"Iya Nona, saya mengetahui semuanya, Nona sudah ditakdirkan akan bertemu dengan Kakek tua ini. Bertahun-tahun Kakek selalu menunggu kedatangan Nona," jawab Kakek tersenyum.
"Apa?" Aku justru semakin dibuat bingung dengan jawaban Si Kakek.
...****************...
Aku berjalan perlahan ditengah rimbunnya hutan. Aku sama sekali tidak takut berkeliaran sendirian. Padahal sebelumnya, saat pertama kali menginjakkan kakiku di hutan ini, aku sungguh cemas dan selalu waspada. Tapi setelah bertemu Kakek itu, semuanya berubah.
Saat ini, aku mengenakan gaun khas seorang Putri Kekaisaran China dengan warna tosca. Di lengkapi dengan berbagai aksesoris rambut ciri khas wanita China.
Sangat berbeda dengan sebelumnya, saat bertemu dengan Kakek itu. Pantas saja, saat pertama kali melihatku, ekspresi Si Kakek jauh berbeda dengan ekspresiku. Ternyata Kakek sudah jauh mengetahui tentang keluargaku lebih dulu.
Aku terlihat sangat cantik dengan rambut panjang hitam yang menjuntai indah karena mengenakan gaun khas China ini. Berbeda sekali dengan penampilanku di dunia modern yang sering mengikat rambut panjangku ini.
Bahkan aku sendiri hampir tidak mengenali diriku dari pantulan cermin saat merias diri tadi. Aku seperti bukan diriku. Aku masih tidak menyangka, di dunia sana aku selalu memakai celana jeans, kaos dan jaket. Sekarang malah menjadi seorang Tuan Putri. Aku yang sekarang ini, seperti akan syuting drama China Kerajaan saja.
Tak terasa, aku semakin jauh berjalan kedalam hutan setelah mendapat arahan dari Kakek Li. Kembali teringat dalam cerita Kakek tadi, bahwa aku adalah calon Permaisuri Negeri ini. Lalu, bagaimana rupa Kaisar itu? Apakah akan setampan suami dalam mimpiku? Atau jangan-jangan suami dalam mimpiku itulah Kaisarnya?
Oh Tuhan! Jika itu benar, memang benar-benar takdir yang sangat indah untukku. Tapi, kalau memang benar suami Kaisar itu jodohku, mengapa jalan takdir kami harus serumit ini? Aku terkadang ragu! Jangan-jangan saat ini aku memang sedang bermimpi. Tapi bila ini mimpi, mengapa sangat panjang?
Ah, sudahlah. Lebih baik, aku segera mencari bunga itu. Kakek bilang bunga itu ada didasar jurang dekat air terjun, tapi dimana air terjunnya? Aku sudah berjalan begitu jauh, namun masih belum terdengar suara gemercik air juga. Aku lelah. Aku pun duduk dibawah salah satu pohon besar, untuk melepas lelahku.
Ku usap pelan dengan lenganku, butiran-butiran keringat di dahiku yang siap meluncur mengarah ke mataku itu. Tak lupa juga untuk mengusap keringat di wajah dan leherku.
Lalu, aku mengibas-ibaskan salah satu tanganku yang memegang kipas tangan kearah wajahku. Andai ini duniaku, mungkin saat ini aku sedang duduk bersandar di atas kursi dengan AC yang menyala di temani jus alpukat dingin yang segar. Mendadak aku jadi sangat merindukan minuman kesukaanku itu.
Aku lalu mengeluarkan bungkusan dari salah satu celah dibalik gaunku. Bungkusan itu berisi beberapa kue yang Kakek siapkan untuk bekal perjalananku di dalam hutan ini. Aku pun memakan beberapa bagian kue itu.
Dan kembali melamun.
Entahlah! Setelah sampai ditempat ini, sebagian dari kegiatanku pastilah melamun. Melamun, kembali mengingat dan memahami semua hal yang satu persatu ku alami. Entah hal itu dari dunia asliku atau hal-hal baru dari dunia asing ini.
*****
(Cerita masuk ke zaman modern - Ingatan Kak Fachry)
"Kak Fachry awaaaaass," teriakku keras.
"Duuaaaaarrr"
Suara pinggiran mobil truck yang berbenturan keras dengan tubuhku. Membuat tubuhku terpental sangat jauh dari lokasi tabrakan itu.
"Rereeeee" teriak Kak Fachry terkejut.
Kak Fachry melihat tubuhku yang sangat lemah yang mulai terjatuh. Tubuhku mengeluarkan banyak darah, terutama di bagian kepalaku. Aku pun tak sadarkan diri.
Kak Fachry langsung berlari menghampiri tubuhku. Ia mengangkat kepalaku dan langsung memangkunya. Tubuhnya ikut lemas melihat begitu banyak darah yang keluar dari tubuh dan kepalaku. Sampai baju dan celana yang Kak Fachry pakai pun ikut memerah karena darahku itu.
"Re bangun Re, Re, Reree!!" ucap Kak Fachry semakin panik.
Kak Fachry pun langsung membawaku ke rumah sakit. Setelah beberapa warga datang dan membantunya untuk mengangkat tubuhku masuk kedalam mobilnya.
Kak Fachry menunggu diluar ruangan saat tubuhku dibawa masuk oleh beberapa petugas kesehatan dengan sebuah brankar ke ruang UGD. Ia mengambil ponselnya dan menekan tombol panggilan ke nomor Kak Ardhan.
"Halo Ry ada apa?" tanya Kak Ardhan dari seberang telepon.
"Freya Dhan, Freya ... Freya ... Hiks Hiks Hiks," Kak Fachry tak kuasa menahan tangisnya.
"Kenapa sama Freya Ry? Apa yang terjadi? Ry? Fachry?" tanya Kak Ardhan sedikit cemas.
"Dhan ... Freya ... Freya kecelakaan Dhan ... Sorry Dhan, gue nggak becus jagain dia. Sekarang Freya lagi ditangani dokter di UGD. Hiks Hiks. Dhan ... gue takut Dhan. Freya ... Gue takut Freya kenapa-napa," ucap Kak Fachry sedih dan tak terdengar suaranya untuk beberapa saat, hanya suara isak tangisnya yang samar-samar masih terdengar oleh Kak Ardhan.
"Ry, sekarang Lo tenang ya, Oke? Lo denger gua kan? Lo harus tenang! Biar gue yang ngabarin bokap nyokap sama anak-anak, terus langsung kesana. Rumah sakit mana Ry?" ucap Kak Ardhan yang berusaha menenangkan Kak Fachry.
"Ciremai." Jawab Kak Fachry lemah.
***
Beberapa jam kemudian, tubuhku sudah dalam kondisi stabil dan sudah boleh dipindahkan ke ruang rawat VIP. Kak Fachry pun sudah setia menemaniku disana.
"Re, Ini aku Fachry. Maaf ... aku gagal buat jagain kamu. Cepet sadar ya Re. Maafin aku ya Re, karena aku, kamu jadi kayak gini. Cepet sadar Re, maafin aku," ucap Kak Fachry pilu yang hampir saja meneteskan air matanya.
Kak Fachry mengecup pelan punggung tangan kananku yang ia genggam. Lalu menempelkan tanganku itu disalah satu pipinya. Air matanya pun berhasil terjun kearah bibirnya. Ia hancur melihatku yang seperti itu.
Ia lalu menghapus air matanya dengan tangannya yang lain. Tanganku perlahan ia turunkan dari pipinya dan ia tempatkan kembali diatas ranjang pasien itu. Ia mengusap lembut tanganku. Isakan tangisnya samar-samar kembali terdengar.
***
"Halo Dhan, kenapa?" tanya Kak Fachry.
"Ry, Freya hilang." Jawab Kak Ardhan.
"Apa? Freya hilang?" sahut Kak Fachry terkejut.
"Iya Ry, gue udah cari sekeliling rumah sakit tapi Freya nggak ada. Gue bingung Ry, kemana perginya Freya. Padahal gue cuma ninggalin dia sebentar ke toilet doang. Ini gue sama satpam lagi otewe mau cek CCTV, siapa tahu ada jejak tentang Freya." Penjelasan Kak Ardhan dalam sambungan telepon dengan berjalan gusar menuju keruang CCTV rumah sakit.
Dengan sambungan telepon yang masih aktif, Kak Fachry bergegas memakai jaket dan helm, lalu mengambil kunci motornya dan langsung menuju ke rumah sakit setelah mendengar kabar hilangnya aku.
"Yang lain gimana Dhan?" jawab Kak Fachry berusaha tetap tenang. Padahal hatinya tak karuan. Ia pasti sangat mengkhawatirkan aku. Begitupun dengan Kak Ardan.
"Family udah tau, mereka lagi otewe kesini. Anak-anak yang belum sempet gue kabarin." Sahut Kak Ardhan.
"Oke, biar gue yang ngabarin anak-anak." Ucap Kak Fachry.
Setelah sambungan telepon terputus, Kak Fachry langsung memberi kabar tentang hilangnya aku kepada teman-teman yang lain melalui grub whatsapp.
(Ingatan Berakhir)
Saat ini, Kak Fachry sedang berbaring diatas ranjangnya. Dengan tatapan sayu keatas, menatap langit-langit kamarnya. Matanya sedikit basah setelah mengingat kembali beberapa peristiwa na'as tentangku.
Ia masih sangat merasa bersalah atas apa yang terjadi padaku. Ia pun mengubah posisi badannya, menghadap kesamping. Melihat frame yang berisi fotoku. Ia meraih frame itu dengan salah satu tangannya.
Ia memandangi wajahku dari dalam frame yang berukuran 8R itu. Ia mengusap lembut wajah dalam foto itu dan perlahan menciumnya. Cairan bening kembali menetes dari sudut matanya. Ia peluk frame itu, sambil menangis terisak.
...****************...
(Cerita kembali ke zaman Kekaisaran - Aku Kembali Melamun)
"Maksud Kakek apa, aku nggak ngerti Kek?'' tanyaku pada Kakek.
Kakek itu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku sambil memberikan sepiring kue kepadaku.
"Ini, makanlah dulu Nona, Nona pasti sangat lapar dan haus karena perjalanan tadi,'' ucap Kakek santai. Ia seperti tidak peduli dengan pertanyaanku.
Aku tidak menjawab, aku hanya melirik kearah Kakek itu, sambil mengambil piring berisi kue yang Kakek berikan padaku. Aku mengamati kue-kue cantik diatas piring itu.
Kue yang sangat cantik. Aku tersenyum kecil mengingat Dias saat melihat kue itu. Rasanya sayang sekali untuk dimakan. Kalau ada Dias, dia pasti senang. Dia suka banget sama kue. Dias itu adik angkatku. Dia adik kandung Kak Ardhan. Pikiranku pun semakin mengingat Dias.
Kita sering banget berebut makanan. Makanan atau barang apapun itu, kalau aku menyukainya, pasti dia berusaha merebutnya dariku. Aku rindu kamu Dias. Sedang apa kamu disana? Dan bagaimana kabar yang lainnya? Apa mereka mengkhawatirkan aku?
Aku kembali melirik kue-kue di dalam piring itu setelah usai memikirkan orang-orang terdekatku. Ku ambil satu keping kue, dan ku amati kue itu. Lalu ku cium aroma kue itu perlahan, tanpa memakannya. Aku sedikit curiga saja, jangan-jangan setelah memakan kue ini, akan ada keajaiban yang terjadi lagi.
Kakek itu tersenyum, memperhatikan aku yang sedang mengamati kue-kue cantik itu. Ia lalu berucap, "Nona, makanlah, Kakek tua ini tidak akan pernah berani untuk mencampurkan racun atau formula apapun kedalam kue-kue itu,"
Aku sedikit terkejut mendengar ucapan Si Kakek. Bisa-bisanya Ia tahu apa yang aku pikirkan. Apakah begitu kentara?
Lalu ku lirik Si Kakek dengan senyuman kecil yang terlihat begitu terpaksa dan mendadak. Aku sedikit menganggukkan kepala kepada Si Kakek karena merasa tak enak sudah berprasangka buruk padanya.
Perlahan ku gigit bagian kecil kue itu dan mulai mengunyahnya. Ku makan sangat pelan kue itu. Menikmati cita rasanya sambil sedikit berfikir bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat kue cantik itu.
Namun berbeda dengan pemikiran Si Kakek. Kakek mengira, aku khawatir dan masih menaruh curiga padanya.
Tiba-tiba Kakek itu mengagetkanku, ia berlutut di depanku. Dengan kepala yang menunduk. Dan kedua tangan yang sedikit bertumpuk, ia angkat tangan itu, ke atas lebih tinggi dari kepalanya.
Ia lalu berucap, "Yang Mulia Tuan Putri, mohon maafkan atas kelancangan saya sebelumnya. Saya Li Shimin, Tabib pribadi Purna-Kaisar, Ayah dari Kaisar Negeri ini, Kaisar Dinasti Tang, Yang Mulia Kaisar Ashile Sun,"
"Apa? Tabib? Kaisar?" tanyaku kaget dan penasaran.
"Benar Yang Mulia, seharusnya sejak awal Kakek tua ini memanggil anda dengan benar, anda adalah calon Permaisuri Negeri ini. Anda telah ditakdirkan untuk menjadi Permaisuri Dinasti ini sejak anda dilahirkan. Maaf atas kelancangan saya Yang Mulia." Kakek itu semakin menunduk dan bersujud di depanku. Ia berulang-ulang melakukannya.
Aku pun langsung menghentikan apa yang dilakukan Si Kakek. Dan memapahnya untuk duduk di kursi. Aku pun duduk dikursi yang berhadapan dengannya.
Setelahnya, Kakek itu langsung berdiri dan sedikit membungkuk memberi hormat padaku sambil mengucapkan terimakasih.
Kembali aku melirik Kakek itu dan langsung menyuruhnya untuk kembali duduk. Jujur saja, aku sangat risih diperlakukan seperti itu. Sebentar aku menarik nafas, lalu berucap, "Maksud dari ucapan Kakek tadi apa? Aku calon Permaisuri Negeri ini? Bagaimana bisa?"
Kakek itu kembali membungkuk memberi hormat padaku, sambil berucap, "Saya menjawab Yang Mulia, lihatlah ini Yang Mulia, cincin mutiara ini dan mutiara yang ada dalam tubuh Yang Mulia, mutiara-mutiara itu saling berhubungan dan berasal dari sumber yang sama. Akan ada pengaruhnya terhadap tubuh anda bila mutiara-mutiara itu berdekatan,"
Sontak aku pun langsung melihat tubuhku dan beralih menatap Si Kakek. Mutiara apa? Memangnya aku Mermaid? Aku semakin tak percaya dengan apa yang aku dengar tadi. Namun aku pun semakin penasan dengan ucapan Kakek itu. Lalu aku berucap, "Mutiara apa yang Kakek maksud? Bagaimana bisa ada mutiara di tubuhku?"
Kakek Li pun memperlihatkan kembali sebuah cincin mutiara yang sangat cantik padaku. Cincin itu melingkar dijari tengah tangan kanannya. Ia lalu melepas cincin itu dan meletakkannya di atas meja, berada tepat di depanku.
"Ada apa dengan cincin itu Kek?" ucapku masih bingung namun sangat penasaran.
***
Mendadak ku hentikan lamunanku tentang cerita Kakek Li beberapa jam yang lalu, karena terkejut saat seekor harimau besar mengaum keras dan berjalan menghampiriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments