Kedua nya duduk dalam keheningan, bingung bercampur canggung sudah pasti, terutama bagi Aruna, sesekali gadis itu menoleh kebelakang berharap Dave yang meminta izin membuat kopi itu segera datang untuk membantu menyelamatkannya dalam suasana yang tidak mengenakan tersebut.
Sungguh miris memang! dua kakak beradik yang lebih mirip seperti dua orang asing yang baru saja saling kenal, canggung! dan tampak kaku.
Namun seolah sengaja memberi waktu mereka untuk berdua, hingga tiga puluh Lima menit lama nya Dave laki-laki itu tak kunjung kembali, membuat Aruna beberapa kali mendesah frustasi.
"Siapa yang kau tunggu?" ujar Keenan dengan suara beratnya, saat menyadari gelagat Aruna yang tampak gelisah dan beberapa kali terus menoleh kebelakang.
"Eumz itu kak, kak Dave kemana ya, kenapa dia belum kembali."
"Untuk apa mencarinya?" sentak Keenan, yang sontak membuat Aruna terdiam karena ketakutan.
Sudah lama, sangat lama! hingga tiga tahun lamanya ia tak melihat bahkan untuk mendengar suara nya pun ia tidak bisa, karena Keenan begitu membatasi diri dengannya.
Tak menyangka pada hari ini ia akan bertemu dengannya lagi, namun kenyataan memang selalu diluar dugaan, Aruna pikir Keenan akan sangat merindukannya, memeluk nya dan mengajaknya banyak bicara.
Dan hari ini, tepatnya detik ini, keinginannya hanyalah sebuah angan-angan saja, karena pada kenyataannya Keenan sama sekali tidak terlihat menginginkan pertemuan itu.
Tak ada kata yang berarti yang keluar dari pria yang berstatus kakaknya itu, Keenan asyik dengan pikirannya sendiri, sembari mengeluarkan benda pipih dari dalam saku jasnya, kemudian mengetikkan sesuatu di sana.
Tak berselang lama Dave kembali, berdiri lalu membungkuk hormat disisinya.
"Maaf tuan, apakah tidak terlalu cepat, mungkin tuan bisa istirahat dulu." ujar Dave memberi saran, saat tahu sang tuan nya mengirim pesan, memintanya untuk segera kembali dengan alasan ingin segera pulang.
"Tidak perlu!" jawabnya datar, seraya beranjak dari duduk nya, melangkah menuju pintu keluar.
"Kau, bersiaplah! besok pindah kemansion utama." ujar Keenan dengan nada penuh perintah, tanpa menoleh, kemudian melanjutkan langkahnya dengan angkuh.
"Kak Dave tunggu!" teriak Aruna yang kini mencoba mengejar langkah Dave, kemudian menghadangnya di depan pintu, "apa maksudnya?" tanya Aruna, yang terlihat kebingungan.
"Tuan meminta nona agar segera bersiap-siap, karena mulai besok nona akan kembali tinggal bersama tuan Keenan di mansion utama." jelas Dave.
"Tapi kenapa?"
"Dave, kau ingin aku menyetir mobil nya sendiri?" sentak Keenan dari luar.
"Maaf nona, saya harus pergi." pamitnya, membungkukan badannya sebelum kemudian menghilang dibalik pintu.
"Ck! kenapa mendadak sekali!" decak Aruna bingung.
*
"Tuan, apakah tuan tidak salah ingin membawa nona Aruna kembali ke mansion utama." seru Dave sembari mulai fokus menyetir.
"Apa aku perlu meminta pendapatmu untuk ini?"
"Tidak tuan."
"Apa saja jadwalku besok pagi?"
"Jam sembilan ada meeting dengan tuan Rajas, dari PersonalGroup, jam sebelas siang, meeting dengan pak Dimas pimpinan baru dari AlxGroup tuan."
"Baiklah, minta Fabian untuk menjemput dia sekitar jam delapan pagi."
"Maksud anda nona Aruna?"
"Siapa lagi."
Tak berselang lama mobil yang ditumpangi Keenan sampai dihalaman mansion utama, puluhan pengawal yang berjaga pun sontak berjejer menunduk hormat seperti biasanya.
"Dave, ikut lah denganku, ada beberapa hal yang perlu kita bahas." ucapnya datar seperti biasa, berjalan menuju ruangan yang disebut ruangan rahasianya.
Sementara Dave menunduk patuh, kemudian mengikutinya dari belakang.
*
"Bagaimana dengan Yosep, apakah mereka sudah berhasil menangkapnya?"
"Sudah tuan, apakah anda ingin melihatnya?"
"Sepertinya menarik." jawabnya, mengeluarkan sebatang benda putih dari tempatnya, menyalakannya, kemudian menyesapnya secara perlahan, meniup-niup kepulan asap tersebut, dengan ekpresi yang terlihat menyeramkan.
"Dimana dia?" menoleh sekilas kearah Dave yang berdiri tegak disisinya.
"Dipenjara bawah tanah tuan."
"Baiklah, kapan kau akan membawaku untuk menemuinya, aku ingin bermain-main dengannya sebentar, sepertinya sangat seru."
"Jika anda mau, sore ini juga kita bisa langsung mendatanginya."
"Mengenai Alex, bagaimana?"
"Sepertinya tuan Ivan belum menemukan titik terangnya, tapi mereka tetap berusaha untuk mencari jalan keluarnya."
"Kirimkan dia sejumlah uang, khawatir jika sewaktu-waktu persediaannya akan habis."
"Baik tuan!"
*
Wajah tampan bak dewa Yunani dengan porsi tubuh tegap yang terlihat angkuh itu tak sedikitpun memiliki rasa belas kasihan terhadap seseorang yang berulang kali memohon ampun bersujud dibawah kaki nya.
"Yosep, dengar! aku tidak butuh permohonan maafmu, sekarang sudah terlambat untuk kau menyesali semuanya." Laki-laki yang tak lain adalah Keenan itu berjongkok mencengkram erat dagu seseorang yang tengah merintih kesakitan dibawah kuasanya.
"Kau pikir aku akan simpati, setelah apa yang kau lakukan terhadap ke enam anak buah kesayanganku hm.?"
"A-ampuunn Keen, a-ampuun, to-long bebaskan aku."
"Hidupmu terlalu mudah selama ini, kau yakin kau ingin kebebasan?" sekali lagi Keenan mencengkram dagu laki-laki dihadapnnya, kemudian menghempaskannya dengan kasar.
berdiri tegap, kembali memasang wajah angkuhnya.
"Aku akan segera mewujudkan keinginanmu." ucapnya.
"Sam, kemari?" memanggil Sam, yang nyaris seperti berteriak.
"Iya tuan!" dengan sigap laki-laki yang dipanggil dengan sapaan Sam itu menghampirinya, seraya membungkuk hormat.
"Kau dengar, apa yang dia ucapkan tadi?" menunjuk kearah Yosep yang terlihat gemetar.
"Dengar tuan, dia menginginkan kebebasan." jawab Sam tegas.
"Kau mengerti maksud kebebasan yang kuberikan bukan?" Keenan menyunggingkan senyum tipisnya, sebuah senyum an yang justru terlihat mengerikan dimata Yosep.
"Mengerti tuan."
"Bagus! kau selalu bisa diandalkan." menepuk bahu Sam kemudian berlalu meninggalkan tempat tersebut, sama sekali tidak mempedulikan teriakan dari yosep yang meminta agar Keenan kembali dan berbelas kasih untuk melepaskannya.
*
Setelah acara meeting bersama beberapa kolega bisnisnya selesai, Keenan menyuruh Dave untuk menghubungi Fabian, agar lebih memperketat penjagaan di Mansionnya, bukan tanpa alasan ia melakukan hal tersebut, melainkan karena kini bukan hanya ada dirinya yang tinggal disana, tetapi ada Aruna juga.
"Bagaimana?"
"Sudah tuan, Fabian sudah melakukan tugasnya dengan baik." jawab Dave tegas.
"Apa anak itu memberontak saat dibawa kemari?"
"Tidak tuan, hanya saja Fabian mengatakan, saat diperjalanan hingga sampai di Mansion, nona Aruna lebih banyak diam."
"Itu bukan masalah besar."
"Mengenai penyerangan besok malam, kau sudah mempersiapkannya dengan baik.?"
"Sudah tuan."
"Bagus! kali ini jangan sampai gagal."
"Saya harap juga demikian tuan."
Keenan beranjak, mengambil jas yang sempat ia buka beberapa jam yang lalu, "Kau handle masalah kantor, aku akan pulang cepat hari ini, hubungi aku jika ada sesuatu yang mendesak."
"Baik tuan."
*
Keenan memasuki mansionnya yang disambut hormat oleh beberapa penjaganya seperti biasa.
"Dimana dia?" tanyanya pada seseorang yang ditugaskan Dave untuk melayani semua kebutuhan Aruna dirumah itu.
"Nona sedang dikamar merapikan baju-bajunya tuan, ampuni saya karena nona Aruna tidak mau jika saya membantunya tuan." Jawab wanita berusia tiga puluhan yang bernama Dewi Sri tersebut.
Tak menjawab, Keenan bergegas menghampiri tempat yang menjadi kamar adiknya.
Brakkk...
Keenan membuka pintu kamar Aruna dengan kasar, membuat gadis yang belum selesai merapikan bajunya itu terlonjak kaget, menoleh menatap pintu kamar yang terbuka, dimana ada sosok Keenan yang tengah berdiri angkuh disana.
"K-kak?" Aruna menunduk, tak berani menatap wajah terutama sorot mata Keenan yang kini terlihat jauh berbeda dari tiga tahun yang lalu, saat terakhir kali mereka bertemu.
sorot mata tajam, yang siap menghunus siapapun yang berani membuat masalah dengannya.
"Selama tinggal bersamaku, jangan harap kau bisa bebas seperti saat kau tinggal disana."
Deg!
Aruna tertegun, dengan harap-harap cemas, apakah Keenan mengetahui kelakuannya yang sering menyelinap keluar secara diam-diam, Batinnya.
"B-baik kak." jawabnya dengan menundukan wajahnya takut-takut, hingga tanpa ia sadari Keenan telah pergi dari hadapannya.
Setelah memastikan Keenan tak lagi di sana, Aruna menghela napas gusar, mendudukan dirinya di tepi ranjang, membiarkan bajunya yang belum selesai di rapikannya itu tergeletak diatas lantai.
Entah sampai kapan ia akan mengalami kehidupan yang membuatnya merasa seperti terjebak dalam sebuah sangkar, tak bisa berkutik dan tak memiliki kekuatan untuk terbebas.
Ia hanya bisa berserah diri pada yang maha kuasa, berharap suatu saat Nanti Keenan memberikannya kebebasan serta menganggap dirinya lebih berharga.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments