Janda Beranak Dua

Janda Beranak Dua

Bab 1

Terwujudnya TNI yang Profesional, Modern dan Tangguh untuk Mewujudkan Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong-Royong. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi TNI tersebut maka di tetapkan misi. Dan disinilah sebagai seorang prajurit yang taat mematuhi peraturan pemerintah, Adam Arya Kusuma mau tak mau harus pergi keluar kota meninggal ibu kota dan keluarga demi misi yang dia jalani.

" Jangan sedih, aku tidak pergi lama cuman 3 bulan aja di sana. Percayalah, aku akan secepatnya pulang dan kita akan berkumpul kembali, ini hanya perpisahan sesaat sayang." 

Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Adam sebelum pergi melakukan misi, tak ada yang tahu jika takdir sudah berkata, maka inilah yang terjadi. Hanya bisa pasrah dan mengikhlaskan kepergiannya supaya tenang di alam baka. Namun hati tidak bisa dibohongi ternyata untuk mengikhlaskan seorang suami itu sangatlah sulit, apalagi sudah hampir 7 tahun mereka hidup bersama, menghadapi keadaan suka maupun duka, dan begitu banyak cobaan cobaan yang mereka hadapi saat bersama semuanya akan terasa indah dan sekarang keindahan itu hancur semuanya, harapan untuk masa depan pun seakan sirna.

" Dasar pembohong! Kau penipu besar Mas nyatanya kau tidak pernah kembali, kau tidak kembali pada kami."

Hati mana yang tak sedih, istri mana yang tak menangis ditinggalkan pergi untuk selama-lamanya walaupun dia berusaha untuk mengikhlaskan namun hatinya tetap lah tidak bisa. Semua kenangan indah itu selalu saja teringat, terbayang di kepalanya. Bagaimana bisa dia melupakan suaminya tersebut dan melupakan kenangan indah itu. 

Adelia menangis histeris di dalam kamar sejak kepergian suaminya 3 bulan yang lalu Adelia tidak pernah lagi ceria seperti dulu senyuman indah tawa bahagia itu seakan sirna dalam dirinya dia bagaikan mayat hidup. Belahan jiwanya hilang begitupun juga dengan dirinya. 

Adelia masih dalam keadaan terpuruk dia setiap malam selalu saja menangis histeris mengingat kenangan indah bersama suaminya walaupun dirinya sudah memiliki kedua anak namun rasa tak berdaya kehilangan suami itu tak mampu membuat dirinya menjadi kuat. Adelia pandangi sebuah foto di mana suaminya dan dirinya di sana terlihat senyum bahagia Adel pun memeluknya bahkan menciumnya dan mengajaknya berbicara seakan gambaran foto tersebut bisa berbicara.

" Bukannya kita sudah berjanji Mas akan membahagiakan kedua anak kita bersama, membesarkan mereka bersama hingga melihat cucu dan cicit kita kelak. Mana janjimu Mas, mana." 

" Mengapa kamu tega meninggalkan aku Mas, apa salahku … bukankah kita sudah berjanji untuk hidup selamanya bersama, apa kamu sudah tidak mencintai aku lagi Mas, jawab Mas, jawab."  

Adelia kembali menangis histeris sambil memandangi foto suaminya tersebut.

" Kan aku sudah bilang Mas, untuk jangan pergi. Tapi kenapa kamu masih nekat juga untuk pergi Mas, apa kamu sengaja ingin pergi menjauh dariku?" 

Adelia ingat betul saat itu di mana dia mengatakan kepada suaminya sebelum keberangkatan bahwa dirinya tidak ingin suaminya pergi untuk melakukan misi tersebut. Akan tetapi suaminya yang bernama Adam itu tetap meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja, tapi kenyataannya semuanya apa yang Adelia rasakan ternyata benar, dan ternyata firasat nya itu benar.

Flashback sebelum keberangkatan Adam. 

Saat itu di kota pulau Jawa tengah dilanda musibah bencana gempa yang begitu dahsyat hingga banyak korban jiwa yang tertimbun oleh reruntuhan. Adam lelaki berusia 32 tahun adalah seorang TNI dia pun ditugaskan untuk membantu kepolisian dan tentara di pulau Jawa tersebut untuk mengevakuasi para warga dan mencari korban yang belum diketahui sehingga mau tak mau Adam pun mengikuti perintah tersebut.

Sementara itu Adelia sedang membereskan baju-baju suaminya ke dalam koper dia duduk melamun hatinya resah dan gelisah tidak tahu sebenarnya apa yang dia rasakan, namun perasaannya sungguh tidak enak. 

" Mas bisa nggak kalau kamu tidak usah ikut pergi," kata Adelia ragu.

" Kenapa, hemmm." 

Adam duduk di samping istrinya dan membelai lembut rambut panjang Adelia.

" Aku nggak tahu Mas tapi perasaanku benar-benar nggak enak, seakan takut akan kehilangan. A-aku takut Mas, kamu pergi jauh dari kami." 

Cairan bening kristal keluar begitu saja dari kelopak Adelia dia tidak tahu mengapa dia menangis hatinya benar-benar menolak akan kepergian Adam kali ini.

" Kok ngomongnya gitu, kan aku pergi nggak lama sayang cuma 3 bulan aja. Lagian selama ini aku sering pergi ke luar kota, bukan. Bahkan sampai jauh ke Papua sana 1 tahun 2 tahun malahan, nggak apa-apa 'kan, nyatanya aku kembali dengan keadaan selamat sehat walafiat dan bisa berkumpul kembali, percayalah semuanya akan baik-baik saja." 

Adam berusaha untuk meyakinkan Adelia.

" Tapi Mas …" 

" Ssstttt …" Adam meletakkan telunjuk di bibir Adelia.

" Jangan berpikir yang macam-macam percaya dan yakin semuanya akan baik-baik saja." Adam menarik Adelia kedalam pelukannya.

" Kamu tahu kan aku ke sana itu untuk membantu mengevakuasi korban sayang, supaya lekas selesai. Kasihan mereka apalagi untuk sanak keluarga yang kehilangan yang masih belum ditemukan jasadnya. Apa kamu tidak kasihan dengan mereka, tidak kasihan dengan jiwa mereka yang tidak tenang karena jasadnya masih belum dikuburkan secara resmi." 

Adelia terdiam, sejujurnya dia sendiri tidak tahu mengapa hatinya sangat resah dan gelisah seakan takut kehilangan itu benar-benar menghantui dirinya. Namun dia juga tidak bisa memaksa kan untuk melarang suaminya pergi karena memang sudah menjadi tugasnya sebagai abdi negara. Adelia memejamkan kedua matanya sambil memeluknya erat.

Keesokan paginya Adam sudah bersiap-siap koper segala barang yang akan dibawa sudah berada di dalam bagasi mobil saat ini keluarga kecil yang nampak bahagia itu tengah berkumpul sambil menikmati sarapan pagi.

" Nanti kalau ayah pulang jangan lupa bawa oleh-oleh ya," kata Fatih anak kedua Adam dan Adelia laki-laki berusia 3 tahun itu berbicara dengan mulut penuh dengan makanan sehingga membuat tawa semua yang ada di sana sebab lucu sekali melihatnya.

" Kamu kalau lagi ngomong itu telon dulu makanannya," tegur Adelia gemes sambil mengelap sisa makanan yang berada di mulut anaknya tersebut.

Fatih pun buru-buru mengunyah kemudian menelannya dan menunjukkan kepada Adelia jika mulutnya saat ini tengah kosong. 

" Kalau Pati nggak bilang nanti ayah lupa," jawabannya dengan nada cadel. 

" Yang nggak dong, pasti ayah belikan tapi janji untuk tidak nakal, tidak rewel dan tidak bandel. Dan harus dengar apa ucapan bunda, oke." Kata Adam. Fatih pun mengangguk setuju.

" Oke …" ucapnya.

" Kakak juga mau," sela anak sulungnya, Nazwa berusia 5 tahun tak mau kalah.

" Iya nanti Ayah belikan, tapi kalian harus janji satu hal sama ayah untuk menjaga bunda, turutin apapun yang bunda katakan, dan tegur bunda jika apa yang dikatakan bunda itu salah. Jadilah anak sholeh dan sholehah ya, dan selalu berbakti kepada orang tua. Kalian harus saling menjaga, saling melindungi satu sama lain. Selama ayah tidak ada kalian harus yang pintar ya, nak. Jangan menyusahkan bunda, oke." 

" Oke …" jawab kedua anaknya, Adam tersenyum senang lalu membelai rambut anak-anaknya tersebut. Sementara Adelia hanya tersenyum memperlihatkan saja, walaupun perasaan nya semakin resah dia tetap tersenyum dan mengizinkan suaminya itu pergi untuk melakukan tugasnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!