini tidak lagi menyembunyikan dirinya.
"Loh ada Aden ternyata," ucap warga terlihat kaget dengan kedatangan Benjamin.
"Aden mau berpendapat apa?" tanya Mpok Ipeh tidak sabaran.
"Saya tadi mendengar apa yang kalian bicarakan. Menurut saya, lebih baik kita mengusir pemuda itu dari Desa ini sebelum Neng Zahra dan Nenek Narsih menjadi korbannya." Ujar Benjamin dengan sok bijak yang justru disetujui oleh Mpok Ipeh.
"Saya dari kemarin sudah berniat seperti itu Den, tapi Neng Zahra dan Nenek Narsih nggak percaya ucapan saya. Sekarang lebih baik Aden membantu kami, di Desa ini Aden yang paling berkuasa." Ujar Mpok Ipeh dengan berlebihan.
Benjamin tersenyum senang merasa statusnya sangat tinggi. Kali ini dia akan menggunakan kekuasaannya untuk menyingkirkan pengganggu seperti Alvaro.
"Saya akan membantu sebisa saya. Sebenarnya, saya juga takut jika warga di sini juga menjadi korbannya. Seorang perampok itu sangat mengerikan, dia bisa saja membunuh korbannya."
Para warga bergetar ketakutan, mereka membayangkan berhadapan dengan wajah dingin Alvaro.
"Kita harus bertindak cepat, saya nggak mau jadi korbannya. Ayo, kita demo usir pemuda itu dari Desa kita ini!" Mpok Ipeh memimpin dengan penuh semangat menuju rumah yang di tempati oleh Alvaro.
Sementara itu, diam-diam Benjamin merasa senang karena tanpa disadari Mpok Ipeh membantu rencananya dengan mulus. Ternyata ada untung memiliki tetangga seperti Mpok Ipeh.
Para warga dengan serentak menuju rumah yang di tempati Alvaro. Rombongan itu tentu menarik perhatian warga yang tidak tahu menahu, contohnya saja Sri.
Sri adalah gadis Desa yang terkenal sombong dan selalu merasa Zahra adalah saingannya dalam hal kecantikan.
"Mereka mau ke mana sih?" tanya Sri pada warga yang berada di dekatnya.
"Katanya mau mengusir pemuda asing yang dibantu Neng Zahra. Ngeri, pemuda itu ternyata perampok yang kabur dari kejaran polisi."
Sri terlihat kaget mendengar informasi baru ini. Dia baru kembali dari kota dan tidak menyangka akan langsung mendapat berita seperti ini. Menurut Sri ini adalah saat yang tepat menjatuhkan Zahra.
Tanpa banyak kata Sri segera mengikuti rombongan itu, dia berniat memprovokasi warga agar ikut mengusir Zahra.
"Ada apa lagi llribut seperti ini?" tanya Nenek Narsih yang kebetulan berada di depan rumahnya.
"Kami mau mengusir pemuda itu Nek, dia seorang perampok dan tidak pantas berada di sini!" seru salah satu anak buah Benjamin.
"Astagfirullah, kalian ini masih saja suka menyebar fitnah. Sudah saya katakan, Al itu pemuda baik dan saya bisa menjamin itu." Ujar Nenek Narsih berusaha menenangkan warga.
Di tengah keributan itu, sosok Alvaro akhirnya datang bersama dengan Zahra. Sosok tampan dan mempesona dalam diri Alvaro tentu saja menarik perhatian Sri.
"Ganteng, dia harus jadi milik Sri!" gumam Sri yang menatap penuh minat pada Alvaro.
《Bersambung》
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments