Bab 3

Lily yang sedang membersihkan area di dapur, sangat jelas mendengar teriakan tersebut. Dirinya berusaha untuk tidak mendengar suara keributan itu, dengan menutup kedua telinganya menggunakan tangannya.

“Lily,” panggil wanita paruh baya yang biasa di panggil Bibi olehnya.

“Iya, Bi.” Refleks Lily menoleh ke arah belakang, karena terkejut.

“Tolong antarkan dua kopi ke ruangan kerja, Tuan. Entahlah, kepalaku terasa masih pusing,” keluh Bibinya memegang kepalanya yang terasa masih pusing, wajahnya pun terlihat begitu pucat.

“Istirahat saja, Bi. Bibi beritahu aku ruangan kerjanya, biar aku yang mengantarnya,” ujar Lily.

Tangan lihainya mulai meracik kopi tersebut.

Setelah itu, ia melangkah pelan dengan nampan di tangnya. Perlahan menaiki tangga, menuju ruang kerja yang ada di lantai atas, sebelumnya bibi sudah memberitahunya dimana letak ruangan tersebut.

Tok ... Tok ...

Berulang kali Lily mengetuk pintu, akan tetapi tidak ada sahutan sama sekali.

Lily memutar pelan kenop pintu, lalu membuka pintu ruangan tersebut.

Lily mengedarkan pandangannya, memang tidak ada siapapun disana. Namun, Lily melihat salah satu laptop yang sedang menyala, lalu terdengar suara gemercik air dari kamar mandi.

Lily meletakkan nampan berisi kopi dan camilan tersebut di meja, lalu kembali melangkah keluar.

Saat hendak menuruni anak tangga, Lily samar-samar mendengar suara tangisan perempuan.

Sebelumnya ia mendengar keributan, ia berpikir jika terjadi sesuatu pada Jessica.

“Apa jangan-jangan Nyonya ....” menggantungkan ucapannya.

Tanpa pikir panjang, Lily melangkah mendekati kamar yang pintunya sedikit terbuka tersebut. Karena suara tersebut berasal dari sana, semakin dekat suara itu semakin jelas.

Namun, langkah Lily langsung terhenti ketika sudah di depan pintu. Tangannya mulai bersiap hendak membuka pintu kamar tersebut.

Suara tangisan yang ia dengar samar-samar tadi, kini berubah menjadi desa*an.

Tanpa sengaja, Lily melihat Nyonya Jessica dan suaminya sedang memadu kasih.

Beruntung keduanya saat itu memakai selimut, dengan posisi pria itu dia atas tubuhnya. Hanya punggungnya saja yang terlihat dan kaki jenjang Jessica di atas bahu suaminya.

Lily membulatkan matanya, Lalu segera pergi dari depan kamar tersebut dengan berlari kecil.

“Astaga! Aku tadi sangat jelas mendengar Nyonya Jessica menangis, tapi setelah dekat kenapa suara itu berubah!” gumam Lily kesal dengan dirinya sendiri.

***

Di kamar.

Nova dan Jessica baru saja menyelesaikan urusannya, Jessica menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.

Jessica meringis merasakan sakit di bawah sana, kali ini Nova melakukannya dengan sangat kasar. Hingga dirinya tidak bisa menahan tangisnya, meskipun begitu Nova tidak peduli dengan tangis itu, ia tetap melakukannya.

Jessica membelakangi suaminya, sembari mengusap air matanya.

“Maafkan aku,” ucap Nova Lirih memeluk Jessica dari belakang.

“Jika kamu terpaksa menikah denganku! Kenapa kamu tidak menolak dulu?!” ujar Jessica dengan suara yang bergetar menahan tangis.

“Aku cape! Setiap bulan, Mama selalu menerorku dan selalu bertanya kapan aku mengandung! Aku cape!” keluh Jessica.

“Aku minta maaf. Aku hanya butuh waktu, hingga aku benar-benar menerima pernikahan ini. Aku ingin kita mulai dari awal lagi,” ujar Nova.

Nova terlihat merasa bersalah, atas apa yang telah ia lakukan pada Jessica saat ini.

Ia tahu, jika saat ini Jessica juga pasti tertekan dengan permintaan kedua orang tua mereka.

“Apa kamu yakin? Aku sudah siap, jika kamu ingin menceraikan aku!”

“Iya,” sahut Nova pelan sembari memejamkan matanya.

Walaupun tidak yakin dengan keputusan yang dia ambil saat ini, ia akan berusaha.

Mendengar itu, Jessica membalikkan tubuhnya lalu memeluk suaminya dengan wajah yang terlihat bahagia.

Setelah cukup lama berpelukan, mereka membersihkan tubuh mereka di kamar mandi.

Walaupun Nova masih tetap dingin pada istrinya, Jessica masih bisa tersenyum. Begitupun di depan orang tuanya, Jessica sering memperlihatkan kemesraan walaupun faktanya tidak seperti itu saat di belakang mereka.

“Mas, kita makan malam dulu. Bibi sudah memasak untuk kita, eh ... bukan Bibi yang memasak. Tapi, orang baru yang menggantikan adik sepupu Bibi untuk sementara. Masakannya tidak kalah enak,” ujar Jessica menggandeng tangan suaminya sembari menuruni tangga.

“Hm ...” deham Nova, karena tidak tertarik dengan ocehan istrinya.

Sesampainya di meja makan, Jessica mulia menyiapkan makanan untuk suaminya yang sudah di siapkan oleh Lily.

“Apa perlu saya bantu, Nyonya?” tanya Lily.

“Tidak. Kamu pasti leleh, istirahat saja.” Jessica menolak, karena melihat Lily sudah bekerja seharian untuk membersihkan rumah sebesar itu.

Mendengar suara Lily, Nova langsung terdiam bahkan mengernyit heran. Suara tersebut mengingatkannya pada seseorang.

Nova langsung menoleh, akan tetapi ia hanya melihat punggung Lily yang sudah masuk ke kamar mereka.

“Ada apa, Mas?” tanya Jessica melihat suami seperti sedang mencari seseorang.

Nova langsung menggelengkan kepalanya.

Nova melihat satu persatu makanan di meja makan yang tersusun rapi, semua makanan di meja tersebut adalah makanan kesukaannya.

Ia mulai memasukkan makanan tersebut ke dalam mulutnya, satu suapan sudah habis.

Nova langsung terdiam, setelah merasakan makanan tersebut, membuat Nova sukses menghentikan makannya.

Makanan yang mengingatkannya pada seseorang, makanan yang selalu ia makan setiap harinya dulu.

“Ada apa, Mas? Apa makanannya tidak enak?” tanya Jessica karena melihat suaminya berhenti makan.

“Tidak. Sepertinya aku tidak selera makan, aku kembali ke kamar.” Tanpa menunggu persetujuan dari Jessica, Nova beranjak dari tempat duduknya.

Jessica hanya bisa menghela napas kasar.

“Apa ada yang salah dengan makanan ini?” tanyanya dalam hati.

Jessica mengambil satu persatu lauk di atas meja tersebut, lalu mencicipinya.

“Makanannya enak kok.” Jessica Kembali bergumam, memuji masakan Lily.

Nova mengurungkan niatnya ingin ke kamar, ia malah melangkahkan kakinya ke ruang kerja menemui asisten sekaligus sahabatnya tersebut.

“Andre,” panggil Nova melihat sahabatnya tersenyum tengah fokus dengan layar laptopnya.

“Iya. Ada apa?” tanya Andre tanpa mengalihkan pandangannya.

“Oh ya, sebelum kamu berbicara, ada yang ingin aku tanyakan padamu.”

Sebelum melanjutkan percakapannya, Andre melirik pintu yang terbuka lebar. Lalu beranjak dari duduknya, melangkah untuk menutupi pintu dan menguncinya.

Dirinya hanya menghindari pertengkaran Nova dan Jessica, karena hampir setiap hari mereka selalu ribut hingga membuatnya sudah terbiasa mendengarnya selama lima bulan ini.

“Apa kamu tidak pernah memberi kabar pada Lily?” tanya Andre tanpa basa basi lagi.

Deg ...

Perkataan Andre membuatnya terdiam, selama tujuh bulan Nova tidak pernah mendengar suara Lily.

Nova menggeleng pelan.

“Sialan! Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Kamu menikahi Lily, tapi kamu juga menikahi Jessica! Lalu kamu tinggalkan Lily begitu saja, tanpa memberi kabar padanya!” kesal Andre.

“Aku tidak meninggalkannya, aku juga masih sah suaminya. Tanpa aku harus menjelaskannya, kamu sudah pasti tahu alasannya! Kenapa aku harus menikah lagi? Aku juga selalu memberinya nafkah setiap bulannya,” sembari memijit pelipisnya.

“Dengan menggantungkan dirinya, janda bukan! Istri juga bukan. Dia bukan istri simpananmu, yang sesuka hatimu datang dan pergi! Atau sekedar memberi uang padanya, apa kamu merasa bersalah sedikitpun?”

“Bagaimana jika Lily menyusulmu ke kota dan mendapati kamu sudah menikah kembali?”

“Tidak mungkin. Aku memberikannya alamat yang salah,” pungkas Nova.

“Lepaskan Lily, jika kamu ingin hidup dengan Jessica. Kamu tidak bisa memilih keduanya, apalagi seluruh keluargamu belum mengetahui ini. Jangan menggantungkan statusnya,” usul Andre.

“Tidak! Aku tidak akan pernah menceraikannya!” tegas Nova.

Andre mengangguk kepalanya yang tidak gatal, harus bagaimana lagi menghadapi sahabatnya yang keras kepala.

Apalagi, dia sangat yakin. Wanita yang membukakan pintu untuknya tadi sore, itulah adalah Lily.

“Bagaimana jika seandainya Lily berada di rumah ini? Apa yang kamu lakukan?” tanya Andre lagi.

“Jangan menambah masalah! Lily tidak mungkin ke kota!” kesal Nova pada sahabatnya tersebut, bukannya membantunya. Malah membuatnya semakin tertekan, hingga menambah rasa bersalahnya pada Lily.

***

Terpopuler

Comments

Sinciho Grendly

Sinciho Grendly

astagaa 🙄🙄

2023-03-08

1

TK

TK

🌷🌷 untuk semangat othor 👍

2023-02-14

0

Gibran

Gibran

Angga, kau,!!

2023-02-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!