"Ayolah Dito ngaku sajalah!" Desak Lita pada anak didiknya itu.
"Dari tadi juga saya sudah ngaku kan Bu? Tapi benar uang itu tidak pakai saya untuk kepentingan pribadi!" jawab Dito
"Tapi saya dapat informasi dari bagian keuangan banyak beban biaya yang tidak bisa kamu buktikan!" Lita bantah argumen Dito.
"Kalau itu benar ibu, Saya pernah kasih bukti tapi malah ditolak, dianggap tidak sah!" jawab Dito sedikit ngotot.
"Dianggap tidak sah gimana?" tanya Lita dengan nada tinggi.
"Saya tetap dituduh memakai dana untuk kepentingan pribadi," jawab Dito tetap dengan gaya ngototnya, "padahal semuanya untuk tim dan nama baik kampus!"
"Apa contohnya Dit?" Lita terlihat melemah.
"Saya pernah pakai pemain tarkam Bu," jawab Dito.
"Tarkam? Maksudnya!" Lita tidak mengerti maksud dan arti perkataan Dito.
"Saya terpaksa pakai pemain bayaran," jawab Dito coba jelaskan definisi tarkam yang merupakan singkatan dari tarikan kampung, "kami kurang orang Bu!"
"Sudah.. sudah! Nanti saja kamu jelaskan sama Coach Levy!" ujar Lita seperti tak mau ambil pusing dengan istilah yang tidak ia mengerti.
"Levy siapa Bu?" tanya Dito.
"Pelatih kita yang baru, Mudah-mudahan?" Jawaban Lita seperti tak pasti.
"Hebat Ibu ini, sekarang kita punya harapan," Dito ucapkan pujian tulus pada Lita.
"Justru itu Dit, kasus ini bisa saja bikin dia batal bergabung," Tercium ada kecemasan dari jawaban Lita.
"Maafkan saya Bu, tapi benar saya tidak pernah gunakan untuk kepentingan pribadi saya Bu," Dito tetap pada pengakuannya.
"Saya percaya kamu, tapi keputusan bukan di saya ya!" ujar Lita, "ngerti kamu!"
"Saya siap ngejelasin ke … pelatih baru," jawab Dito ragu untuk sebut nama Levy, "kalau dia profesional pasti dia ngerti."
"Mr. Levy namanya!" tegas Lita, "kalau dia benar profesional pasti kamu dianggap salah!"
Dito terlihat nyengir dengarkan kata-kata Lita terakhir. Ia renungkan pernyataan itu. Pernyataan dosennya itu ada benarnya.
"Bule ya Bu?" Dito coba lari dari bahasan arti kata profesional yang jelas-jelas ia sudah pasti salah.
"Iya, orang Bulgaria keturunan Rumania," Lita coba terangkan asal pelatih mereka yang baru.
"Mantap Bu, pelatih asal Balkan yang Ibu dapat," puji Dito, "permainan skill tinggi itu Bu!"
Lita curiga Dito paham sejarah dan teknik sepak bola negara asal Levy. Timbul rasa malas Lita untuk bahas latar belakang Levy. Khawatir akan kalah saing, Lita alihkan bahasan tentang Levy.
*Nanti kalau ketemu saya akan ceritakan permasalahan laporan keuangan kita," Lita akan bicara masalah keuangan dengan Levy.
"Siap Bu, tapi hati-hati Bu sama keturunan orang Rumania," Sambil beralih Dito coba takuti Lita dengan perlihatkan jari-jarinya yang dibentuk seolah-olah membentuk sebuah cakar.
"Jangan macam macam kamu Dit!" ancam Lita begitu melihat Dito peragakan sebuah jari monster berkuku panjang.
Dito berpura-pura tak dengar ancaman Lita. Agaknya ia puas berhasil menggoda dosen yang amat peduli pada tim sepak bola kampus. Dito tinggalkan Lita, yang terlihat seperti terganggu dengan candaan yang dibuat Dito.
Apa yang jadi candaan Dito sempat pula Lita jadikan bahan pikiran. Tadi malam Lita dengan sengaja perhatikan Levy melalui kaca spion. Ia ingin pastikan ada bayangan Levy pada kaca spion. Lita yakin makhluk bukan ras manusia tidak akan terlihat pada cermin.
Tak hanya sampai disitu, topi maskot bentuk Laib pun Lita periksa. Ia berharap pada cinderamata asal Qatar itu terdapat kamera rahasia atau alat pengintai lainnya. Sangat sulit menerima bahwa ada manusia normal memiliki kemampuan Clairvoyance atau Kewaskitaan yang amat sempurna.
Sayangnya Lita tidak temukan hal yang mencurigakan pada Laib. Artinya Levy patut dicurigai bukan sebagai manusia biasa. Lita harus selalu waspada, meski Levy memang selalu terkesan baik dan sangat peduli pada dirinya.
...** ...
"Dokter Lita sudah perkenalkan Mr. Levy pada anggota tim," Tiba-tiba Heru yang baru turun dari tangga bertanya pada Lita.
Lita sangat terkejut dengan sapaan Heru yang ternyata berupa pertanyaan. Dengan tergagap ia menjawab, "Belum Pak, ada apa ya Pak?"
"Tapi Dokter Lita sudah ambil hasil audit pastinya kan? tanya Heru, "soalnya saya tadi dari sana!"
"Sudah!" jawab Lita penuh kecurigaan jika pertanyaan Heru tidak akan selesai sampai di sana "maksudnya apa ya Pak?"
"Kabarnya Pak Dekan akan turut serta berikan keputusan dalam masalah ini!" jawab Heru.
"Kenapa begitu Pak? Tumben-tumbenan!" ujar Lita bermaksud menyinggung para petinggi kampus yang selama ini terkesan tak peduli.
"Pak Dekan merasa mahasiswa yang ada di laporan keuangan itu adalah bagian dari tanggung jawabnya!" pungkas Heru.
Ada benarnya jika dekan fakultas bersikap demikian, pikir Lita dalam hati. Ini terkait salah seorang anak didik yang langsung berada dibawah naungan dirinya, Lita membatin
Lalu Heru lanjutkan perkataannya, "Bagus kalau Dokter Lita belum kenalkan Mr. Levy ke Pak Dekan, Bisa saja nanti beliau malah menolak program klub sepak bola dilanjutkan."
"Kok bisa begitu Pak," tanya Lita sedikit cemas.
"Klub sepak bola tanggung jawabnya ada di prodi fakultas keguruan jurusan olahraga." ujar Heru."oknum mahasiswa yang terlibat juga ada di fakultas keguruan kan?"
Apa yang dikatakan Heru ada benarnya. Secara tidak langsung masalah itu telah bertambah berat dengan adanya laporan audit. Mau tak mau Lita harus sampaikan pada Levy terkait perkembangan masalah baru yang harus mereka hadapi.
...**...
Selesai praktik sore, Lita putuskan untuk menemui Levy di hotel. Ini saatnya ia butuh rekan untuk diajak bicara. Walau jati diri kemanusiaan Levy sendiri masih Lita ragukan.
Lita sangat berharap ada satu keputusan pada hasil pembicaraan nanti. Anehnya, Lita ingin sekali keputusan akhir adalah Levy bersedia gunakan kekuatannya lagi seperti ketika mengatasi Heru tempo hari. Sepertinya kemampuan manipulatif Levy telah jadi hiburan tersendiri bagi Lita.
"Tolong kamar atas nama Zhelev Hristov!" Lita berkata pada petugas resepsionis.
Setelah melihat layar komputer yang ada di balik meja, petugas resepsionis itu pun berkata, "Dokter Lita?"
"Ya benar, saya sendiri!" jawab Lita tegas.
"Bisa kami lihat identitas Ibu?" tanyanya.
Kok seperti ini amat, sampai minta KTP segala, gerutu Lita dalam hati, ia sangat tak puas pada prosedur yang dinilainya berlebihan.
Semua sesuai dengan permintaan teman Tuan Zhelev Hristov," ujar petugas senior resepsionis itu yang sepertinya tidak enak hati, "Baiklah, mohon ditunggu sebentar ya!"
Tak berselang lama seorang Room boy datang menghampiri Lita. Room boy itu berkata, "Kita naik sekarang ya Bu? Silahkan Ibu ikuti saya!"
Tanpa buang waktu Lita segera ikuti Room boy itu. Sempat Lita bertanya mengapa pelayanan yang diberikan seperti tidak wajar. Room boy itu mengaku bahwa sudah dilakukan sesuai dengan keinginan dari seorang yang mengaku sebagai teman dari Levy. Bahkan Room boy itu mengaku bahwa hanya dirinya yang diperkenankan untuk mengantar para tamu dari Levy.
Setelah bukakan pintu kamar, Room boy itu berikan sebuah kartu akses pada Lita, "Silahkan Bu diterima, semua telah kami sesuaikan dengan keinginan teman Tuan Zhelev."
"Teman? Oh ya, terima kasih," ucap Lita tanpa mau berpanjang lebar atau bertanya sesuatu yang tidak ia tahu dengan pasti.
Lita masuk kedalam kamar junior suite itu. Kondisi kamar begitu gelap, hanya sebuah lampu tidur yang menyala. Ia melongokan kepalanya ke arah koridor, bermaksud untuk memanggil Room boy tadi. Lita ingin bertanya keberadaan Levy, mengapa kamar dalam keadaan kosong? Namun, Room boy tadi sudah tak tampak.
Lita menutup pintu kamar. Suhu di dalam kamar terasa sangat dingin, pertanda tidak ada masalah dengan kelistrikan. Mesin pendingin ruangan berfungsi dengan baik.
Yang buat Lita heran mengapa dibiarkan begitu gelap. Tanpa pikir panjang Lita hidupkan lampu utama kamar. Setelah lampu dihidupkan barulah seisi ruangan dapat terlihat jelas oleh Lita.
"Lev, Levy," Lita menyebut nama Levy dengan pelan.
Seluruh sudut ruang Lita periksa, tetap saja tak tampak keberadaan Levy disana. Lita lanjutkan dengan memeriksa kamar mandi dan lemari pakaian. Tetap saja tidak ada keberadaan Levy.
Lita melihat sebuah ranjang berukuran sangat besar. Jika dilihat dari susunannya seperti tidak ada jejak kasur itu pernah ditiduri. Lita temukan pula deretan pakaian Levy yang keseluruhan berwarna hitam. Semua tampak tergantung rapi di sebuah stand hanger.
Putus asa tak temukan Levy, Lita putuskan untuk duduk di sofa. Ingin mengusir rasa sunyi Lita hidupkan TV. Ia pun pilih saluran TV fashion kegemarannya. Tidak perlu waktu lama, Lita pun tertidur pada sofa di tengah sejuknya kamar junior suite.
...☘️☘️☘️ ~ bersambung ~ ☘️☘️☘️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments