"Nikahi Julia, Arman," pinta sang ibu.
"Tidak, Bu! Arman sudah memiliki Renata, dia yang akan menjadi ibu sambung bagi Asa, bukan pengasuh itu!" tolak Arman dengan ketus.
Tiba-tiba saja Asa muncul ke ruangan tersebut. "Asa mau bunda Uli, Ayah, bukan aunty Tata!" jerit Asa yang langsung menangis histeris.
Raungan gadis kecil itu yang membahana ke seluruh penjuru ruangan, mengundang semua penghuni rumah besar tersebut untuk menuju ke sumber suara, termasuk Julia yang baru saja hendak memejamkan mata setelah seharian lelah mengasuh putri Dokter Arman.
Julia yang hendak mendekat, langsung mundur teratur ketika ayah dari anak yang saat ini menangis, memberikan isyarat dengan kibasan tangan serta tatapan dingin pada pengasuh Asa tersebut.
"Kembali ke kamarmu, sekarang!" titah Dokter Arman pelan, tetapi penuh penekanan.
Julia mengangguk patuh. Meskipun dengan langkah berat, gadis itu berlalu dari ruang keluarga untuk kembali ke dalam kamarnya.
'Kenapa tatapan Pak Dokter semarah itu padaku? Apa, aku berbuat kesalahan? Terus, kenapa Asa tiba-tiba nangis histeris? Padahal, sudah lama aku tidak mendengar dia menangis keras,' monolog Julia sambil berjalan gontai menuju kamarnya.
Sementara di ruang keluarga, Asa masih terus menjerit. Gadis kecil itu berontak ketika sang ayah memeluknya.
"Tenang, Sayang. Asa sudah sama ayah sekarang," bujuk sang ayah.
Jika biasanya, Asa akan segera berhenti menangis jika dipeluk oleh sang ayah, tapi kini, bocah kecil itu masih tetap histeris.
Bu Ratna yang juga ikut menenangkan Asa, sudah kewalahan. Begitu juga dengan dua asisten rumah tangga Dokter Arman, mereka tidak ada yang berhasil menenangkan gadis kecil yang jika memiliki keinginan harus segera dituruti tersebut.
Hampir tiga puluh menit berlalu, semua orang masih sibuk menenangkan Asa. Sementara sang bocah, seolah tiada lelah masih terus menangis dan menjerit.
"Arman, biarkan Julia yang menenangkan Asa. Kasihan putrimu, tenggorokannya bisa sakit karena terus-terusan menjerit," pinta Bu Ratna yang ikut menangis melihat keadaan sang cucu, sambil mendekati sang putra yang sedikit menjauh dari Asa.
Dokter Arman bergeming. Dia masih belum bisa terima dengan permintaan sang ibu dan juga putrinya.
"Pak Dokter, Asa kejang." Suara bibi asisten yang terdengar sangat khawatir, membuat Dokter Arman langsung berlari ke arah sang putri.
Dokter Arman segera membopong putri kecilnya menuju sofa dan membaringkan tubuh mungil itu di atas sofa empuk. "Ambilkan bantal itu, Bi!" titahnya pada bibi asisten.
Dokter kandungan itu merawat sendiri putrinya dengan sangat telaten dan penuh kasih, hingga tak berapa lama Asa mulai tenang dan kemudian tertidur.
Julia yang baru saja dipanggil oleh salah satu bibi asisten atas perintah Bu Ratna, mendekat.
"Maaf, Dok. Boleh saya tidurkan Asa di kamarnya," ijin Julia, takut-takut. Gadis itu masih teringat dengan tatapan tajam Dokter Arman kepadanya.
Nampak Bu Ratna memberikan isyarat pada sang putra, yang hendak melarang Julia.
"Tidurkan di kamarku saja, aku khawatir jika terbangun nanti dia akan kembali rewel," titahnya kemudian yang masih terdengar dingin di telinga Julia dan tanpa melihat ke arah pengasuh putrinya tersebut.
Pengasuh Asa itu mengangguk, patuh. Julia segera membopong tubuh mungil anak asuhnya dengan sangat hati-hati dan membawa Asa menuju kamar Dokter Arman.
Gadis itu nampak ragu ketika hendak masuk karena selama ini dia belum pernah sekalipun memasuki kamar yang berukuran sangat luas tersebut, kamar yang luasnya hampir sama dengan luas rumah sederhana orang tua Julia.
"Masuk saja." Suara Dokter Arman yang ada di belakangnya, membuat Julia terkejut. Ternyata ayah Asa tersebut, mengekori langkahnya.
"Baik, Dok," balas Julia, yang kemudian bergegas meneruskan langkah kembali.
Julia menidurkan Asa dengan hati-hati di atas ranjang berukuran jumbo yang memiliki kasur empuk. Gadis itu kemudian menyelimuti tubuh mungil anak asuhnya dengan selimut lembut, mencium kening Asa dengan penuh kasih dan kemudian segera berlalu tanpa berpamitan pada Dokter Arman yang terus mengawasi gerak-geriknya.
Baru saja kaki jenjang Julia sampai di ambang pintu, terdengar suara Asa yang kembali menjerit.
"Asa mau Bunda Uli!"
Reflek, Julia membalikkan badan dan kemudian memacu langkah kembali ke ranjang dan segera merengkuh tubuh Asa.
Bersamaan dengan Dokter Arman yang panik dan segera menuju ranjang dari sisi yang lain hendak menenangkan sang putri, hingga tangan kekar ayahnya Asa tersebut, melingkari tubuh putri dan pengasuhnya.
"Ma-maaf," ucap Julia, seraya beringsut melepaskan pelukannya pada tubuh mungil Asa.
Dokter Arman pun beringsut dan melepaskan pelukannya, tanpa sepatah kata pun. Aura dinginnya dapat dirasakan oleh Julia.
"Sa-saya pamit keluar," ijin Julia terbata. Bergegas, dia melangkah keluar dan mencoba tak menghiraukan anak asuhnya yang kembali menangis.
'Apa sebenarnya salahku?' batin Julia bertanya. Gadis itu mempercepat langkah, agar bisa segera sampai ke dalam kamar.
"Besok hari terakhirku kerja di sini, menjadi pengasuh Asa. Kemarin-kemarin, anak itu baik-baik saja dan sudah mulai bisa mengerti bahwa tidak semua yang dia inginkan bisa di dapatkan. Kenapa sekarang dia seperti itu, lagi?" gumam Julia sambil melihat kalender di dinding kamarnya.
'Sebaiknya, aku berkemas sekarang. Biar besok, aku bisa fokus membujuk anak itu agar mau aku tinggal. Semoga saja semuanya lancar karena dari kemarin-kemarin aku juga sudah memberitahu dia pelan-pelan,' monolog Julia sambil mengambil tas punggung dari atas almari pakaian.
Sementara di dalam kamar Dokter Arman. Dokter kandungan tersebut masih berusaha untuk menenangkan sang putri seorang diri karena Bu Ratna langsung istirahat tadi, begitu Asa dibawa Julia ke kamar ayahnya.
"Sayang, Asa 'kan sudah janji kemarin sama ayah, kalau Asa tidak akan rewel lagi," tagih sang ayah sambil menciumi kepala putrinya yang berada dalam dekapan.
"Tapi Asa enggak mau aunty Tata, Ayah. Asa maunya Bunda Uli," rengeknya sambil berusaha melepaskan diri.
"Bibi Julia 'kan sudah harus pulang, Nak. Dia harus melanjutkan sekolahnya," tutur Dokter Arman yang tetap mengajari putrinya untuk memanggil Julia dengan sebutan bibi.
Laki-laki beralis tebal itu mencoba memberi pengertian pada sang putri, seperti yang beberapa waktu terakhir sering dia dengar dari mulut Julia ketika memberitahukan pada Asa, secara pelan-pelan.
"Enggak apa-apa kalau Bunda Uli mau sekolah lagi, Ayah, tapi Bunda Uli harus tetap di sini. Asa juga mau sekolah, kan?" kekeuh gadis mungil itu, yang menginginkan pengasuhnya agar tetap tinggal bersamanya.
"Jangan biarkan Bunda Uli pulang ya, Yah? Suruh Bunda Uli agar tetap di sini," rajuk Asa.
Dokter Arman menghela napas panjang.
"Permintaan konyol apa itu, Arman! Apa kamu yang mengajarinya!" Mendengar suara wanita yang menggelegar tersebut, Asa langsung menutup telinganya.
"Ma-maaf, Dokter. Nona memaksa masuk kemari," ucap bibi asisten, takut-takut.
🌹🌹🌹🌹🌹 bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
sherly
ya ampun si maklampir datang
2023-11-14
1
Soraya
contoh orang tua yang egois, yg hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri
2023-09-28
1
Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎
jelangkung bikin kaget aja
2023-05-07
1