Penasaran

"Kak Keenan tunggu?" Aruna berteriak frustasi, saat ia telah tertinggal jauh sementara Keenan sudah berada didepan gerbang hendak menaiki mobil bersama Fabian.

"Kak Keenan_" Aruna terduduk lesu diujung teras, dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, ia tak habis pikir dengan sang kakak, yang tidak sedikitpun mau memberikan ia kebebasan.

Ada perasaan, marah, sedih, dan kecewa tentunya, rencana untuk bertemu dan lebih dekat dengan Bisma yang merupakan seniornya di kampus kini gagal sudah.

Padahal momen ini sudah ia nanti-nantikan sejak lama.

Aruna beranjak dengan malas menuju kamarnya, beberapa kali ia mengusap kasar air matanya mengambil benda pipih yang tergeletak diatas nakas, dan mulai mencari kontak yang ia beri nama "Masa Depanku" dan mulai menekannya untuk melakukan panggilan.

"Hallo..!"

"Hallo..!"

"Hallo Na, kamu nggak apa-apa?" suara disebrang sana terdengar panik dan khawatir membuat tangis Aruna semakin menjadi.

"Lho, kamu nangis Na, kenapa? apa yang terjadi bilang sama aku, kamu dimana sekarang, apa ada yang jahatin kamu?"

Aruna menggeleng, meski ia sendiri tahu Bisma tak akan melihatnya.

"Kak, Aruna minta maaf! sore ini kita nggak jadi ketemu."

"Kenapa memangnya Na?" suara Bisma perlahan berubah semakin melembut.

"Kak Keenan_"

"Nggak ngizinin kamu keluar, yaudah nggak apa-apa, masih banyak waktu kok Na, lain kali kita masih bisa bertemu bukan?"

"Tapi kak_"

"Sudah sudah, lebih baik kamu istirahat, dan berhenti menangis, aku nggak mau kamu sedih Na." ucap Bisma penuh perhatian, dan hal inilah yang sangat Aruna sukai dari seorang Bisma Adiwijaya dan membuat Aruna mulai membuka hatinya untuk Bisma, dan memantapkan hati untuk menerima cinta nya.

Bisma memang sudah beberapa kali menyatakan cinta pada Aruna, namun hingga kini gadis itu tak kunjung membalas perasaannya.

Namun meski begitu, pantang bagi Bisma untuk menyerah, ia akan terus mengejar Aruna hingga gadis itu luluh dan memberikan seluruh hati untuknya.

"Yaudah aku tutup dulu telponnya ya, kamu jangan lupa istirahat ya Na."

"Iya kak."

"By Aruna."

"By kak Bisma."

Aruna menatap layar ponselnya yang berubah gelap, yang menandakan bahwa sambungan telpon telah berakhir.

Menghela napas kasar, kembali keluar dengan membanting keras pintu kamarnya.

Kemudian langkahnya terhenti tepat di depan kamar Keenan, mendadak perasaannya dirasuki oleh sebuah keinginan besar untuk memasuki kamar tersebut.

Dari cerita yang ia dengar, selama ini Keenan tidak pernah membiarkan siapapun memasuki kamarnya, bahkan tukang bersih-bersih sekalipun.

Keenan lebih memilih mengerjakan semuanya sendiri dari pada membiarkan orang lain memasuki kamarnya.

Pelan ia menyentuh gagang pintu berwarna keemasan itu, kemudian mendorongnya pelan.

"Tidak membiarkan siapapun masuk kamarnya, tapi kenapa nggak dikunci?" gumamnya penuh tanya.

Aruna kembali menutup pintu, setelah ia berhasil masuk kekamar Keenan yang tampak rapih dan bersih.

Kamar dengan ukuran yang 3x lipat lebih luas dari kamarnya itu terlihat begitu menyejukan, dinding yang didominasi warna silver serta gorden dengan warna senada membuat ruangan tersebut terasa menenangkan.

Aruna bersenandung lirih, untuk mengurangi perasaan gugup dan tubuh gemetar nya, matanya menyapu seluruh isi ruangan tersebut dengan seksama.

"Tidak ada sesuatu yang aneh disini, lalu kenapa kak Keenan melarang siapapun masuk?" gumamnya berbicara sendiri.

Kemudian ia melangkah mendekati sebuah lemari besar yang keseluruhan isinya terdapat buku-buku tebal.

Deg!

Aruna terperanjat, karena rak buku dihadapannya tiba-tiba berputar, setelah ia menyentuh sisi lemari tersebut.

"Apa, ini apa?" Aruna melebarkan matanya dengan kedua tangan yang menutup mulut melihat sesuatu yang ada dibalik lemari buku, beberapa alat senjata tajam yang berupa, pisau, pedang panjang, serta beberapa model pistol yang terlihat mengerikan tampak tersusun rapih disana.

Takut, tapi penasaran! Aruna memberanikan diri menyentuh sesuatu yang terasa familiar baginya.

Didalam sebuah kotak bening yang terletak diantara dua buah pedang yang bentuknya sama persis, terdapat sebuah kalung dengan bandul berinisial A&A.

"K-kalung ini_"

Dengan secepat kilat ia menjauh dan hendak keluar dari kamar Keenan, namun saat ia hendak memegang gagang pintu, pintu tersebut sudah lebih dulu terbuka.

Aruna terperanjat kaget, sama halnya dengan Keenan yang juga terlihat kaget dengan keberadaan Aruna didalam kamarnya.

"Siapa yang menyuruhmu masuk?" kilatan amarah terpancar jelas dari raut wajah Keenan, bahkan Aruna dapat melihat rahang laki-laki itu mengeras, dengan kedua tangan yang terkepal sempurna.

"A-aku_"

"Keluar!!!" sentaknya seraya menggebrak daun pintu hingga menimbulkan bunyi yang begitu keras, membuat Aruna menunduk ketakutan.

"Keluar aku bilang, kau tuli hah?!"

"B-baik kak." Aruna berusaha menyetabilkan perasaan terkejutnya, melangkah cepat dari kamar Keenan seraya menahan air matanya agar tidak jatuh.

*

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!