Kakek Li pun memperlihatkan kembali sebuah cincin mutiara yang sangat cantik padaku. Cincin itu melingkar dijari tengah tangan kanannya. Ia lalu melepas cincin itu dan meletakkannya di atas meja, berada tepat di depanku.
"Ada apa dengan cincin itu Kek?" ucapku masih bingung dan sangat penasaran.
Mendadak ku hentikan lamunanku tentang cerita Kakek Li beberapa jam yang lalu, karena terkejut saat seekor harimau besar mengaum keras dan berjalan menghampiriku.
"Roaarrr ... Roaaarrr...,''
Aku langsung berdiri dari duduk tanpa mengalihkan pandanganku dari harimau itu. Aku semakin terkejut melihat harimau itu tiba-tiba melompat-lompat lalu berhenti tepat di depanku. Kini, hanya jarak tiga langkah saja yang memisahkan kami.
Bagaimana ini? Apakah aku harus lari? Apakah lariku akan lebih cepat dari harimau itu? Tapi dengan jarak yang sedekat ini, apakah aku akan selamat?
Lidahku sangat kelu. Tenggorokanku seakan tercekat. Menelan ludah pun aku tak sanggup. Sulit sekali untuk berucap. Sial. Bahkan untuk menarik nafas saja, sungguh berat.
Tenang. Tenang. Aku berusaha untuk setenang mungkin. Apapun yang terjadi, tubuhku sudah siap siaga untuk bertindak. Entah itu lari, berteriak atau terpaksa untuk melawan harimau itu.
Ku tarik mundur perlahan kedua kakiku secara bergantian. Berharap, harimau itu tak menyadarinya. Namun, sesuatu berhasil membuatku menghentikan usahaku. Aku tercengang untuk ke sekian kalinya.
"Tolong jangan pergi!" harimau itu berbicara.
"Ka ... kamu berbicara?" Aku benar-benar tak percaya. Bagaimana mungkin seekor hewan bisa berbicara?
"Jangan takut, aku tidak akan memakanmu. Tolong bantu aku Nona." Ucap harimau itu lemah.
"Membantumu? Apa yang bisa aku bantu?"
"Tolong bantu aku untuk melepaskan sesuatu yang ada pada punggungku Nona," sahut harimau itu mulai lemah dan langsung ambruk ke tanah.
"Kamu terluka?" Aku pun langsung berlari menghampiri harimau itu. Dan mulai mencari luka yang ada pada punggungnya.
Memang benar ada sesuatu pada punggung bagian bawah harimau itu. Setelah beberapa saat, akhirnya aku berhasil mengeluarkan sebuah jarum bius yang berukuran kecil dari celah luka yang ada pada tubuh harimau itu.
Untung saja di hutan ini begitu banyak tanaman obat yang bisa aku racik untuk mengobatinya. Dan setelah meminum obatnya, ku ajak harimau itu untuk segera beristirahat. Agar luka di punggungnya itu cepat membaik.
Dibawah pohon yang sangat besar, aku duduk dengan memangku kepala harimau itu. Lalu ku usap-usap lembut puncak kepalanya. Terasa sangat halus bulu-bulunya. Harimau itu pun tertidur pulas.
Sedikit tersenyum ku pandangi sebagian wajah harimau itu. Tak pernah menyangka saja, bisa membuat kucing besar ini tertidur dengan pulas dipangkuanku.
...****************...
''Jleb...," sebuah anak panah melesat cepat dan berhasil menancap pada tubuh seekor kijang yang cukup besar. Setelahnya, kijang itu pun langsung ambruk ke tanah. Seorang pengawal lalu memberi isyarat kepada beberapa prajurit untuk mengangkat tubuh kijang itu.
"Baginda, beberapa hari ini anda sangat senang menghabiskan waktu di dalam hutan, apakah hewan-hewan itu belum cukup banyak untuk dibawa pulang?'' tanya seorang pengawal pribadi Kaisar, Mu Jin.
Yang di tanya hanya sedikit melirik dan tersenyum kecut menjawabnya. Ia pun berucap, "Bukankah kau sangat mengerti keadaannya Mu ... untuk saat ini, istana sangat membosankan."
"Tapi Baginda, tentang Permaisuri ... ''
"Sudahlah Mu Jin, lebih baik kau kembali jika masih ingin membicarakan hal itu,'' jawab Sang Kaisar yang langsung memotong ucapan pengawal pribadinya itu.
Pengawal Mu sedikit kecewa dengan jawaban junjungannya itu. Ia lalu menunduk dan memberi tanda hormat pada Sang Kaisar, "Tapi Baginda, saya mendapat kabar bahwa Ibu Suri Agung akan mengadakan perjamuan dan mengundang beberapa Putri dari Berbagai Kekaisaran. Tujuannya adalah untuk memilih calon Permaisuri Anda Baginda." Jelas pengawal Mu.
Mendadak Sang Kaisar menghentikan aktifitasnya yang sedang fokus menatap calon buruannya, karena ia sedikit terkejut mendengar ucapan pengawalnya itu. Lalu ia turunkan busurnya itu perlahan dan sedikit melirik kearah pengawalnya. Dengan kepala yang sedikit menoleh kearah pengawalnya juga. Kaisar lalu berucap, "Kapan?"
Pengawal Mu pun langsung menjawab, "Bulan depan Baginda, saat perayaan ulang tahun Ibu Suri Agung."
Kaisar hanya tersenyum kecut setelah mendengar jawaban dari pengawal pribadinya itu. Ia lalu kembali mengubah posisi kepalanya menghadap lurus ke depan. Kembali memperhatikan kijang, calon buruannya itu. Kaisar kembali berucap, "Cih, aku sudah tahu, beliau pun sudah mempersiapkan orangnya, mengapa repot-repot mengundang semua orang? Bukankah hanya ingin pamer saja?"
Kaisar pun kembali fokus membidik seekor kijang, calon buruannya itu. Ia melepas anak panah dari busurnya. Anak panah itu melesat cepat dan tepat mengenai tubuh si kijang. Kijang itu pun langsung ambruk ke tanah.
Beberapa prajurit pun langsung mengangkat tubuh kijang itu. Dan membawanya untuk berkumpul dengan binatang buruan yang lain.
Setelahnya, pengawal Mu lalu berucap, "Baginda, bukankah berarti orang itu akan menjadi mata-mata untuk Ibu Suri Agung?Sebaiknya Baginda segera membawa gadis dalam potret itu kepada Yang Mulia Purna-Kaisar."
Kaisar cukup terkejut mendengar ucapan pengawal Mu. Ia lalu berbalik arah dan beberapa saat menatap pengawal Mu. Lalu Ia pun mengubah lagi posisi badannya menghadap ke kanan. Mengarah ke sebuah jurang yang jaraknya cukup jauh darinya. Terlihat sedikit pemandangan pohon dan rumah-rumah yang terlihat kecil dari tempatnya memandang.
Dengan pandangan sendu yang masih tetap lurus ke depan. Kaisar berucap, "Mu ... ada sesuatu yang tidak kamu pahami...," Kaisar pun langsung berbalik menghadap kearah pengawalnya lagi, "Sudahlah, kembalilah Mu, ada sesuatu yang perlu aku lakukan sendiri!"
Pengawal Mu menatap heran dan sedih melihat wajah Kaisarnya itu. Namun Ia tidak berani bertanya tentang keadaannya saat ini. Karena ia yakin, bila sudah waktunya, Kaisar pun pasti akan bercerita padanya.
Pengawal Mu bukan hanya pengawal pribadi Kaisar, ia juga merupakan sahabat Kaisar sejak kecil. Bahkan seluruh penghuni Istana pun tahu, bagaimana hubungan mereka berdua. Kaisar sendiri sudah menganggap pengawal Mu seperti adik kandungnya. Karena usia mereka hanya beda dua tahun saja.
Setelah beberapa detik, pengawal Mu pun sedikit menunduk memberi tanda hormat pada Sang Kaisar. Dan berbalik pergi bersama dengan semua prajurit yang mengikuti mereka, meninggalkan Kaisar seorang diri di hutan itu.
Kaisar pun kembali mengubah posisinya menghadap ke jurang itu. Kembali menikmati pemandangan yang ada disana. Pandangannya tenang, namun sedikit sendu. Ia lalu berucap, "Akan lebih baik bila saat ini ada kau di sisiku Freya.
Entah mengapa, semakin lama, aku semakin mengharapkanmu. Rasa cinta ini semakin besar. Apakah aku Kaisar terbodoh di dunia ini? bisa-bisanya mencintai seorang gadis dari dalam mimpi? Aku benar-benar merindukanmu. Jika kau benar-benar nyata, ku harap kita bisa segera bertemu, Istriku...,"
Senyuman manisnya kembali terlihat, saat ia kembali mengingat semua tentangku di dalam mimpinya.
Tiba-tiba Sang Kaisar pun waspada, saat mendengar auman harimau yang sedikit keras. Diambilnya busur panah yang sebelumnya ia letakkan di atas batu itu.
Perlahan ia berjalan, kembali masuk ke tengah hutan. Menuju kearah harimau yang mengaum itu. Langkahnya terhenti, saat matanya berhasil menangkap keberadaan harimau itu.
Ia pun bergegas mengambil salah satu anak panah dari balik punggungnya. Dan memasangnya cepat dengan busurnya. Segera ia membidik harimau itu. Matanya sangat fokus mengamati pergerakan harimau itu.
Anak panahnya setia mengikuti arah harimau yang sedang berjalan perlahan itu. Tangan Kaisar pun bersiap untuk melepaskan anak panah itu. Namun tiba-tiba ...
"Leo Wu...!" seruku pada harimau itu saat aku melihat kedatangannya dari kejauhan.
Kaisar cukup terkejut mendengar suaraku. Ia pun langsung menurunkan busur panahnya. Tak melanjutkan niatnya untuk memanah harimau itu. Pandangannya kosong, ia merasa akrab dengan suaraku.
Ia pun kembali memperhatikan langkah harimau itu yang berjalan mendekatiku.
Lalu aku sedikit berlari menghampiri Leo, si harimau itu. Aku bersimpuh dan mengusap-usap lembut bulu kepala Leo. Lalu berucap sedikit kesal padanya, "Leo, darimana saja kamu? Jangan nakal ya? Emang mau aku tinggal? ku acak-acak bulu kepala Leo dan memeluknya. "Sudahlah, ayo kita pulang!"
Beberapa saat Kaisar terdiam, ia fokus menatap kami. Ia terkejut mendengar suaraku. Tangannya berkeringat dingin, sedikit bergetar. Jantungnya pun berdegup kencang. Harap-harap cemas, berharap yang ia dengar adalah apa yang ia harapkan. Namun ia ragu, itu pasti mustahil.
Kaisar sangat terkejut saat tubuhku berbalik arah. Kini terlihat jelas wajah cantik ku yang nyata dalam pandangannya. Mata Kaisar terus mengekori tubuhku yang perlahan berlalu melewatinya. Ia berucap pelan, "Freya...."
Busur panah yang sejak tadi ia pegang pun terjatuh begitu saja. Aku dan Leo pun terpaksa menghentikan langkah. Suara itu membuat kami waspada.
Perlahan aku berbalik arah. Lalu ku amati keadaan di sekitarku itu. Dari tempatku berdiri, memang terlihat tubuh seseorang yang sedang memperhatikan kami. Namun anehnya, seseorang itu hanya terdiam. Tidak berusaha kabur ataupun panik saat kami mengetahui keberadaannya.
Salah satu tanganku pun mengeluarkan pedang dari sarungnya. Menghunuskan pedang itu ke depan. Sambil terus berjalan perlahan, untuk menghampiri seseorang yang ada di balik semak belukar itu. Sedangkan Leo, ia setia berdiri ditempatnya sambil terus memperhatikan aku.
Kaisar tetap terdiam, ia sedikit linglung. Seperti terhipnotis, sejak melihat wajahku beberapa saat yang lalu. Ia tetap tak bergeming saat melihat aku yang sedang menghampirinya sekarang. Pedang itu ku hunuskan tepat di depan mukanya, "Apa yang kamu ...,"
Kali ini akulah yang dibuat terkejut olehnya. Membuat ucapanku mendadak tercekat. Kami saling memandang sekarang. Mataku sedikit membulat, memandangi matanya lekat. Ia pun sama lekatnya menatap mataku.
Aku hampir tak percaya dengan apa yang ku lihat ini. Walaupun Kakek Li sudah bercerita tentang seseorang yang ada dihadapanku ini, namun tetap saja aku tak menyangka bahwa suami dalam mimpiku itu benar-benar ada. Pedang yang ku genggam pun ikut bergetar karena tanganku.
Dan entah harus bagaimana mengungkapkan isi hati Sang Kaisar saat ini. Ia pasti sangat bahagia. Namun terlihat, ia masih sedikit tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Karena ia masih tetap diam mematung saja. Namun, ia masih terus menatap wajahku. Lalu berucap, "Freya ... istriku ... mimpi indahku...,"
Aku semakin terkejut saat ia berucap pelan namun terdengar jelas itu. Pedang yang ku genggam erat sejak tadi pun mendadak jatuh ke tanah.
Apa? Freya? Istriku? Mimpi indahku? Apa tadi ia memanggilku begitu? Apa aku salah dengar? Bukankah panggilan itu hanya dalam mimpi saja? Ya Tuhan, apa ini? Bisa-bisanya mata dan pendengaranku terganggu, hanya karena aku sering memikirkan suami dalam mimpiku itu!
Ini tak benar! Ya ampun, sadar Re sadar! Nggak-nggak, tadi mungkin memang telingaku yang salah dengar karena terlalu berharap! Tapi mataku ini nggak buta! Wajah tampan di depanku saat ini benar-benar wajahnya! Ya Tuhan!
Ah! Sudahlah! Bagaimanapun, semua itu hanya mimpi! Kalau wajah mereka benar-benar mirip memangnya kenapa? Bukankah itu bagus! Berarti aku punya kesempatan untuk membuat mimpi itu menjadi nyata. Hehe, senangnya!
Aish! Nggak-nggak, itu tak benar! Bukankah Kakek Li bilang aku calon Permaisuri? Apa aku orang yang tak setia seperti itu? Tapi ... aku benar-benar menyimpan cinta yang begitu banyak untuk suami mimpiku.
Benar-benar melihat dia memang benar ada saja sudah sangat bahagia. Tapi aku sudah bertunangan disini. Hiks Hiks! Patah hati deh! Heuft!
Apa mungkin sekarang aku memang sedang bermimpi ya?
Aku pun justru kembali mengingat kejadian terakhir kali yang terjadi di ruang rawatku saat itu.
Perlahan aku membuka mata setelah beberapa hari tak sadarkan diri. Aku merasa sangat haus. Lalu perlahan ku angkat tubuhku untuk duduk. Ku coba raih gelas yang berada diatas meja yang terletak disebelah ranjangku itu.
Namun, saat aku hendak mengambil gelas air itu, tiba-tiba sebuah cahaya putih muncul dari tembok yang berada tepat disamping ranjang pasienku. Aku pun langsung menoleh cahaya itu.
Aku yang penasaran pun, berniat untuk mendekati cahaya putih itu. Perlahan tubuhku pun berbalik mengikuti arah wajahku menatap.
Kini kakiku sudah menjuntai ke lantai. Sekuat tenaga, ku paksakan tubuhku untuk turun dari ranjang itu. Saat berhasil berdiri, perlahan ku lepas peganganku pada pinggiran ranjang. Dan ku langkahkan kakiku perlahan, untuk menghampiri cahaya itu.
Dengan susah payah, kini aku sudah berada tepat di depan cahaya itu. Namun, kepalaku mendadak terasa sangat sakit. Benar-benar sakit. Semua terlihat gelap. Lalu tubuhku pun langsung jatuh ke lantai.
Sampai situlah aku mengingat kejadian terakhir kali sebelum aku berada di dunia Kekaisaran ini. Rupanya, saat aku tak sadarkan diri, cahaya itu langsung menyerap tubuhku untuk masuk kedalamnya. Dan aku pun menghilang tanpa jejak dari ruangan pasien itu. Entah bagaimana kabar keluarga dan teman-teman ku disana?
Aku mendadak tersadar dari lamunanku. Saat suara pria tampan di hadapanku itu berhasil menembus kedalam lubang telingaku. "Maaf membuatmu terkejut Nona. Ini pedangmu."
Kaisar pun menyuarakan hatinya, "Apa yang ia pikirkan? Mengapa ia terdiam begitu lama? Mungkinkah ia mengenaliku...? Ah tidak-tidak! Bagaimana mungkin kita berdua memiliki mimpi yang sama? Itu tak mungkin!
Sudahlah, mungkin ia hanya terpukau karena melihat ketampananku. Hehe. Bukankah ini berita baik untukku? Sama atau tidaknya mimpiku dan mimpinya! Memangnya kenapa? Karena ia sudah disini, maka tak akan aku lepaskan!"
"Terimakasih." Aku menatapnya sesaat, lalu ku terima pedang yang ia berikan padaku. Dan langsung ku masukkan pedang itu kedalam sarungnya.
Kami pun kembali saling menatap. Dan saling mengalihkan pandangan setelah beberapa saat kemudian. Aku tak tahu harus berkata apa. Kenapa ia juga bersikap aneh seperti itu? Rasanya canggung sekali. Mungkin, pria di depanku ini tak pernah berinteraksi dengan lawan jenisnya!
Tapi jujur saja, rasanya aku ingin sekali berlari dan memeluk erat tubuh itu! Oh Tuhan!
Ah sudahlah! Aku berusaha untuk bersikap biasa saja. Seolah ia tak pernah hadir di dalam mimpiku.
Begitupun yang ia lakukan. Ia berusaha bersikap biasa saja kepadaku. Ya. Memangnya harus bagaimana? Toh yang kami tahu, semua itu hanya bunga tidur saja.
"Maaf Nona, mengapa anda sendirian di tengah hutan seperti ini? Apakah anda tersesat?" tanya Sang Kaisar yang mencoba untuk mencairkan suasana.
Apa? Nona? Ya ya, itu sudah benar. Memangnya ia akan memanggilku apa? Freya Istriku? Seperti yang telingaku harapkan tadi? Panggilan cinta dalam mimpi itu?
Aku hanya tak yakin karena tak ada bukti. Bahwa yang telingaku dengar sebelumnya itu memang benar-benar memanggilku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Vinansha AFR
Menarik apa nih kak? 😁
2023-02-15
0
Wanda Wanda i
menarikkk
2023-02-15
1