Semilirnya angin malam ini, Lily terbuai dalam lamunannya. Antara kecewa, sedih, dan takut.
Kecewa jika memang benar suaminya memberi alamat yang salah, sedih sudah berpisah tidak ada kabar selama kurang lebih tujuh bulan dan takut terjadi sesuatu pada suaminya.
Sebulan sudah Lily di rumah ini dan sebentar lagi dirinya akan berhenti bekerja, karena pekerjaannya hanya sementara untuk menggantikan temannya yang satu kampung bersamanya.
Satu bulan juga, Lily tidak pernah melihat Andre lagi. Pertemuan singkat pada Andre waktu itu, membuatnya bertanya-tanya. Kenapa Andre bisa ada di rumah ini.
Gerimis mulai turun, Lily merasakan rintik hujan membasahi tangannya. Ia beranjak dan berlari kecil masuk ke dalam rumah, melalui pintu samping rumah. Karena di tamanlah tempat yang paling nyaman untuk melamun.
Lily melirik jam di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul 10.00 malam.
Ketika hendak melangkah masuk ke kamar, Lily mendengar suara deru mobil berhenti di garasi.
Sudah di pastikan jika yang datang adalah Nyonya di rumah ini.
Tanpa menunggu majikannya menekan bel, Lily melangkah untuk membukakan pintu rumah.
“Lily, kamu belum tidur?” tanya Jessica melihat Lily sudah lebih dulu membuka pintu.
“Belum, Nyonya. Apakah Nyonya sakit? Wajah anda sangat pucat,” tanya Lily melihat wajah Jessica sangat pucat.
“Aku tidak sakit. Pagi tadi aku ke rumah sakit dan Dokter mengatakan aku positif hamil,” sahutnya dengan wajah yang sangat bahagia.
Lily yang mendengarnya pun ikut senang.
“Wah, selamat Nyonya. Sebentar lagi, anda akan menjadi seorang Ibu.”
“Iya, terima kasih. Apakah aku boleh meminta tolong padamu, kebetulan kamu belum tidur. Aku ingin sekali makan nasi goreng buatanmu, apakah kamu mau membuatkannya untukku?” tanya Jessica.
“Tentu saja, Nyonya.”
Mendengar itu, Refleks Jessica langsung memeluknya.
Lily mengernyit heran, untuk pertama kalinya Jessica memeluknya. Padahal dirinya hanyalah seorang pembantu di rumah ini.
Setelah melepaskan pelukan itu, Lily segera ke dapur untuk membuatkan makanan yang diinginkan oleh majikannya tersebut.
“Lily, temani aku makan. Duduklah,” ujar Jessica menarik kursi agar Lily duduk di sebelahnya, setelah menyajikan makanan untuknya.
Kemudian Lily duduk menuruti apa yang di minta oleh Jessica, untuk menemaninya makan malam.
“Apa kamu sudah menikah?” tanyanya.
Lily mengangguk pelan.
“Oh. Apa suamimu tidak keberatan jika kamu bekerja di ini?” tanyanya lagi sembari mengunyah makanan.
Lily terdiam, karena dirinya bingung harus menjawab apa.
“Lily,” panggil Jessica.
“Suamiku bekerja di kota yang sama, Nyonya. Saat penggantiku datang aku akan menyusulnya,” sahut Lily berbohong.
Jessica mengangguk.
“Apa kamu mau bekerja denganku saja? Setelah Arin datang,” usul Jessica.
Lily menggelengkan kepalanya. Arin adalah asisten rumah tangga, yang sedang cuti menikah sekaligus teman Lily juga.
“Maaf, Nyonya. Aku harus meminta izin pada suamiku lebih dulu.” Lily Kembali menolak.
Setelah sebulan ia di kota ini, namun Lily tidak menemukan jejak suaminya sama sekali, sehingga Lily berpikir akan kembali ke desanya dan melanjutkan pekerjaannya.
Ting, Ting.
Suara bel berbunyi.
“Siapa yang datang?” tanya Lily pelan.
Jessica melirik jam dinding, sudah menunjukkan pukul 23.00 malam.
“Mungkin itu suamiku, karena dia akan pulang malam ini. Tolong bukakan pintunya,” ujar Jessica, karena nasi goreng di hadapannya saat ini lebih menarik ketimbang menyambut kedatangan suaminya.
Dengan tergesa-gesa, Lily melangkah untuk membukakan pintu. Karena tidak ingin Tuan dari pemilik rumah itu menunggu lebih lama.
Ceklek!
Pintu rumah terbuka dengan sempurna. Namun, Nova menghadap ke belakang karena sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
Sehingga, Lily tidak melihat wajahnya.
Saat hendak melangkah masuk, langkah kaki Lily langsung berhenti mendengar suara Nova.
“Hey, kamu! Ambil koperku di mobil dan bawa ke kamar!” perintahnya.
Deg ...
Sontak Jantung Lily berdetak sangat kencang, setelah mendengar suara itu.
“Suara itu ...” gumamnya dalam hati.
“Hey, kamu punya telinga atau tidak! Apa kamu tidak mendengar perkataanku!” sentak Nova dengan kesal, karena melihat asisten rumah tangganya hanya diam tanpa berpaling menghadapnya.
“I-iya, Tuan.”
Kali ini, Nova yang terdiam. Ia termangu mendengar suara wanita yang membelakanginya saat ini.
Lily langsung membalikkan tubuhnya, dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.
Lily sangat yakin, jika itu memang suara suaminya.
Nova membulatkan matanya, melihat istri pertamanya juga ada di rumahnya.
“Ka-kamu!” menunjuk Lily, dengan suara terbata.
“Kenapa Sayang?” tanya Jessica yang menghampari mereka.
Lily langsung melangkah keluar rumah untuk mengambil koper Nova, ia segera menghapus air matanya agar tidak terlihat juga saat ini dirinya sedang menangis.
“Hah, tidak!” sahut Nova tampak gugup.
“Apa kalian saling mengenal sebelumnya?” tanya Jessica, melihat ada yang di tutupi oleh suaminya.
“Tidak. Aku hanya meminta wanita itu membawa koperku,” sahut Nova.
“Namanya, Lily,” ujar Jessica, agar suaminya tahu nama asisten rumahnya.
“Ayo kita ke kamar. Ada kabar bahagia yang aku sampaikan padamu, Mas.” Menarik pelan tangan suaminya.
“Tanganmu dingin sekali!” ujar Jessica saat menggenggam tangan Nova.
Nova hanya tersenyum kecut, sesekali ia melihat dari kejauhan dari kaca jendela, terlihat Lily berulang kali mengusap air matanya.
Setelah dirinya tenang, Lily segera menarik koper yang lumayan besar itu. Dengan sedikit kesusahan, membawa koper itu menaiki anak tangga.
Setibanya di kamar, Lily tampak ragu untuk mengetuk pintu kamar Jessica.
Berulang kali Lily menghela napas, agar dirinya bersikap seperti biasanya. Seperti tidak ada hubungan apa-apa antara dirinya dan Nova.
Tok ... Tok ....
Ketukan dua kali, pintu itu langsung terbuka. Karena Nova yang membuka pintu, sejenak mereka saling berpandangan dengan segera Lily memalingkan wajahnya.
“Tuan, kopernya,” ucap Lily dengan sopan.
“Lily, masuklah. Aku ada pakaian yang sepertinya cocok untukmu,” ujar Jessica memanggilnya dari dalam kamar.
Berulang kali Lily menghela napas berat, ia melangkah masuk tanpa mempedulikan Nova yang mematung. Lily perlahan mengeret koper ke dalam kamar.
Terlihat Jessica sedang memilih pakaiannya yang cocok untuk Lily, sebagai kenang-kenangan untuk Lily jika pernah bekerja di rumahnya.
“Semua pakaian ini baru, Lily. Aku belum sempat memakainya, apalagi perutku semakin membuncit nanti, pasti akan tidak muat lagi!” ujar Jessica menyerahkan baju itu ke tangan Lily.
“Membuncit?” tanya Nova bingung.
Sebelumnya Jessica ingin memberitahu suaminya tentang kehamilannya. Namun, terdengar ketukan pintu dari luar, hingga mengurungkan niatnya.
“Oh, itu. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ayah,” ujar Jessica tanpa basa basi, ia bahkan langsung memeluk suaminya. Hingga Jessica lupa, jika saat ini tidak hanya ada mereka berada di kamar tersebut.
Lily hanya bisa tersenyum kecut, bahkan air mata hampir saja jatuh kembali.
“Nyonya. Terima kasih pakaiannya, saya permisi.” Jessica langsung tersadar, ia baru ingat dengan keberadaan Lily di kamarnya.
“Iya. Besok aku ingin memberikan sesuatu untukmu dan suamimu juga,” sahutnya.
Lily mengangguk, sembari tersenyum, walaupun tidak dengan hatinya.
Setelah melihat kepergian Lily, Jessica segera mengunci pintunya.
“Sayang. Apa kamu bahagia dengan kehamilanku? Wajahmu seperti tidak bahagia!” keluh Jessica memperlihatkan wajah cemberutnya.
“Hah, tentu saja aku bahagia. Aku hanya terkejut dan tidak menyangka akan secepat ini,” sahutnya memperlihatkan senyum paksanya.
Jessica yang mendengarnya, langsung tersenyum lalu memeluk kembali.
“Sekarang kamu istirahat. Aku ingin membersihkan tubuhku,” ucap Nova melepaskan tangan Jessica yang melingkar di perutnya.
Di kamar mandi, Nova terdiam melihat dirinya di kaca.
Teringat dengan ucapan Andre beberapa hari yang lalu.
“Andre pasti sudah tahu hal ini! Kurang ajar! Kenapa dia tidak memberitahuku!” kesalnya pada sahabatnya tersebut.
Terbayang di benaknya, wajah Lily saat membuka pintu kamarnya tadi. Selama tujuh bulan, dirinya tidak pernah melihat wajah Lily dan bahkan tidak mendengar suaranya.
Di kamar lain.
Lily terduduk lemas di pintu kamarnya, air mata yang kembali mengalir.
“Hiks ... hiks, aku salah! Kenapa harus mempercayai orang seperti dia?! Jahat sekali!” gumamnya, sembari memukul lantai yang tidak bersalah.
Betapa kecewa dan kesalnya dia malam ini. Selama sebulan mencari keberadaan suaminya, ternyata mereka berada di satu atap rumah.
“Kamu jahat, Mas! Hiks ... kamu pria kejam!”
Lily mengusap air matanya dengan kasar, melangkah mengambil koper miliknya lalu memasukkan bajunya ke dalam koper tersebut.
Lily melihat baju yang belikan oleh suaminya, sebagai oleh-oleh untuknya. Ada juga perhiasan kalung dan cincin yang masih berada pada tempatnya.
Bruk!
Lily melempar kotak perhiasan serta baju tersebut ke lantai, ia menatap kebencian pada kotak perhiasan tersebut.
Lalu memasukkan kembali pakaiannya dengan di penuhi amarah, sedih serta kecewa.
“Aku sangat membencimu, Angga!” geram Lily.
Lily Kembali menangis, ia terduduk dengan bersandar di tepi kasur.
Ia melihat Jessica dan suaminya yang begitu sangat mesra, apalagi saat ini Jessica sudah mengandung anak Nova.
Lily menutup kedua telinganya dengan menangis histeris, apalagi teringat dirinya melihat Jessica dan suaminya sedang bercumbu saat itu.
Tok ... Tok
Terdengar ketukan pintu kamarnya, Lily tidak menghiraukan ketukan tersebut.
Lily mengusap air matanya dengan kasar.
Ketukan itu kembali terdengar, semakin kencang. Bukan lagi ketukan yang terdengar, melainkan gedoran pintu.
Dengan wajah sembabnya, Lily melangkah untuk membuka pintu.
Ceklek!
Lily sudah menduga, jika yang mengetuk pintu itu adalah Nova atau biasa Lily memanggilnya dengan sebutan Angga.
Lily kembali menutup pintu itu dengan sekuat tenaga, karena Nova juga berusaha keras menahannya.
“Lily, dengarkan aku sekali ini saja. Tolong!” dengan suara memelas.
“Tidak! Pergi kau!” bentak Lily berusaha keras mendorong pintu kamarnya agar tertutup.
Usahanya sia-sia, karena tenaga Nova lebih unggul ketimbang dirinya.
Bruk!
Nova menutup dengan kasar pintu tersebut, setelah berhasil masuk ke dalam kamar Lily.
Plak!
Tamparan langsung mendarat sempurna di pipi kiri Nova, tampak Nova berusaha menahan pedasnya tamparan itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
~ Portgas D Ace ~
kenapa kamu tidak melempar pisau sekalian...
2023-05-01
2
Annisa
mampus
2023-02-08
0
Ainasina
No coment itusih derita elu
2023-02-06
0