Pria Pilihan Ibu
Pria Pilihan Ibu BAB 1
oleh Sept
Di sebuah ruangan, terlihat seorang perempuan yang sedang fokus dengan laptop miliknya. Sesekali dia menerima telpon dan menjawab secara formal. Seorang wanita karir yang sukses di tanah perantauan.
Lia Hapsari, di usianya yang sudah matang, dia sudah mendapatkan segalanya. Semua cita-citanya tercapai. Memiliki aset sendiri, membahagiakan orang tuanya, semuanya sudah dia lakukan.
Akan tetapi, di balik kesuksesan yang bisa ia raih, ada sesuatu yang mengganjal. Tidak ada yang sempurna, seperti hidup seorang Lia. Kelihatan sukses dan wah, nyatanya dia punya kelemahan.
Lebih tepatnya bukan kelemahan atau kekurangan, akan tetap dalam hal jodoh, Lia ketinggalan jauh dengan teman-teman sebayanya. Banyak teman Lia yang sudah menikah selepas kuliah. Atau sambil kerja. Akan tetapi, Lia sampai sejauh ini masih single. Masih betah sendiri di tanah perantauan seorang diri.
Ada apa dengan Lia? Apa dia terlalu pilih-pilih? Terlalu selektif dalam memilih calon pendamping? entahlah.
***
Lia menguap berkali-kali, ia menutup mulutnya yang terbuka. Kelihatan lelah karena terlalu lama di depan laptop.
Beberapa saat kemudian, perempuan yang tidak lagi muda itu kemudian melemaskan semua otot-otot tubuhnya. Capek seharian duduk bekerja di depan layar.
Apalagi dia juga sedang kepikiran ucapan ibunya. Yang terus memintanya menikah dan menikah.
Seharusnya gampang, tinggal menikah. Hanya saja sampai sekarang, calon saja tidak ada. Alhasil perempuan bernama Lia tersebut harus gigit jari dulu.
Walau banyak sletingan miring tentang dirinya, gak laku lah, perawan tua lah, pilih-pilih lah, banyak tuduhan negatif yang diarahkan padanya karena telat nikah. Belum lagi teror dari orang tuanya, rasanya Lia lama-lama lelah juga.
***
Di sebuah Bandara, Lia sedang menarik koper miliknya. Langkahnya terlalu berat saat akan balik kampung. Pertanyaan kapan nikah seperti sebuah teror. Apalagi pertanyaan itu muncul dari bibir ibunya sendiri.
Sepanjang perjalanan dari Bandara sampai rumah, Lia kelihatan melamun. Memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan nanti pada sang ibu. Karena sampai sekarang, Lia masih belum ada calon yang bisa dia kenalkan dengan ibunya.
Dengan langkah gontai, Lia pun turun dari taxi.
Ibunya sangat senang Lia pulang lagi, tapi begitu pulang dia langsung mencecar banyak pertanyaan untuk putrinya itu. Siang dan malam, bukannya temu kangen, sang ibu malah kembali membahas perjodohan. Dan Lia kok merasa tidak laku saja.
“Bagaimana sama si Arman? Dia sudah PNS loh, anaknya pak lurah. Kamu mau tunggu apa lagi Lia?” gerutu bu Damri, ibu dari Lia Hapsari tersebut. Wanita paruh baya itu galau, karena anak gadis satu-satunya tak kunjung menikah. Lia sukses merantau di Kalimantan, kerja di perusahaan tambang yang besar di pulau itu, tapi belum juga menemukan jodoh. Membuatnya merasa tidak nyaman kalau para tetangga bertanya, kapan punya mantu dan cucu?
Bu Damri ini jelas sangat khawatir, karena usia Lia tahun depan memasuki kepala tiga. Sebagai seorang ibu, wanita itu merasa gelisah dan juga takut kalau anaknya jadi perawan tua dan digunjing tetangga. Seusia Lia di kampung, bahkan teman SD Lia, rata-rata sudah memiliki lebih dari satu anak, bahkan ada yang sudah memiliki buntut tiga. Ini Lia jangankan anak, sepertinya pacar saja Lia tidak punya. Itulah yang membuat bu Damri ketar-ketir memikirkan jodoh anaknya.
Kebetulan, pak lurah habis sowan. Suami bu Darmi dulu juga seorang lurah, tapi diganti karena meninggal akibat sakit waktu Lia masih kecil. Pak lurah yang sekarang, datang diantar putranya yang merupakan PNS, dan kebetulan juga sedang mencari jodoh. Kalau dilihat dari umur, sangat masok. Lia 29, Arman 30 pas. PNS, keluarga terpandang, keturunan jelas, rupa juga lumayan tampan, belum apa-apa bu Damri sudah sangat cocok. Hingga menjodohkan Lia dengan anak pak lurah tersebut.
“Li ... Lia!” panggil bu Damri yang melihat Lia sedang mencuci beras. Gadis itu seolah mengalihkan perhatian kalau diajak membahas pernikahan. Kebetulan Lia sekarang sedang mengambil cuti, pulang karena lebaran. Kesempatan bagi bu Damri untuk menjajakan putrinya bagai jajan di pasar. Sudah pasti laku keras, siapa yang tidak mau mendapat pasangan hidup seperti Lia Hapsari? S2, pekerjaan mapan, sudah memiliki perumahan di Kalimantan, sudah memiliki kendaraan roda empat, pokoknya dapat sepaket, sudah cantik dan ramah pula. Bu Damri yakin, banyak pria antri jadi pendamping Lia. Namun, harapan tak seindah kenyataan.
Bu Damri kan jadi gemas sendiri, ini kenapa putrinya gak nikah-nikah? Anak sesempurna gitu kok jodohnya sulit sekali. Apa ada yang salah? Apa putrinya diguna-guna orang? Agar tidak laku! Sampai dalam kepala bu Damri memikirkan hal yang macam-macam seperti itu. Karena kebanyakan nonton Tv, pikiran bu Damri sampai ikut ke hal yang mistis.
“Kamu ini kalau diajak bahas laki-laki buat jadi calon suami kok mesti begitu, kenapa sih? Arman juga ganteng, gagah, PNS, Lia!” ujar bu Damri gemas. Karena Lia seolah acuh, sama sekali tidak tertarik.
‘Mengapa ibuk makin hari selalu nyodorin PNS terus? Senang sekali dapat mantu PNS. Padahal pengusaha juga gajinya jauh lebih gede!’ gerutu Lia dalam hati, sebagai anak ia memang tidak pernah membantah, hanya inggah inggeh saja, biar ibunya kalau marah tidak jadi marah. Lia memilih diam dan mendengar semua gerutuan sang ibu.
“Mau ya, Li? Kamu kan masih beberapa hari di sini, nanti biar Arman ke sini lagi.” Bu Damri terus saja memaksakan kehendaknya, agar Lia mau diketemukan dengan pria berprofesi sebagai PNS tersebut.
“Ngapain, Buk?” tanya Lia sambil memutar bola matanya, ia tahu maksud ibunya, hanya saja ia tidak mau berkenalan lagi, gagal lagi, biarlah nanti kalau jodoh, gak usah dikejar bakal datang lagi, itu prinsip Lia saat ini. Karena bosan dijodohkan, pasti akhirnya gagal. Entah dikenalkan teman atau keluarganya sendiri, semuanya tidak ada yang berhasil sampai sekarang.
Saat memasuki angka 25, dia sebenarnya mulai panik dan memikirkan untuk menikah. Namun, tidak jarang karyawan satu perusahaan dengannya juga belum menikah. Mereka sibuk mengejar karir seperti dirinya. Di sana Lia mulai merasakan zona nyaman. Apalagi tinggal jauh dari rumah, luar pulau lagi. Paling apesnya cuma pas cuti, ia akan diteror pagi, siang, malam, dengan tema yang sama, kapan nikah?
“Ibu pokoknya akan WA Arman, ibu sudah dikasih nomor WA nya kok.”
Lia langsung menatap heran pada ibunya itu. Bisa-bisanya sang ibu minta nomornya pria tersebut.
“Astagfirullah, Ibuk!” Lia hanya bisa mengelus dadaa, menghela napas panjang. Ia tidak menyangka, keinginan sang ibu begitu bulat sampai niat banget minta nomor WA nya mas Arman.
Mau tidak mau, agenda pertemuan Lia dan Arman pun langsung diatur oleh bu Damri. Apalagi bu Damri kenal baik dengan keluarga lurah tersebut. Arman sendiri sudah 5 tahun ini menjadi PNS di sebuah puskesmas di kota itu. Gateng, tinggi hampir 180 cm, wajah bersih, anaknya sopan, pokoknya cocok kalau jadi mantu bu Damri. Benar-benar menantu idaman dan menantu idola, pas di hati.
***
Sore hari, Lia sedang membetulkan kran air, ia memasang selang untuk menyirami bunga-bunga kolesi milik ibunya. Banyak sekali pot di halaman rumah peninggalan ayahnya tersebut. Ibunya ini kalau dikasih uang, bukannya beli tas mahal seperti ibu-ibu kebanyakan, atau beli pakaian dan baju yang bagus, atau yang lainnya, tapi malah membeli bunga, bunga yang isinya hanya daun saja tersebut. Meskipun hanya terdiri dari daun tanpa bunga, Lia merasa harganya cukup lumayan. Karena sering melihatnya di Tv.
“Ini kan harganya jutaan,” dahi Lia mengkerut saat mengamati salah satu daun yang ada di pot. Sambil geleng-geleng, Lia kembali menyirami koleksi tanaman milik ibunya. Ibunya sendiri sedang di dapur, sejak tadi berkutat di dapur. Entah, sudah sore bu Damri masih membuat makanan di dapur. Padahal mereka hanya bertiga. Kalau Lia balik ke Kalimantan, ibunya hanya berdua saja dengan Asih, saudara jauh yang ikut bu Darmi sejak kecil.
Lia yang sedang asik menyiram sambil sesekali bersenandung, tiba-tiba dikagertkan oleh kehadiran sebuah mobil yang perlahan masuk ke halaman. Masih posisi menyiram pot sampai airnya tumpah-tumpah karena fokus menatap ke mobil.
‘Ada tamu?Astaga ... sampai amber!’ batin Lia kemudian pergi ke tempat kran air, ia matikan dulu agar airnya berhenti mengalir yang membuat halaman becek. Lia kemudian kembali menatap tamu yang belum ia ketahui siapa tersebut.
Seorang pria memakai kemeja pendek, dengan celana kain turun dari mobil. Wajahnya lumayan, bersih dengan kumis tipis. Lia semakin tertegun saat sosok pria itu menyapanya dengan melempar senyum ramah ke arahnya. Belum pernah ketemu sebelumnya, tapi sudah sksd, membuat Lia langsung ilfil.
‘Siapa ini? Senyum-senyum tak jelas.’
“Siram-siram, Lia?” tanya pria itu dengan sopan. Jelas Lia tertegun, mengapa tahu namanya. Padahal perasaan mereka baru pertemu untuk pertama kalinya. Dari mana pria itu tahu namanya?
‘Eh, kok tahu namaku?’ gumam Lia dalam hati sembari menatap sosok pria yang berdiri di depannya dengan tegap.
Bersambung
Fb sept September
Ig Sept_September2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Capricorn 🦄
keren
2024-02-02
0
Susy Rauf
itu ibunya lia namanya bu darmi atau bu damri ya...🙂
2024-01-07
0
Fay
mampir baca thor
2023-12-18
0