Bab 3

Malam hari, tepat nya di mansion Alexander satu keluarga berkumpul di ruang makan yang telah siap untuk menyantap makan malam nya. Di tengah makan malam nya tuan Elvan yang selaku papa Zia dan juga Disha menyerukan isi hatinya yang selama ini selalu ia pendam. "Zia, sudah sampai mana hubungan mu dengan Saga?" Zia yang mendengar pertanyaan papa nya itu hanya terdiam tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Zia papa mu bertanya, kenapa kau tidak menjawabnya?" Sahut Aleana sang mama.

"Sudah berjalan 2 tahun, kenapa?"

"Saga sedang meniti karir nya dan kamu juga masih sekolah harusnya kamu belajar dengan baik, lihatlah Disha bahkan sampai sekarang papa belum pernah melihatnya membawa seorang laki-laki."

"Ya, kak Disha memanglah segalanya untuk kalian, dia gadis yang polos penurut dan juga pintar dengan IQ yang cukup tinggi, sementara aku mungkin hanya anak yang tidak di inginkan." Tutur Zia.

"Zia! Jaga ucapan mu!" Seru tuan Elvan.

"Apa? Bukankah itu benar? Yang ada di pikiran kalian hanyalah kak Disha yang selalu kalian banggakan mulai dari kecil hingga sampai saat ini sementara aku..."

Brakkk... Belum sempat Zia melanjutkan ucapannya, Elvan menggebrak meja makan dengan cukup kuat hingga mengagetkan ketiga orang yang berada disana. Melihat sorit mata papanya yang begitu tajam Zia memilih untuk segera pergi dari tempat itu dan masuk kedalam kamar. "Zia tunggu..." Disha langsung mengejar adik nya ketika ia melihat mata Zia yang telah berkaca-kaca.

"Harusnya papa gak bicara seperti itu, Zia masih kecil perasaannya masih sangat sensitif." Ucap Aleana.

"Zia udah dewasa, seharusnya dia mengerti dengan apa yang di katakan papa."

"Pa.."

"Sudahlah papa malas debat."

Sementara itu di depan kamar Zia, Disha mengetuk pintu namun tidak ada sahutan sama sekali dari pemilik kamar. Disha berinisiatif untuk masuk kedalam kamar adiknya namun sayang pintunya sudah terkunci. "Zia ini kakak, tolong buka pintunya." Disha memanggil adiknya untuk membukakan pintu, namun lagi-lagi tidak ada sahutan ataupun tindakan dari Zia. Merasa semuanya akan sia-sia, Disha memutuskan untuk pergi dari kamar Zia dan masuk kedalam kamarnya.

Semetara di dalam kamar, Zia menghela nafas nya setelah berpikir ia baru sadar tidak seharusnya bicara seperti itu pada papa nya. Walau hal itu bukan untuk yang pertama kalinya namun bagaimanapun juga Disha memang lebih unggul dari segi apapun di bandingkan dengannya. Hanya satu yang mungkin belum Disha miliki yaitu seorang kekasih seperti yang di katakan papa nya.

Keesokan harinya Zia telah melupakan kejadian semalam, tidak seperti biasanya kali ini ia ikut sarapan pagi bersama keluarganya. Memang benar apa yang di katakan Saga, lebih baik makan di rumah bersama keluarga yang bisa mempererat hubungan antara satu sama lain.

"Zia minta maaf untuk masalah semalam." Ucap Zia di tengah sarapannya.

"Lupakan dan cepatlah habiskan makanan mu, Saga telah menunggu di luar." Sahut papa nya, namun dengan nada yang datar seolah ia masih kesal pada putri keduanya itu.

"Saga udah jemput? Tumben dia gak chat atau telfon aku."

"Yaudah cepat temui dia, gak enak jika dia harus menunggumu terlalu lama." Sambung mama nya.

Zia hanya mengangguk seraya menghabiskan sarapan nya dan meneguk segelas susu yang telah di buatnya. "Ayo kak berangkat bareng aku." Ucap Zia mengajak kakak nya untuk berangkat bersama. Sungguh hal yang langka untuk Disha, karena ini mungkin untuk yang pertama kalinya ia di ajak bareng oleh adiknya itu. Disha mengangguk mengiyakan ajakan Zia, akhirnya mereka pergi bersama menemui Saga yang telah standby di depan mobilnya.

"Pagi kesayangan." Sebuah kata yang pertama kali Zia ucapakan dengan manja ketika bertemu dengan kekasihnya.

Sapaan Zia di sambut sebuah kecupan di keningnya dari Saga. Disha yang melihat langsung semua itu, ikut merasakan kebahagiaan adik nya walau ada hal lain yang harus ia rasakan dan pendam.

"Kali ini aku ajak kak Disha untuk bareng, kamu gak keberatan kan?" Tanya Zia pada Saga.

"Tentu tidak, ayo masuk." Sahut Saga seraya membukakan pintu mobil untuk kekasihnya dan juga calon kakak ipar nya.

Karena jarak antara sekolah Zia dengan kampus tempat Disha kuliah cukup jauh, Saga memilih untuk mengantarkan Zia terlebih dulu sebelum akhirnya ia mengantarkan Disha. Sesampainya di sekolah seperti biasa Zia meminta jatah pagi nya pada Saga sebagai penyemangat nya. "Bye aku masuk dulu." Ucap Zia pamit pada Saga dan juga Disha. "Hubungi aku jika nanti sudah selesai." Sahut Saga. Sahutan nya di balas anggukan pelan dari gadis yang perlahan melenggang masuk melewati gerbang sekolah.

"Apa kalian seperti itu setiap hari?" Tanya Disha yang cukup penasaran.

"Hm, itu sudah menjadi rutinitas setiap hari."

"Ahh begitu."

Saga tiba-tiba menepikan mobilnya dan menoleh ke belakang, ia rasa cukup aneh jika Disha duduk di kursi belakang sementara di samping nya saja kosong. Tanpa ragu Saga menyuruh Disha untuk pindah ke sebelah nya, awalnya Disha menolak karena merasa tidak enak namun karena Saga yang memaksa akhirnya mau tidak mau gadis itu menuruti perintahnya.

"Begini jauh lebih enak bukan?" Tanya Saga yang melirik sekilas Disha.

Gadis itu mengangguk pelan seraya mengulas senyumnya. "Zia sungguh beruntung bisa memiliki pria sebaik Saga." Batin Disha yang sesekali melirik pria di samping nya.

Jam istirahat di tempat Zia bersekolah, gadis itu melenggang menuju kantin bersama seorang sahabat yang tak lain adalah Vera. Mereka duduk di kursi yang telah biasa mereka tempati dengan menu yang telah selesai di pesannya.

Brakk... seseorang menggebrak meja yang membuat Zia dan Vera kaget, gadis itu langsung mendongak untuk melihat siapa pelaku yang telah berani menganggu nya. Terlihat tiga orang gadis dengan wajah songong dan sok cantik menatap Zia.

"Bangun Lo bangshat!" Ucap Rosie yang melipat kedua tangan di dadanya.

"Ck, apa sih Lo?" Zia beranjak dari duduknya dan membalas tatapan tajam Rosie.

"Dasar ja.lang gak tau diri! Beraninya Lo deketin Yuda!"

"Punya cermin gak Lo? Ja.lang kok teriak ja.lang, ayo Ra udah hilang selera makan gue." Ucap Zia yang dengan sengaja menabrak bahu Rosie.

Tidak hanya sampai disitu, merasa tidak terima dengan apa yang di lakukan Zia terhadapnya, Rosie menjambak rambut Zia dan menamparnya hingga membekas merah di pipi mulus Zia. Tentu saja hal itu memicu amarah Zia yang sempat ia tahan sebelumnya. Ingin rasanya Zia membalas namun ia lagi malas untuk membuat masalah di lingkungan sekolah.

***

Terpopuler

Comments

Pawang thv 🐯

Pawang thv 🐯

visual plis

2023-02-03

0

Imel

Imel

geplak aja sih padahal tuman pisan 😒

2023-02-03

2

🌸 Aprilia 🌸

🌸 Aprilia 🌸

next kak

2023-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!