TUT TUT ....
"Bagaimana hasilnya, Ibu?" tanya Sofia begitu melihat Fina selesai bertelepon dengan seseorang.
"Berhasil! Nyonya keluarga Bashara menerima tawaran kita!" jawab Fina dengan senyuman lebar.
"Haha, baguslah! Rupanya Sherina si pembawa sial itu masih berguna meskipun dia sudah masuk ke rumah sakit jiwa! Malang juga nasibnya, begitu dia menikah maka hidupnya tidak akan lama lagi. Sherina pasti tidak bisa lepas dari kutukan itu! Oh ya, aku pergi dulu ya, Ibu!" ucap Sofia seraya menenteng tasnya.
"Memangnya kau mau pergi ke mana?" tanya Fina.
"Aku ingin menemui kak Satya, memintanya untuk segera mengurus surat perceraian. Ini sudah hampir 2 minggu sejak Sherina kita masukkan ke rumah sakit jiwa. Sebentar lagi dia akan jadi tumbal keluarga Bashara, sedangkan identitasnya saat ini masih jadi istri sah kak Satya. Jadi, sebelum kita menjual sesuatu bukankah harus memastikan jika barang itu bebas dari status kepemilikan?"
"Benar, kalau begitu minta Satya supaya secepatnya mengurus surat perceraian itu!" jawab Fina yang memberikan dukungan penuh.
"Baik, aku pergi sekarang ya, Ibu!" Sofia pun segera berjalan pergi meninggalkan rumahnya untuk bertemu dengan Satya.
Keluarga ini benar-benar memperlakukan Sherina dengan buruk. Tak cuma membuatnya menderita, sekarang mereka juga berencana memanfaatkan Sherina dan menjualnya pada keluarga Bashara. Mereka semua melakukan apa saja supaya rencana jahat mereka berhasil.
Hingga tibalah sehari sebelum pertemuan dengan Vicky Bashara. Panji baru menyempatkan diri untuk menjemput Sherina yang masih berada di rumah sakit jiwa. Setelah Panji memohon kepada petugas, dia diberikan izin untuk berbicara dengan Sherina secara pribadi.
"Ada perlu apa kau kemari?" tanya Sherina dengan nada ketus. Dia begitu muak melihat wajah ayahnya, bahkan juga membuang sopan santun ataupun rasa hormat.
"Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?" tanya Panji yang hanya basa-basi. Tidak dijawab pun dia bisa tahu keadaan Sherina seperti apa ketika melihat penampilannya yang acak-acakan dan tak terawat. Meskipun menyedihkan, dia puas lantaran Sherina menjalani hari-hari yang sulit.
"Langsung saja katakan intinya!" bentak Sherina yang mulai kehilangan kesabaran. Kebenciannya pada Panji sudah menumpuk, jika lebih lama lagi dia mungkin akan mencakar wajah tidak tahu diri ayahnya yang sangat tebal ini.
"Baiklah." Panji lalu mengeluarkan selembar kertas dan pulpen, menaruh kedua benda itu ke atas meja dan menyodorkannya pada Sherina. "Ini surat gugatan perceraian dari Satya! Cepat tanda tangani ini!"
"...." Sherina membisu, menatap kertas itu lekat-lekat. Membaca setiap kata di atasnya, serta memikirkan tujuan macam apa yang menjadi motif di baliknya. Sherina tahu jika Panji tidak mungkin repot-repot mengantarkan surat ini jika tidak menguntungkan baginya.
"Heh!" Panji tersenyum meremehkan. Menganggap diamnya Sherina saat ini sebagai reaksi dari patah hati karena diceraikan oleh Satya.
"Baiklah! Lagi pula tidak ada gunanya punya suami bajing*n!" ucap Sherina yang langsung menandatangani kertas itu dengan cepat. "Aku sudah tanda tangan, sekarang pergilah!"
"Eh?!" Panji tersentak, apa yang dilakukan oleh Sherina benar-benar di luar bayangannya. Dia membayangkan jika Sherina akan menangis dan memohon supaya tidak diceraikan.
"Tunggu sebentar, ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan padamu! Hari ini aku akan membawamu keluar dari sini asalkan kau menyetujui syaratku! Syaratku adalah, setelah kau keluar dari sini maka kau harus menikah dengan tuan muda keluarga Bashara!"
"Hah?" Sherina kebingungan, tak menyangka jika ayahnya akan menyuruhnya untuk menikah lagi di saat dia baru saja menandatangani surat perceraian. Tetapi, dia mulai memahami akan maksud dari ayahnya. Sherina bukanlah orang bodoh, dia sudah tahu soal rumor kutukan yang melekat pada keluarga Bashara.
"Bagaimana bisa aku dan tuan muda Bashara menikah? Kami saja tidak pernah bertemu, dari mana dia bisa mengenalku?" tanya Sherina dengan tatapan menusuk.
"Mudah saja, kami menjualmu! Besok kau bertemu dengannya dan bicarakan soal pernikahan!" jawab Panji dengan seringai licik.
"K-kau ...." Sherina merasa geram, tak habis pikir jika siksaan baginya belum berakhir. Namun, Sherina tak langsung gelap mata, dia memilih untuk diam dan berpikir.
Menikah dengan tuan muda Bashara, sudah pasti ini pernikahan yang bertujuan untuk menumbalkan aku. Tapi, aku ini adalah seseorang yang bangkit dari kematian. Aku sudah pernah mati sekali, aku tak mau mati dengan mudah untuk kedua kalinya. Jika aku menolak tawaran ini, pasti si tua bangka ini akan membuatku tetap berada di sini. Mungkin sebaiknya aku terima saja, lagi pula ini kesempatan bagiku untuk keluar dari tempat ini.
"Baiklah, jika dengan menikah bisa membawaku keluar dari sini, maka akan aku lakukan!" ungkap Sherina dengan keyakinan.
"Pintar, sungguh anak yang patuh dan berbakti!" Panji tersenyum puas, semua yang dia rencanakan sejauh ini berjalan lancar tanpa halangan.
***
Hari berganti, karena Sherina telah menyetujui syarat yang diberikan oleh Panji, maka hari ini dia harus melakukan pertemuan dengan Vicky Bashara. Pertemuan itu dilakukan di sebuah restoran, tepatnya restoran warisan keluarga yang saat ini dikelola Satya. Sherina berpikir jika hidupnya sungguh miris, diceraikan dan sekarang berada di restoran mantan suaminya untuk berkenalan dengan calon suaminya.
Shangri-La Restaurant, itulah nama restoran yang khusus menyajikan masakan china ini. Meskipun sudah lama berdiri, dekorasi restoran ini masih terlihat mengagumkan. Bermacam-macam dekorasi seperti guci keramik, lukisan dan hiasan kaligrafi China turut menambahkan kesan dengan nuansa yang khas.
Dan sekarang, Sherina seorang diri berada di sebuah ruangan VIP. Dia berada di sini semuanya atas perintah dari ayahnya. Bahkan, hari ini dia juga didandani dengan cantik dan memakai pakaian yang mewah demi menyambut kedatangan Vicky Bashara.
"Di mana dia? Kukira pebisnis sepertinya akan tiba tepat waktu," gumam Sherina sambil melirik ke arah jam dinding. Sudah 10 menit terlewat dari waktu yang dijanjikan.
Tiba-tiba saja pintu ruangan dibuka, dua orang pelayan lantas memberikan sambutan pada seseorang yang baru saja datang. Pria tinggi dan tampan ini adalah Vicky Bashara, dia datang seorang diri dengan masih memakai pakaian kantornya.
"Jadi dia ...." gumam Sherina yang sedikit terpana dengan penampilan Vicky. Pada detik berikutnya dia tersadar, berpikir jika dia tidak boleh tertipu pada penampilannya yang baik. Dia memiliki kesan yang buruk, sudah kapok lantaran salah menilai Satya yang penampilannya juga sama baiknya.
"Maaf atas keterlambatanku, tadi ada perbaikan jalan dan lalu lintas menjadi macet," ucap Vicky yang setelahnya langsung duduk di kursi yang sudah disediakan.
"Tidak apa-apa," jawab Sherina dengan nada sungkan. Entah mengapa jadi gugup begitu mengingat jika pria ini yang akan menjadi suami barunya.
Hening, tak ada satu pun dari mereka yang berniat mengawali pembicaraan ataupun meminta pelayan untuk menyajikan makanan. Vicky tak bicara dan bertanya karena dia memang sudah tahu seluk beluk soal Sherina. Dari dokumen yang dia dapatkan, dia bisa mengetahui tentang biografi Sherina dengan lengkap. Otomatis dia juga tahu jika Sherina ini seorang janda.
"Apa kau percaya kutukan?" tanya Vicky yang tiba-tiba memecah keheningan.
"Eh? Tidak ..." jawab Sherina.
"Hmm ... jadi kau tidak percaya, apakah ini alasanmu mau menikah denganku? Karena kau tidak takut mati setelah menikah denganku nanti?" tanya Vicky lagi. Dan kali ini tatapannya lebih menusuk dibandingkan tadi.
Sherina tak langsung menjawab. Justru dia tersenyum tipis setelah melihat cara Vicky menatap dirinya. "Saya tahu jika Tuan Vicky adalah orang yang pintar, saya yakin kalau Tuan Vicky juga sudah mengetahui semuanya. Dan saya minta, tak perlu menjaga sikap dan mengasihani saya. Saya tidak keberatan menikah karena memang tidak diberi hak untuk merasa keberatan. Saya ini ... sudah dijual oleh keluarga saya pada Anda."
"Baiklah jika itu maumu, tolong jangan sakit hati jika aku berkata apa adanya. Kau sudah dijual oleh keluargamu demi menjadi pengantin yang menggantikan kekasihku. Karena itu, izinkan aku memberikan bayaran yang pantas untuk membalas kesediaanmu."
Tiba-tiba saja Vicky mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat dari saku jasnya. Lantas menyodorkan amplop itu kepada Sherina. "Bukalah!" pintanya.
Sherina mengangguk, dia menerima amplop itu dan segera membukanya. Di dalam amplop itu terdapat secarik kertas, secarik kertas yang isinya mampu membuat kedua mata Sherina membulat. "I-ini semua ... bukannya berlebihan?"
"Tidak, semua itu memang sudah sepantasnya kau dapatkan. Aku menuliskan apa saja yang pantas kau terima, jadi terimalah dan jangan menolak pemberianku!" ucap Vicky penuh penekanan.
"T-tapi ... mahar ini, satu unit apartemen, tiga unit mobil, beberapa set perhiasan berlian. Tidakkah semua ini terlalu banyak bagi saya yang sebatas dijadikan tumbal?" tanya Sherina yang ingin memastikan sekali lagi.
"Banyak atau tidak itu tergantung pemikiranmu sendiri. Jika kau percaya pada takhayul itu, kau akan segera mati dan semua harta itu tak akan mampu untuk membeli sebuah nyawa. Jadi Nona Sherina, aku bertanya padamu sekali lagi, apakah kau percaya kutukan itu nyata atau tidak? Apa kau takut mati?"
"Tidak percaya dan aku tidak takut mati!" jawab Sherina spontan.
Hanya sebuah kutukan tidak akan membuatku mati! Aku percaya jika Tuhan memberikan kehidupan kedua karena sayang padaku. Jadi, Tuhan pasti akan selalu melindungiku. Lagi pula aku sudah pernah mengalami kematian, aku tidak takut untuk menghadapi kematian sekali lagi. Kutukan ini, aku pasti bisa membuktikan kalau ini cuma kebohongan.
"Nona Sherina, jujur saja ... aku tersanjung dengan keberanianmu. Jika saja kekasihku punya keberanian yang sama sepertimu, mungkin kami sudah menikah sejak lama. Tetapi begitulah, aku melakukan ini karena demi menenangkan hatinya," ucap Vicky dengan senyum pahit.
"Eh? Jadi Tuan Vicky sendiri tidak percaya pada kutukan ini?" tanya Sherina.
Vicky menghela napas. "Sejak awal aku memang tidak percaya, itulah mengapa ini juga sebuah keputusan yang sulit bagiku. Tetapi, aku berjanji padamu. Setelah kita menikah nanti, kita tak perlu menjalankan kewajiban atau mencampuri urusan pribadi masing-masing. Anggap saja pernikahan ini sebagai syarat penolak kutukan."
"Baiklah, saya paham. Ini seperti pernikahan kontrak, dan kontrak otomatis akan berakhir jika saya mati. Tetapi, Tuan ... bagaimana nanti jika saya tak kunjung mati?" tanya Sherina lagi.
"Pffttt ... tak aku sangka kau akan bertanya begitu." Vicky tertawa, merasa geli dengan pertanyaan lucu tak terduga dari Sherina.
"Kenapa malah tertawa?" gumam Sherina yang merasa jika tak ada yang salah dengan pertanyaannya.
"Maafkan aku," ucap Vicky yang kemudian berhenti tertawa. Lalu tiba-tiba mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Sherina. "Nona Sherina, aku mengharapkan kerja sama yang baik darimu!"
"Iya, saya juga." Sherina lantas meraih tangan Vicky dan berjabat tangan.
Tak ada lagi yang mereka bahas. Alhasil Vicky berinisiatif meminta pelayan untuk mulai menyajikan makanan. Vicky merasa lebih lega setelah bertemu dengan Sherina secara langsung. Meskipun pernikahan ini tanpa didasari oleh cinta, setidaknya dia mendapatkan orang yang bisa diajak bekerja sama. Tak saling memiliki perasaan dan tak saling mengekang.
Sedangkan bagi Sherina, dia juga merasa lega lantaran calon suaminya bukan tuan muda sombong seperti yang dia pikirkan. Pikirnya, mempunyai calon suami yang royal sepertinya tidak buruk juga. Setidaknya tidak akan menghalangi rencana balas dendam pada Satya dan keluarganya.
"Oh ya, ada satu hal yang lupa aku katakan. Pernikahan kita akan diadakan 3 hari lagi," ucap Vicky di kala makan.
"Uhuk-uhukk ....!" Sherina tersedak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Makiyah
aku kayak pernah baca cerita yang mirip di mangatoon. tapi komiknya...
mungkin cerita mirip, tapi beda ya... kan ide banyak yang sama tapicerita bisa berbeda,
lanjuut thor
2023-03-23
0
Mak Aul
ternyata bukan macam tuan muda bo ya. hahahahah
Sania!
good job my girl!
gbu!
2023-03-20
1
Mak Aul
wadidawwww ..m
2023-03-20
0