Gadis bodoh

Keenan menatap pantulan wajahnya didepan cermin yang berada didalam kamarnya.

Mendengus, seraya mengusap sudut bibirnya yang menyisakan bercak darah yang sudah mulai mengering.

Ia baru saja tiba dirumahnya, setelah melalui pertarungan sengit melawan musuhnya.

Penyerangan yang direncanakan sejak jauh-jauh hari itu berhasil meluluh lantahkan sebagian musuhnya, namun hal tersebut tak membuat Keenan senang dan merasa puas.

Ia masih terobsesi untuk melenyapkan Baron yang merupakan ketua dari group DangerousTiger, yang menjadi salah satu musuh beratnya beberapa tahun ini.

Waktu menunjukan pukul empat pagi, namun tak sedikitpun Keenan merasa mengantuk, rasa nyeri di sekujur tubuhnya membuat ia berpikir lebih baik menghabiskan waktunya untuk meminum minuman beralkohol.

Seperti itulah kebiasaan Keenan selama ini, selain menjadi manusia yang tak berperasaan, ia juga menjadi pecandu berat minuman haram tersebut.

Keenan tak peduli dengan apapun, karena tujuan hidupnya hanya satu, yaitu membalaskan kematian kedua orang tuanya, serta orang-orang yang mengusik kehidupannya.

*

Pagi-pagi sekali Keenan bersama beberapa pengawalnya mendatangi sebuah tempat yang disebut markas neraka, yang dimana didalamnya terdapat penjara bawah tanah lengkap dengan sesuatu yang akan membuat siapapun dari mereka yang menjadi tahanan, akan merasa tersiksa didalamnya.

Keenan melebarkan langkahnya menuju ruangan gedung utama tersebut, layaknya raja yang menempati tahta tertinggi ia duduk di sebuah kursi yang merupakan satu-satunya kursi disana.

Mata tajamnya menatap kesekililing ruangan, mencari sosok yang selalu memberikannya informasi detail mengenai bisnis gelap yang tengah di jalankannya.

"Kemana dia?" suara khas bak petir itu menggelegar memenuhi ruangan tersebut.

"Maaf tuan, saya terlambat datang!" Jack yang merupakan salah satu anak buah kepercayaannya itu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Keenan seraya menunduk hormat dengan tubuh gemetar.

"Kabar apa yang kau dapat pagi ini, aku harap bukan sesuatu yang akan membuatku mematahkan lehermu." sentaknya dengan nada dingin dan menusuk.

"Semuanya berjalan lancar tuan, mereka sudah menerima barang kiriman dari kita sesuai jumlahnya." jelas Jack takut-takut.

"Kerja bagus!"

"Lakukan pengiriman berikutnya, pastikan semuanya aman!"

"Baik tuan."

"Apakah masih ada yang ingin tuan tanyakan?"

"Tidak, aku akan pergi setelah ini, hubungi aku segera jika ada sesuatu yang tidak beres." jawab Keenan yang beranjak dari kursi seraya merapikan jasnya, melangkah angkuh menuju tempat selanjutnya yang akan ia datangi.

*

"Dave apa jadwalku sore ini?" tanyanya ketika kini ia sudah berada didalam lift menuju ruang kerjanya yang terletak dilantai tiga belas.

Dave yang sedari tadi berdiri dibelakangnya pun dengan cekatan segera membuka agenda yang berada dalam Ipad yang selalu ia bawa kemanapun saat bersama dengan tuan besarnya tersebut.

"Sore ini anda ada pertemuan dengan bu Marsha dari LilianGroup untuk membahas kerja sama perusahaan kita selanjutnya." jelas Dave.

Terlihat Keenan mendesah lega, setidaknya pekerjaan hari ini tidak terlalu menumpuk, sehingga ia bisa sedikit lebih santai.

"Baiklah!"

Pintu lift terbuka, Keenan dengan diikuti Dave melangkah menuju ruangannya.

"Selamat pagi, pak Keenan?" sapa beberapa karyawan yang berpapasan dengannya, yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Keenan.

Keenan memasuki ruangannya dengan perasaan malas, kegagalan untuk meringkus Baron tadi malam membuat moodnya sedikit memburuk, padahal tinggal satu langkah lagi ia menangkap pria itu.

Namun, semuanya gagal begitu saja, karena kedatangan seseorang yang entah siapa, membuat gedung tempat pengepungan Baron tadi malam tiba-tiba di penuhi asap tebal yang membuat Keenan dan anak buahnya terbatuk-batuk serta tak dapat melihat dengan jelas, hingga Baron menghilang di menit berikutnya.

"Maaf, apa anda butuh kopi tuan?" ujar Dave, saat melihat sang bos memejamkan matanya seraya bersender di kursi kebesarannya.

Keenan kembali membuka kedua matanya, kemudian mengusap wajahnya gusar.

"Buatkan aku kopi tanpa gula."

"Baik tuan." balasnya, kemudian berlalu dari ruangan tersebut menuju pantry.

*

Di tempat lain, di rumah utama milik Keenan Aruna merasa kesal bukan main, pasalnya ia terus-terusan diikuti oleh beberapa pengawal yang ditugaskan Keenan untuk menjaganya.

"Bisakah kalian tidak mengikutiku terus, kalian tidak lihat aku hanya bermain di taman." gerutu Aruna, ia merasa di rumah ini lebih menjengkelkan di banding saat ia tinggal dirumah yang sebelumnya.

Bahkan setiap pergerakannya ketika diluar kamar, tak luput dari jangkauan mereka.

Membuat Aruna risih dan tertekan.

"Maaf nona, kami hanya menjalankan perintah tuan Keenan!" ujar empat orang laki-laki berbadan tegap dengan seragam yang sama itu.

"Menyebalkan." gumam Aruna pelan, tiba-tiba moodnya berubah semakin buruk, dan memutuskan untuk kembali kedalam kamarnya.

"Benar-benar hari libur yang menyenangkan." ucapnya tersenyum hambar, dengan mata yang menatap lurus kearah luar jendela kamarnya.

Aruna meremas ujung bajunya dengan perasaan dongkol, bagaimana bisa Keenan memperlakukan dirinya seperti ini, laki-laki itu tak pernah memberikannya kebebasan untuk ia menikmati kehidupan diluar, berbaur bersama teman-temannya yang lain.

*

Keenan tiba dirumah hampir larut malam, pekerjaan diluar yang berhubungan dengan The Devil Kings, tak mampu ia tinggalkan begitu saja, terlebih The Devil Kings adalah bagian hidup dirinya yang paling utama.

Dengan langkah berat Keenan berjalan menuju kamarnya yang terletak disamping Aruna, sempat menoleh memandangi kamar Aruna yang tertutup rapat, namun tak berselang lama ia bergegas memasuki kamarnya sendiri.

Mendudukan diri disisi ranjang dengan helaan napas panjang, menarik dasi yang sejak pagi terasa mencekik lehernya, kemudian melemparkannya ke sembarang arah.

Ia butuh mandi saat ini, agar badan lengketnya sedikit lebih fresh.

Selesai mandi ia menuruni tangga bermaksud untuk mengambil air dingin dari kulkas yang terletak di dapur.

Namun langkahnya terhenti, saat melihat seorang gadis yang baru tiga hari ini kembali tinggal bersamanya.

Aruna, gadis itu tengah menikmati semangkuk mie instant rebus yang sudah habis hampir separuhnya, sesekali ia mengipasi wajahnya yang memerah menggunakan tangannya, terlihat sekali jika gadis itu sedang kepedasan.

"Dasar gadis bodoh! sejak kapan dia menyukai makanan pedas." ucap Keenan yang hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

Berbalik kembali menuju kamarnya, sebelum gadis itu menyadari keberadaannya, sedangkan rasa hausnya telah hilang setelah ia melihat Aruna.

*

Pagi menyapa, Aruna bergegas bangun, kemudian ia melangkahkan kakinya menuju dapur, bayangan memakan nasi goreng pagi ini sudah terlintas dalam benaknya dari semalam.

Dengan cekatan ia mulai mengambil bahan-bahan sebagai campuran untuk nasi gorengnya.

"Non, non sedang apa?" tanya bi Dewi panik, ia mencoba mengambil alih sayuran yang ada ditangan Aruna, namun Aruna sudah terlebih dulu menjauhkannya.

"Nggak apa-apa bi, saya udah biasa kok, bibi kerjakan yang lain aja."

"Tapi non?" suara bi Dewi tampak gemetar, ada rasa khawatir yang terdengar dari nada bicaranya.

"Nggak apa-apa bi." Aruna tersenyum lembut, seolah mengisyaratkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dengan berat hati, bi Dewi pun undur diri, bergegas mengerjakan pekerjaan lainnya, mengurus sesuatu yang berhubungan dengan nona mudanya.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Aruna, sepiring nasi goreng pun sudah tersaji dengan hiasan irisan timun dan juga irisan tomat sebagai pelengkapnya.

"Waktunya makan!" ucapnya riang, membawa sepiring nasi gorengnya untuk diletakan di atas meja makan, menarik salah satu kursi kemudian mulai melahap nasi goreng tersebut dengan penuh semangat, tanpa ia sadari di undakan tangga paling atas seseorang tengah memperhatikannya.

"Bi, nanti sore temenin saya ke Cafe Argantara bisa?" ujar Aruna yang kini sudah menyelesaikan sarapannya, dan menghampiri bi Dewi yang tengah mencuci pakaiannya di belakang.

''Boleh non."

"Yaudah nanti saya kabarin lagi ya_"

"Tidak akan ada yang keluar rumah tanpa seizin saya." suara baritone yang berasal dari belakang sontak membuat Aruna membalikan tubuhnya, menatap si pemilik suara.

"K-kak Keenan?"

"Sore ini bibi ada tugas, membersihkan rumah kecil dibelakang." Keenan menatap kearah bi Dewi dengan tatapan tajam, membuat bi Dewi mengangguk cepat.

"T-tapi kak, tugas bi Dewi kan hanya_"

"Ikuti aturan yang saya buat, atau bersiap-siap keluar dari rumah ini." potong Keenan tak ingin dibantah, tanpa mengalihkan tatapannya dari bi Dewi, kemudian melangkah pergi dengan langkah lebar.

"Kak, tunggu kak?"

Aruna berusaha mengejar langkah Keenan untuk memintanya agar diberi izin keluar sore ini.

"Kak, aku cuma mau keluar sebentar doang, satu jam aja kak ya, please!" Aruna berjalan disamping Keenan dengan langkah terseok-seok untuk mengimbangi langkah Keenan yang terasa 3x lebih lebar dari langkahnya.

"Kak?" ulang Aruna.

Namun Keenan tak menjawab ataupun menoleh, seolah ia membutakan mata dan menulikan telinganya dengan keberadaan Aruna.

*

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!