Bu Ayu duduk disamping Adelia, dia melihat dengan tatapan sedih. Sesekali tangannya mengusap lengan Adelia yang masih menangis, sungguh sangat miris keadaan nya. Bude Ayu sendiri tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Adelia mungkin akan bernasib sama, sedih sepanjang waktu.
" Kamu yang sabar ya Del, kita doakan saja semoga Adam diterima di sisi Allah. Jika kamu terus-terusan sedih menangis seperti ini, aku yakin Adam pun tidak akan bahagia melihat keadaan kamu seperti sekarang ini, pasti dia sangat sedih. Ikhlaskan dia ya, Del."
Mungkin mudah untuk berucap, tetapi yang menjalaninya akan sangat terasa sulit apalagi untuk mengikhlaskan dan itu sama halnya dengan melupakan semua kenangan indah bersama almarhum tersebut. Akan tetapi Bude Ayu tidak bisa berkata apa-apa selain mengingat kan untuk mengikhlaskan almarhum tersebut kepada Adelia yang saat ini benar-benar seperti mayat hidup. Sedikit geram melihatnya karena hari-hari selalu saja menangis, menangis dan menangis tanpa henti seakan stok air matanya itu begitu banyak.
Sudah puluhan kali mbak Bude Ayu mengingatkan untuk istighfar dan mendoakan Adam yang di alam sana, akan tetapi wanita ini selalu saja bersedih seakan tidak terima dengan takdir. Mendengar perkataan bude Ayu, Adelia mengangkat wajahnya dan menatap wanita tengah menatapnya sedih tersebut. Kemudian keluar kembali air matanya.
" Mbak … " Adelia menangis, bude Ayu pun memeluknya erat supaya wanita ini bisa menumpahkan segalanya.
" Kenapa Mas Adam tega meninggalkan aku Mbak. Apa salahku? Bukankah dia sudah berjanji akan selalu bersama hingga tua kelak, tapi kenapa mas Adam berbohong?" Adelia menangis sesenggukan diperlukan bude Ayu. Disini bude Ayu hanya bisa mengusap punggung Adelia lembut dan mendengarkan uneg-uneg Adelia yang masih belum bisa menerima takdir.
" Aku sudah mengatakan padanya untuk tidak pergi, tapi mas Adam masih kekeh ingin pergi juga. Apa mas Adam sengaja ingin meninggalkan aku?"
" Kamu yang sabar ya Del, ini semua sudah takdir Allah." Tak bisa berkata apa-apa lagi, bude Ayu hanya bisa mengingatkan saja.
" Tapi aku gak bisa hidup tanpa mas Adam, Mbak. Aku gak sanggup harus menjalani hidup tanpa mas Adam. Rasanya aku benar-benar gak kuat Mbak, mas Adam segalanya bagiku, tanpanya aku tidak bisa apa-apa?"
Bude Ayu langsung melepaskan pelukannya lalu memandang Adelia. " Jangan seperti itu Adelia, kamu harus kuat, kamu harus ikhlas dengan kepergian Adam. Aku yakin pasti ada hikmah dibalik semua cobaan ini, jangan seperti ini, Adam akan sedih melihat kamu seperti ini."
" Aku sudah berusaha untuk ikhlas Mbak, tapi gak bisa. Hidup aku rasanya hampa. Aku benar-benar gak kuat, aku ingin mati aja Mbak, aku ingin menyusul mas Adam. Aku …"
Plaaaak … ucapan Adelia terhenti gara-gara cap telapak tangan menempel di pipinya, tidak terlalu sakit akan tetapi sedikit perih dan panas. Adelia pun menyentuh pipinya lalu melihat ke arah bude Ayu yang saat ini nampak sangat marah menatapnya tajam.
" Mau mati, hem? Silahkan kalau mau mati. Apa perlu Mbak ambilkan pisau dapur sekarang juga supaya kamu bisa mengiris ulu nadi kamu!" Bentak bude Ayu sangat marah. Adelia terdiam.
" Jika kamu mati mungkin Adam akan senang kamu menyusul nya, begitu kan pikiran kamu? Kalau memang begitu silahkan, Mbak tidak akan melarang perbuatan bodoh kamu itu. Justru Mbak akan senang, dengan begitu Nazwa dan Fatih tidak memiliki orang tua lagi, Mbak bisa menjualnya dengan harga tinggi. Kamu tahukan sekarang ini lagi heboh dengan penjualan organ tubuh manusia dan yang paling diminati adalah anak-anak. Kebetulan sekali keadaan Mbak lagi kesulitan uang sekarang ini."
Adelia terkejut mendengar perkataan bude Ayu, Adelia tidak percaya jika bude Ayu akan mengatakan hal kejam seperti itu apalagi pada kedua anaknya.
" Nazwa, Fatih." Ucap Adelia lirih.
" Ya betul, Nazwa dan Fatih. Kenapa? Baru ingat sekarang jika kamu masih memiliki anak? Anak-anak yang seharusnya kamu tenangkan karena mental mereka akibat kehilangan sang ayah, tapi malah justru mereka lah yang sering menenangkan kamu." Bude Ayu berkata dengan nada mengejek.
" Jika kamu sudah tidak sanggup lagi untuk hidup, silahkan. Mau nangis tiap hari, bahkan kamu mau mati silahkan. Mbak sudah tidak peduli lagi, toh percuma mengingatkan jika semua ini sudah takdir."
" Seharusnya kamu bahagia karena Allah sangat sayang sama Adam. Adam sosok laki-laki yang baik, soleh dan sangat sabar. Mbak yakin Adam sudah sangat bahagia disana, tapi kamu yang terus-menerus menangis dan mengabaikan anak-anaknya, Adam pasti sangat sedih dan kecewa sekali sama kamu." Bude Ayu sangat marah, dia bahkan berkata kasar berharap bisa menyadarkan Adelia yang sangat keras kepala.
Bude Ayu menghela nafasnya kemudian bangkit dari duduknya. Bude Ayu menatap Adelia yang sekarang ini tengah menundukkan kepalanya, Adelia menangis tanpa suara.
" Anak-anak masih kecil, mereka sangat membutuhkan sosok seorang ibu. Mereka belum terlalu mengerti dengan takdir, terutama Fatih. Mereka sangat sedih dengan keadaan kamu seperti ini Adelia, kamu terus-terusan menangis apa kamu pikir mereka tidak ikut menangis? Kamu selalu merasa manusia paling sedih di muka bumi ini, padahal seharusnya anak-anak kamulah yang seharusnya sangat sedih, apalagi di usia mereka yang masih sangat kecil, mereka sangat membutuhkan kamu Adelia."
Bude Ayu menyentuh bahu Adelia menyadarkan jika anak-anaknya lah seharusnya yang paling dikasihani.
" Jangan hancurkan kembali mental mereka dengan kesedihan kamu yang tiada gunanya ini. Jika bukan kamu yang menguatkan mereka lalu siapa lagi? Setidaknya berusahalah untuk hidup demi mereka, demi masa depan mereka. Mbak yakin Allah pasti memiliki rencana yang jauh lebih indah dari semua cobaan ini, Allah tidak akan memberikan cobaan pada umatnya hingga melampaui batas," nasehat bude Ayu.
" Ayo bangun Adelia, ikut Mbak sebentar." Bude Ayu menarik tangan Adelia, Adelia pun bangkit dan mengikuti langkah bude Ayu dengan kebingungan karena bude Ayu membawanya keluar dari kamar.
" Lihatlah mereka, Adelia. Mereka adalah anak-anak yang sangat pintar, disaat kamu pingsan, sakit, menangis mereka lah yang memanggil Mbak dan meminta tolong pada Mbak supaya bisa menenangkan kamu. Mereka sangat khawatir dengan keadaan kamu," ucap bude Ayu.
Adelia menangis melihat kedua anaknya yang sedang tidur nyenyak, Adelia melihat Nazwa tengah memeluk Fatih. Adelia tersadar dia terus -terusan merasa sedih dengan kepergian suaminya hingga melupakan keberadaan kedua anaknya. Adelia terlalu berlarut dalam keterpurukan.
" Maafkan Bunda Nak, maafkan Bunda …"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments