Gisel memandangi angka yang muncul dari layar lift yang dia naiki saat ini bersama Adit. "4, 5, 6 .... astaga, lama sekali lantai 10," rutuknya dalam hati.
Saat ini, Gisel dan Adit sedang menuju ke tempat raga Gisel dirawat. Begitu Adit mengatakan bahwa dirinya dirawat di rumah sakit yang sama dengan Kanaya, Gisel langsung meminta Adit untuk mengantarkannya ke tempat itu, dan meninggalkan Tika di kamar rawatnya.
Selama lift yang mereka tumpangi itu membawa dirinya ke atas, di kepalanya muncul pertanyaan-pertanyaan baru. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan juga Kanaya? Apakah mungkin jiwa Kanaya sekarang ada di dalam tubuh Gisel sama seperti dirinya saat ini?
Ting ...
Tepat di saat lift berhenti bergerak, pikiran Gisel juga ikut terhenti. Terutama saat dia melihat dua orang pengawalnya sedang berdiri di depan selasar. Dia lupa, dia akan mengunjungi CEO Skylar Corp. Bagaimana mungkin tempatnya dirawat bebas dimasuki sembarang orang?
"Kalian mau kemana? Ini bukan tempat umum," kata seorang pengawal menghalangi mereka untuk melangkah lebih jauh dari lift yang baru saja mereka tumpangi.
Gisel melihat Adit yang juga terlihat gugup karena tidak tahu harus mengatakan apa. Segera Gisel menariknya menjauh dari para pengawal itu.
"Adit, apakah kamu bisa menghubungi ayahmu? Minta tolong padanya untuk menjemputmu," bisik Gisel. Adit pun segera mengambil ponsel dari saku celananya, lalu melakukan seperti yang diminta Gisel.
Tak lama kemudian, dari ujung selasar, Gisel melihat sosok Pak Rendi tengah berlari menuju ke arah mereka. Begitu sampai, Pak Rendi langsung menyeret Adit ke tempat yang agak jauh dari para pengawal.
"Kamu ngapain disini? Kan tadi bilangnya mau nengok Kanaya? Kenapa Kanaya malah dibawa kesini?," kata Pak Rendi setengah berbisik.
"Anu, Pa ... Aya yang minta mau kesini," kata Adit panik.
Pak Rendi menatap Gisel dengan tatapan keheranan. Tapi, sebelum Pak Rendi bertanya, Gisel langsung memohon padanya.
"Saya minta tolong, pak. Saya ingin melihat Gisel," pinta Gisel memelas.
"Kamu tahu Bu Gisella?," tanya Pak Rendi yang keheranan memandangi sahabat anaknya itu tengah memohon pada dirinya.
"S-saya ... saya, saya mengidolakannya. Saya janji tidak akan membuat keributan. Saya hanya ingin melihatnya," seru Gisel beralasan.
Gisel tidak menyangka dia akan mengatakannya. Akan sangat aneh jika mereka tahu Kanaya yang sebenarnya adalah Gisel. Dia merasa geli saat membayangkan dirinya dalam tubuhnya sendiri dan mengatakan bahwa dia mengidolakan dirinya sendiri.
Pak Rendi terlihat sedang bergumul dalam hatinya. Gisel tahu akan sangat sulit membiarkan orang asing masuk ke dalam. Tapi, saat ini dia sangat berharap ada keajaiban yang membuat kedua pengawal itu membiarkan Pak Rendi membawa dirinya dan juga Adit masuk ke dalam.
"Saya akan coba. Tapi ... saya nggak janji, ya," kata Pak Rendi.
Pak Rendi berjalan menghampiri kedua pengawal itu. Gisel melihat Pak Rendi yang sedang berbicara dengan mereka dengan cemas. Entah apa yang mereka bicarakan. Sesekali mereka melihat ke arah Gisel dan Adit berdiri. Setelah beberapa saat, Pak Rendi melambaikan tangannya memanggil Adit dan juga Gisel. Seketika itu juga, Gisel bernapas lega.
"Aku maafkan kalian kali ini," kata Gisel dalam hatinya merutuki para pengawalnya itu.
Jika seandainya Gisel bukan di dalam tubuh Kanaya, tentu dia akan memarahi mereka habis-habisan. Gisel sudah tidak mau memikirkan alasan apa yang dipakai Pak Rendi, yang penting dia bisa masuk saat ini.
Gisel menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan saat dia akan memasuki sebuah kamar rawat VVIP menyusul Adit dan juga Pak Rendi yang sudah lebih dulu masuk. Dia menyiapkan hatinya untuk bertemu dengan tubuhnya sendiri.
Tapi, saat dia masuk dan melihatnya sendiri, semua yang dibayangkannya seakan runtuh. Gisel sudah membayangkan dirinya akan berbincang dengan raganya, tapi sekarang yang dia lihat malah kebalikannya.
Tubuhnya terbaring lemah di atas tempat tidur dengan banyak alat yang terhubung pada tubuhnya itu. Bunyi yang keluar dari alat tersebut memberikan gambaran yang cukup jelas pada Gisel bahwa tubuhnya saat ini tidak baik-baik saja.
"Bu Gisella saat ini sedang koma karena kecelakaan itu. Hanya orang-orang tertentu yang tahu soal ini. Karena itu, pengamanan sangat ketat akhir-akhir ini. Tadi papa bilang kalian adalah kenalan Bu Gisella. Jadi kalian diperbolehkan masuk. Tapi, jangan lama-lama, karena kalau ketahuan, nanti papa yang akan dimarahi," jelas Pak Rendi.
Tentu saja, ini harus dirahasiakan, atau akan ada keributan di antara para pemegang saham. Mereka akan menganggap Gisel tidak berkompeten lagi. Jika sampai Gisel digantikan, proyek pembangunan kota baru akan terancam tertunda dan mengalami kerugian parah. Ini akan jadi bencana besar bagi Skylar.
Setelah beberapa saat berada di sana, Gisel akhirnya mengajak Adit untuk kembali. Sepanjang perjalanannya kembali, kepalanya terus dipaksanya untuk berpikir.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah ini yang namanya tukar tubuh seperti yang di film-film itu? Kalau jiwaku ada di tubuh Kanaya, lalu kemana jiwa Kanaya? Mengapa ragaku masih koma?," pikir Gisel berulang-ulang. Semakin keras dirinya berpikir, dia tetap tidak bisa menemukan alasan yang jelas mengapa raganya koma, sedangkan Kanaya tidak?
Bunyi denging itu kembali lagi terdengar di telinganya. Gisel merasakan lagi sakit yang luar biasa di seluruh bagian kepalanya. Tenaganya seperti tersedot lalu habis. Gisel menjadi lemas dan tidak sanggup lagi untuk berjalan.
"Aya! Ada apa? Kamu kenapa?," tanya Adit yang panik melihat sahabatnya itu terjatuh dan terduduk di lantai selasar yang mengarah ke kamar rawat.
Tapi Gisel tidak bisa menjawab apapun. Kepalanya terlalu sakit hingga mengakibatkan denging yang dia dengar semakin keras.
Semakin lama, semakin banyak orang yang datang menghampirinya. Dan semakin lama, dia sudah tidak mampu lagi menahannya. Gisel akhirnya menutup matanya dan tidak sadarkan diri.
......................
Sekali lagi, Gisel serasa dibawa ke suatu tempat yang tidak dia ketahui. Kali ini dia sedang berdiri di balik pintu, mengintip dua orang wanita yang baru dia kenal kemarin, Clara dan Nabila. Mereka sedang berbicara berdua di sebuah ruangan yang terlihat seperti dapur.
"Dengar, Nabila. Jadilah anak yang baik agar dia bisa menyayangimu, bahkan kalau perlu buatlah dia lebih menyayangimu daripada anaknya sendiri," kata Clara.
"Aku bosan, Ma. Dia selalu mengatur-aturku. Memangnya dia siapa? Ayahku juga bukan. Dia cuma ayah tiriku. Dan aku tidak akan pernah mengakuinya sebagai ayahku," kata Nabila yang merengut sebal.
"Bersabarlah, Nabila. Kita hanya perlu harta kekayaannya. Begitu kita sudah merebut semuanya, maka kita sudah tidak membutuhkannya lagi. Setelah itu, terserah kamu. Tapi sekarang, bersabarlah! Jangan buat usahaku selama ini sia-sia," bujuk Clara.
......................
Gisel sontak terbangun dari tempat tidurnya. Seperti mimpi sebelumnya, tubuhnya seperti dihempaskan ke bawah hingga membuatnya terbangun. Kali ini Gisel yakin yang dia lihat barusan itu bukanlah mimpi.
"Aya, kamu nggak apa-apa? Mengapa kamu menangis? Apakah ada yang sakit?," tanya Adit yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Gisel mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. Dilihatnya, tangannya basah setelah dia mengusap wajahnya.
"Menangis lagi? Mengapa aku menangis? Aku tidak sedang bersedih?," batin Gisel.
"Apa yang membuatku menangis? Mimpi tadi? Bukan, itu bukan mimpi. Itu ingatan. Tunggu ... jika aku menangis karena ingatan itu, berarti ... jiwa Kanaya masih ada di dalam sini? Apakah itu mungkin? Dalam satu raga ada dua jiwa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments