Telat Nikah BAB 3
Sore itu Lia Hapsari merasa sangat malu, hingga ingin menghilang saja. Obrolan antara ibunya dan Arman, membuat Lia harus menahan malu. Apanya yang siap lahir batin? Ketemu saja baru sekali, mengapa mereka berdua terlalu terburu-buru? Mau protes pada ibunya, tapi di depannya ada orang lain. Alhasil, Lia hanya bisa menahan rasa tak nyamannya itu. Sambil mengerutu di dalam hati tentunya.
‘Mimpi apa aku semalam, kenapa jadi malu begini?’ batin Lia sembari melirik Arman yang malah senyum-senyum ke arahnya. Membuat Lia langsung memalingkan wajah secara perlaha, agar tidak kentara. Kan gak enak, takutnya dikira sombong.
Mereka pun melanjutkan obrolan, sekarang Arman bertanya mengenai pekerjaan Lia di pulau Kalimantan. Dan bu Damri sengaja meninggalkan keduanya. Alsannya gerah, belum mandi, ia mau mandi dulu karena hari sudah sore.
“Saya dengar kamu sudah lama di Kalimantan?” Arman mulai mancing Lia yang cenderung pendiam dan irit bicara. Padahal aslinya ceriwis, ceria dan super duper cerewet juga.
Lia hanya mengangguk, kemudian menjelaskan sudah berapa lama ia berada di pulau dengan julukan pulau seribu sungai tersebut.
“Cukup lama, setelah kuliah selesai langsung kerja di sana, ya sampai sekarang ini,” ucap Lia menjelaskan dengan singkat.
“Hebat ya kamu, Lia.” Arman menatap kagum pada sosok gadis yang duduk di depannya.
Lia menggeleng, “Biasa saja.”
“Menurut saya sih hebat, oh ya ... rencana kapan balik lagi?” tanya Arman lagi, yang jelas menduga pasti Lia akan kembali ke Kalimantan lagi.
“Semingguan mungkin.”
“Tetep komunikasi ya, kalau sudah kembali. Boleh kan saya telpon atau hubungi kamu? Gak ada yang marah kan?”
‘Agresive juga orang ini!’ batin Lia.
“Boleh saja, tapi mungkin di jam-jam tertentu. Karena kalau sudah kerja, panggilan ibuk saja kadang gak sempat Lia angkat,” ucap Lia seolah memberi tanda, bukan berarti ia akan senang hati mengangkat telpon dari pria tersebut. Ganteng sih, keluarga terpandang, pekerjaan mapan, tapi makin ke sini kok Lia merasa kurang sreg saja dengan pria itu.
“Sekali lagi terima kasih, seneng bisa kenal wanita seperti kamu.” Arman lagi-lagi mulai mengeluarkan jurus gombal. Ia mungkin belum sadar, ada beberapa wanita yang justru enek jika digombali, jika diberikan manis-manis yang banyak, tapi ada juga yang suka bila diberikan gombalan, sekedar pemanis.
“Sama-sama,” kata Lia sambil menatap ponselnya. Sudah sore, hari makin gelap, tamunya tidak kunjung pulang. Mau ia usir nanti ibunya bisa ceramah lagi.
“Gak terasa sudah sore saja,” ucap Lia kemudian sambil menatap langit yang mendung dan gelap, sebenarnya ia lagi menyidir tamunya untuk segera pulang.
“Oh, iya!” Arman spontan menatap jam tangan di pergelangan tangannya. Sudah jam lima sore lebih, sebentar lagi mau magrib. Pria itu pun hendak pamit pergi, tapi mau mencari bu Damri terlebih dulu. Calon mantu harus sopan, agar dapat nilai tambahan plus dari camer. Sebelum pargi mau pamit dulu.
“Bu Damri mana, ya? Mau pamitan sekalian.” Arman menatap ke dalam rumah seolah mencari sosok ibu dari Lia tersebut.
‘Nah, bagus kalau dia ngerasa,’ batin Lia.
“Sebentar, Lia masuk ke dalam, tak pangilin ibuk dulu,” pamit Lia kemudian masuk mencari ibunya.
Sesaat kemudian, bu Damri muncul dengan menenteng kotak besar, dari wanginya pasti donat. Oh, rupanya donat itu untuk Arman, pikir Lia.
“Loh, apa ini, Bu?” tanya Arman saat bu Darmi mengulurkan kotak besar itu padanya.
“Sudah, bawa saja. Buat ibu di rumah.” Bu Damri terlihat tulus memberikan oleh-oleh yang ia buat sendiri tadi seharian bersama Asih.
“Ya Allah, Bu. Malah ngerepotin, Arman gak bawa apa-apa tadi.” Arman terlihat gak enak, karena tadi datang buru-buru pulang kerja jadi gak sempet mampir tokoh buah.
“Gak apa-apa, wong ibu memang sengaja bikin ini. Salam ya, sama bapak ibuk.”
“Makasih banyak loh, Bu.” Arman masih terlihan sungkan.
Keduanya terlalu lama basa-basi, membuat Lia jenuh. Lia juga heran, kenapa ibunya terlihat sangat suka dengan Arman. Apa karena pria itu seorang PNS? Atau karena anak bapak lurah? Atau karena yang lain? Entah lah, Lia tidak tahu.
“Saya permisi ... Lia, terima kasih atas waktunya. Assalamualaikum.” Pria itu pamit dengan ramah, membuat bu Darmi semakin srek. Arman menenteng sekotak donat yang diberikan oleh bu Damri.
“Waalikumsalam,” jawan Lia dan bu Darmi secara bersamaan.
***
Baru juga mobil itu meninggalkan halaman rumah, bu Darmi langsung wawancara tentang tangapan Lia. Tanggapan Lia tentang pria tersebut. Tanpa basa-basi, bu Damri langsung saja bertanya ini itu tentang kedatangan Arman barusan ke rumah mereka.
“Bagaimana? Ganteng kan? Sopan, PNS lagi. Kamu gak akan nyesel kalau manut sama ibuk.” Lagi-lagi bu Damri mendesak Lia agar menerima Arman.
“Ya Allah Ibuk, baru juga ketemu sekali, mana bisa Lia menilai orang. Apalagi ini untuk menikah yang sekali seumur hidup, Lia harus hati-hati.” Lia menggeleng kepala, yang belum nikah siapa, kenapa ibunya ngebet banget. Lia sampai heran, apa ibunya saja yang duluan nikah?
“Mau sampai kapan kamu pilih-pilih? Apa kamu masih belum bisa melupakan laki-laki itu?” tanya bu Damri curiga. Kata-kata ibunya langsung membuat Lia terdiam lesu, ia memilih meninggalkan ibunya. Tidak mau berdebat lagi, apalagi kalau sudah membahas pria yang hampir menikahinya dulu.
‘Lia ... Lia ... kenapa nasibmu begini?’ gumam bu Damri kemudian menghela napas panjang.
Sementara itu, di dalam kamarnya. Lia menatap jendela dengan tatapan kosong. Ia masih ingat betul, bagaiaman hatinya terasa sakit ketika pria yang ia cintai pergi begitu saja. Ya, mungkin itu adalah awalnya yang membuat Lia menjadi tidak kunjung menikah. Bukan karena ia pipih-pilih, bukan juga karena suka jual mahal, hanya saja hatinya seolah tidak bisa bertaut lagi ke lain hati. Pada sosok pria yang menjadi cinta pertama Lia Hapsari.
Namanya Andis Hermansyah. Wakil ketua OSIS semasa Lia SMA. Dia adalah pria pertama yang mengenalkan Lia pada cinta. Meskipun hanya cinta monyet. Namun, asmara keduanya belanjut sampai mereka masuk jenjang universitas. Beda kota tidak menjadikan keduanya putus. Lia yang kala itu kuliah di Jogya, sedangkan Andis diterima di Malang. Jarak benar-benar bukan jadi penghalang bagi keduanya.
LDR menjadi pilihan keduanya, tahun pertama semuanya berjalan lancar. Salin percaya dan sama-sama menghargai pasangan. Namun, tidak dengan tahun kedua dan berikutnya. Lia merasakan perubahan yang besar pada kekasihnya itu. Mereka mulai ribut, hingga damai kembali saat akan di adakannya lamaran. Meskipun masih kuliah, Andis dengan gentle datang untuk melamar. Ia membawa keluarganya kala itu, tapi kadang rencana tidak sesuai harapan.
Pertunangan harus dibatalkan secara sepihak oleh pihak pria. Hal inilah yang membuat Lia Hapsari sampai sekarang mengalami ketidak percayaan pada pria. Banyak yang mendekat, tapi ia meragu duluan. Seperti Arman, pria yang dicarikan oleh ibunya. Lia tidak yakin, apa pria itu yang nantinya akan menjadi pendamping hidupnya.
Bersambung
Fb Sept September
Ig Sept_September2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Cherry🍒
oh trouma penyebabnya
2023-05-19
4
Lilis Ika Supriatna
owh jdi ini yg membuat Lia belum mnikah jga krna dia pernah di kecewakan oleh seseorang yg sangt dia cintai hingga itu mnjadi rasa trauma bagi Lia..... hrusnya Lia buang jauh² rasa itu kubur dlm² dn memulai dgn yg baru semua laki² tidak seperti itu kok Lia
2023-05-10
1
Esther Lestari
Bu Damri....jadi inget nama bis. Bis Damri😂.
mana baca nya aku sering salah jadi Darmi🤣
2023-05-08
0