BAB 04 ~ Psikiater? ~

Lita percepat langkahnya untuk imbangi langkah kaki Levy yang lebih panjang. Rok hitam panjangnya terkadang mengganggu langkah kakinya. Sejak tinggalkan ruangan wakil rektor tiga bidang kemahasiswaan mereka tak bicara sepatah katapun. Agak janggal bagi orang yang memang punya niat keras bertemu.  

"Oke Lita bicaralah," ujar Levy ketika mereka telah berada di area parkiran kampus.

"Hei! Saya yakin kamu lakukan hipnotis pada Heru, betulkan?" tukas Lita penuh emosi, "kenapa kamu lakukan itu!"

"Saya ingin percepat percakapan, Orang seperti dia susah untuk percaya atau dipercaya!"

"Bagaimana dengan saya, Mengapa saya mendadak tidak dapat bicara?" tanya Lita, "apa yang kamu lakukan pada saya!" 

"Silent Treatment Manipulation!"

"Saya pernah lihat orang lakukan seperti itu sebelumnya di TV, tapi apa yang kamu lakukan sangat bagus sekali," puji Lita.

"Saya anggap itu pujian," Levy menerima pujian dari Lita, "terima kasih."

"Kapan waktu tepatnya kamu lakukan trik itu pada saya?" Lita penuh rasa ingin tahu, "kapan!"

"Ketika saya bilang, tenang Lita!"

"Wow! luar biasa," pekik Lita setelah ia berhasil mengingat dengan baik momen Levy ucapkan kata "tenang Lita".

"Hebat! kamu bisa mengingatnya!"

Sambil acungkan jempol Lita beri pujian pada Levy. "Kamu memang psikiater yang hebat," 

"Terima kasih!"

"Hebat, benar-benar hebat!" Lita memuji Levy berkali-kali, "bahasa kamu juga sangat lancar sekarang!"

"Saya belajar dengan giat!"

"Hebat!" Kembali Lita acungkan jempolnya ke arah Levy.

Untuk sesaat mereka diam. Lita melihat area parkiran yang telah kosong. Adapun Levy tampak menarik napas dalam-dalam. Sepertinya ia sangat menikmati dinginnya angin pegunungan yang semakin kencang berhembus ke arah mereka. 

"Saya suka tempat ini!" ujar Levy seraya menoleh ke arah Lita.

"Bagaimana kamu bisa tahu tempat saya mengajar?" tanya Lita yang mulai rasakan ada kejanggalan selain rasa kagum akan kemampuan Levy.

Levy menunjuk ke arah relief besar tepat di depan mobil Lita parkir. Huruf balok yang terbuat dari semen yang bertuliskan nama universitas tempat Lita mengajar. Tulisan itu sangat besar dan dapat dibaca dari bawah jalan raya yang ada dibawah area kampus.

"Bagaimana bisa?"

"Saya jawab sekarang? Tapi kamu sudah mulai kedinginan!" ujar Levy yang melihat getaran-getaran kecil pada tubuh Lita.

"Bagaimana kalau kamu jawabnya dalam mobil saja," pinta Lita. Ia sadar bahwa tak lagi kuasa menahan hawa dingin yang bertiup dari pegunungan lebih lama lagi.

Melihat anggukan Levy sebagai tanda setuju, cepat Lita buka pintu mobilnya dan segera masuk kedalamnya. Ia pun segera hidupkan mesin mobil. Atur suhu mesin pendingin mobil agar embun pada kaca segera hilang. Terutama pada kaca depan. Tak lupa ia nyalakan lampu besar. 

Levy masuk ke dalam mobil milik Lita yang berjenis city car itu. Ia pun melepas topi Laib dari jok bagian kepala. Topi berupa maskot piala dunia Qatar itu merupakan salah satu isi paket kiriman Levy beberapa hari yang lalu.

"Pakai ini biar kepala kamu jadi hangat," ujar Levy sambil berikan topi Laib itu pada Lita.

"Oh ya, saya belum bilang terima kasih atas hadiahnya, Terima kasih Levy" Lita ucapkan terima kasih pada Levy dan letakkan topi itu pada jok belakang.

"Kenapa tidak dipakai?" tanya Levi seraya anggukan kepala sebagai tanda ia menerima rasa terima kasih Lita. 

"Sebentar juga akan hangat kalau di dalam, Dapat topi itu darimana Lev?"

"Ada teman beri pada saya," jawab Levy sambil mengatur mundur jok mobil Lita agar tercipta ruang yang nyaman untuk kakinya.

"Oh begitu baik sekali dia, padahal susah banget dapatnya," jawab Lita sambil tersenyum melihat kesulitan yang harus dialami Levy dalam upaya mengatur posisi duduknya.

"Kata dia topi itu banyak lagi peredarannya setelah hari ketiga penutupan," jawab Levy sambil menurunkan sandaran kursi kali ini, "rupanya masih banyak peminat."

Lita anggukkan kepala tanda setuju pada  pendapat Lev terakhir, "Tapi kamu belum jawab pertanyaan cara tahu tempat saya mengajar, Jawab dong Lev!"

"Melalui Clairvonyance!"

"Apa lagi itu?"

"Kemampuan mendapat suatu pandangan tanpa melihat secara langsung!"

"Saya tidak menyangka kalau kemampuan psikiatris kamu sedemikian hebat! Seperti bukan manusia lagi, penuh daya magis!" ungkap Lita penuh rasa kagum  "sepertinya berkah pada diri kamu telah dapat kamu maksimalkan."

Lita amat kagum pada Levy. Sebagai orang berpendidikan ia sangat mengerti bahwa berkah tidak akan berkembang tanpa latihan. Lita harus akui kehebatan Levy sebagai psikiater. Nyaris sempurna, atau bahkan telah mencapai tingkatan tertinggi di bidang psikiatris.

"Betul, semua itu saya dapatkan dalam jangka waktu lama," Levy pun tersenyum penuh rahasia.

"Oke, kalau begitu kemana kita sekarang," tanya Lita setelah lakukan gerakan mundur pada mobilnya.

"Oh, ini … teman saya telah pesan kamar  hotel untuk saya," ujar Levy sambil tunjukkan kartu nama sebuah hotel yang ia ambil dari saku bajunya, "apakah kamu tahu tempatnya?"

Sekilas Lita dapat melihat lambang hotel pada kartu nama itu lalu berkata, "tentu saja tahu, hanya lima belas menit dari sini!"

"Oh begitu ya, bagus sekali!"

"Biar saya antar kamu kesana?"

"Bukannya memang harus begitu,"jawab Levy sambil melihat ke arah Lita yang berada di belakang kemudi.

Lita tertawa dengarkan perkataan Levy. Ia mengerti memang sudah kewajiban tuan rumah untuk melayani tamunya. Lita pun mulai jalankan mobilnya. 

Lita sangat paham lokasi hotel dan kondisi hotel tersebut. Hotel mahal yang sangat ramah pada wanita. Hotel yang memiliki lounge yang mewah, lengkap dengan minuman yang enak dan mahal. Konon banyak didatangi wanita cantik sebagai tamunya.

"Kemajuan Bahasa Indonesia-mu sangat luar biasa," Lita ulangi berikan pujian pada Levy di sela-sela berkendara.

"Iya, semenjak putuskan untuk ke sini saya terus belajar dan memanggil kembali memori saya akan bahasa!"

"Sepertinya kamu tidak begitu asing dengan Indonesia."

"Beberapa keluarga pernah ada hubungan dengan orang Indonesia, bahkan sepupu saya pernah punya pasangan orang asal Indonesia!"

"Oh ya?"

"Saya juga pernah kesini, tapi sudah lama sekali!"

"Oh begitu ya," ujar Lita, "apakah kamu sudah hubungi mereka?" tanya Lita.

"Saya rasa tidak perlu, mereka akan dapat rasakan kedatangan saya!"

"Apa selain ingin membantu klub sepak bola kami, kamu punya niatan lain disini? tanya Lita penuh rasa ingin tahu, "mencari mereka misalnya?"

"Sudah saya bilang, mereka akan bisa rasakan kedatangan saya!" jawab Levy, "niatan lain? kalau bisa tebak dengan senang hati saya akan mengiyakannya."

Lita ingin sekali tahu alasan Levy datang serta rela tinggalkan negaranya. Adalah sangat mustahil jika hanya untuk berikan pertolongan dalam mengelola klub sepak bola kampus. Tapi Lita tak berani menebak niatan Levy lebih lanjut.

"Apakah keluarga kamu psikiatris semua, hingga punya penglihatan khusus?" tanya Lita.

"Tidak, kebanyakan mereka dapat rasakan kehadiran saya dari udara," jawab Levy.

"Lewat udara? Bau begitu? Wah, keluarga ular rupanya ya!" ujar Lita sambil tertawa, "Eh ketika melihat relief yang berada di kampus kemarin, apakah kamu melihat saya?"

"Iya," jawab Levy.

"Wow, Apa yang kamu lihat?" Lita semakin penasaran atas jawaban-jawaban yang Levy lontarkan. "sungguh bakat yang luar biasa!"

"Keadaan dan di posisi parkir yang sama saat kamu bicara dengan Laib," jawab Levy.

"Bisa kasih tahu waktunya dengan tepat?" pinta Lita

"Siang kemarin!" Levy menjawab dengan pasti.

"Apakah kamu dengarkan apa yang saya katakan pada Laib," tanya Lita dengan harap-harap cemas. Ia sadar apa yang ia katakan saat itu.

"Tidak, saya tidak dapat mendengar," jawab Levy.

Lita bersyukur bahwa Levy tidak dapat mendengar perkataannya. Bila saja Levy dapat mendengar tentulah dirinya akan merasa sangat malu. Lita masih punya pandangan tak pantas jika seorang gadis utarakan rasa kangen atau cinta terlebih dahulu. 

"Kalau cara kamu bisa sampai ke ruang Heru!" tanya Lita penuh keingintahuan,  "bagaimana pula itu caranya?"

"Kamu sudah terlampau banyak tanya Lita!"

"Iya.. tapi dijawab dulu!"

"Relatif sama dengan keluarga saya," jawab Levy, "saya ikuti jejak kehadiran kamu di udara," 

"Bau badan maksud kamu? Kita bertemu sudah lebih dari seminggu lho!" Lita heran sekaligus gusar terkait bau badannya.

"Iya, bau setiap manusia kan berbeda, dan kita cukup lama mengobrol!"

"Ah yang benar?"

"Iya, apakah kamu masih bisa rasakan bau khas dari tubuh mama kamu," jawab Levy sekaligus berikan bukti konkret pada Lita.

"Masih!"

Secara konsep Lita sangat mengerti akan penjelasan Levy. Belakangan telah banyak pula penelitian terkait bau badan manusia. Bahkan memiliki tujuan yang sama seperti Levy. Yaitu menjadikan bau badan sebagai identitas. Sungguh itu memiliki persamaan konsep dengan yang dilakukan Levy. 

"Terus, bagaimana cara kamu melacak," tanya Lita. 

"Ada dua tempat yang kuat jejaknya, lantai dua dan ruang Pak Heru tadi," Levy beri penjelasan jejak dari bau badan Lita.

Banyak pertanyaan yang telah diajukan dan semua dijawab tanpa ragu oleh Levy. Kini saatnya Lita memikirkan dan menilai jawaban Levy. Harus ada kesimpulan yang diambil Lita tentang pribadi Levy. 

Pada lantai dua terdapat ruang dosen. Lita akan berada disana minimal dua kali jika ada hari dan jam mengajar di kampus. Ada benarnya jika bau badan tertinggal atau menempel pada benda-benda yang ada di sana. 

Adapun ruang khusus rektorat berada berada di lantai empat. Selama seminggu ini, telah tiga kali ia berkunjung dan lakukan percakapan disana. Jika Levy benar adanya memiliki kemampuan seperti itu maka akan sangat mudah ia dapat temui Heru di ruangannya.

Prediksi Lita perjalanan akan memakan waktu lima belas ternyata salah. Kondisi jalan sebabkan mereka tiba lebih awal dari perkiraan. Perlahan mobil yang mereka tumpangi melintas di jalan masuk hotel Hingga berhenti tepat di depan lobi hotel. 

"Nah sebelum lima belas menit kita sudah sampai," Suara Lita pecahkan keheningan yang terjadi untuk beberapa saat.

"Kamu tidak naik dulu?"

"Sebaiknya tidak, Kamu harus istirahat masih banyak yang akan kita bicarakan besok!"

"Baiklah, tapi besok kamu harus kunjungi saya ya!"

"Oke!"

Lita kembali jalankan mobilnya. Dari kaca spion ia melihat Levy berjalan memasuki lobi hotel. Levy mengaku baru datang dari luar negeri tapi praktis tanpa bawaan sedikit pun. Itu cukup mengganggu pikiran Lita. Utamanya kemampuan Levy yang sudah berada di luar batas kemampuan manusia normal. 

Hmm.. siapakah kamu sebenarnya Levy gumam Lita dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!