Kembali Ke Penthouse

Rania benar-benar ketakutan melihat kelima pria seram tersebut tubuhnya semakin bergetar kala para pria seram tersebut semakin mendekatinya dengan tampang yang begitu menyeramkan.

Ia mundur beberapa langkah namun tubuhnya tertahan sebuah tembok. Kelima pria tersebut semakin mendekati Rania dengan senyuman yang tidak bisa diartikan lagi. Tubuhnya semakin bergetar hebat karena pria yang satunya sudah mencengkeram lengannya dengan kuat.

"Siapa kalian jangan dekati aku, pergi dari sini," teriak Rania ketakutan.

"Nyaring sekali suaranya," tawa mereka bersama.

Para pria tersebut semakin gemas dengan suara Rania yang begitu indah tiba-tiba kelima pria tersebut menyeret Rania masuk ke dalam mobil mereka walau Rania memberontak.

"Lepaskan aku!" bentak Rania kuat namun kelima pria tersebut tidak menjawab.

Di dalam mobil Rania selalu memberontak untuk diturunkan para pria tersebut yang merasakan kupingnya sudah kepanasan dan juga bising akhirnya membius Rania.

"Bisa-bisanya Tuan muda kita mendapatkan wanita seperti ini?" ucap pria pertama.

"Betul sekali, tidak biasanya Tuan muda suka melihat wanita seperti ini," jawab pria ke dua.

"Tapi jika diperhatikan wanita ini menarik juga," tambah pria ketiga. Mereka semua tertawa terbahak di dalam mobil tersebut dan tidak lama mereka telah tiba di salah satu villa mewah yang terdapat di kawasan elit.

Davin yang sudah menunggu para anak buahnya membawa Rania sudah stand by di gerbang malam itu. Rania tidak dibawa lagi ke Penthouse milik Frederick melainkan dibawa salah satu villa miliknya.

"Selamat malam Tuan Davin," sapa kelima pria seram tersebut yang tidak lain adalah anak buah Davin yang sangat Setia kepadanya, jika Davin membutuhkan pertolongan hal-hal yang seperti ini kelima pria tersebut langsung bergerak.

"Selamat malam!" balas Davin. Kelima anak buah Davin tersebut langsung mengeluarkan Rania yang masih tidak sadar.

"Masukkan Nona ke dalam dan jangan buat kesalahan apapun karena Tuan muda sudah menunggu di dalam," ucap Davin mengingatkan.

"Baik Tuan Davin." Rania dibawa kedalam dan dibaringkan salah satu kamar mewah Villa tersebut.

Dalam kamar itu sosok pria gagah dan juga tampan duduk sambil melipat kakinya tidak lupa di sebelah tangan kanannya memegang satu buah gelas mewah yang berisikan wine anggur. Anak buah Davin tersebut keluar dari kamar setelah membaringkan Rania.

Keluarnya kelima anak buah Davin tersebut, Frederick mendekati tempat tidur menatap wajah damai Rania saat ini sedang tertidur akibat pengaruh obat.

"Sebelum masa kontrak ini habis kamu tidak akan pernah lepas dari genggaman ku Rania selamat kembali ke Penthouse alias villa," bisik Frederick ke kuping kiri Rania.

Karena Rania yang saat ini dalam pengaruh bius Frederick tidak melancarkan aksinya malah memilih tidur di samping Rania dengan tubuh polosnya. Namun Frederick tidak tinggal diam membuat Rania sama seperti dia dalam keadaan polos.

Mereka berdua sama polos dari belakang Frederick menahan tubuhnya yang saat ini menuntut ingin menyatu.

"Besok pagi kau harus bertanggungjawab Rania?" ucapnya tertahan.

Pagi harinya Rania terbangun dan merasakan kepalanya begitu sakit dan pusing, kesadarannya yang sudah mulai pulih melihat isi ruangan ini beda dari tempatnya ia di culik kemarin.

"Di mana aku? Kenapa tempat ini beda lagi dari sebelumnya?" gumam Rania sambil memijit pelipisnya ia belum sadar apa yang terjadi pada dirinya.

Kesadarannya semakin pulih, Rania merasakan tangan besar telah menindih perut ratanya. Ia melihat ke samping kaget bukan kepalang langsung menutup kedua mulutnya dengan tangannya. Pandangan tertuju pada dirinya sendiri poloa sama hal nya dengan Frederick.

"Apa pria ini kembali melakukan itu semalam? Aku kan tidak sadar mana mungkin melakukannya itu tapi?" tidak mau menduga secara perlahan Rania menggeser tangan Frederick.

Frederick yang sudah bangun sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Rania ingin turun dari tempat tidur.

"Jangan bergerak!" Rania menoleh ke belakang tubuhnya seketika gugup dan kaku.

Pakaian atasan terakhirnya yang ingin di kenakan terjatuh ke lantai karena begitu kagetnya. Frederick langsung menarik Rania hingga ia tidak bisa bergerak lagi.

"Lepasin aku!" Rania memberontak kala Frederick hendak menuntut ingin dilayani kembali.

"Kau harus bertanggungjawab Rania karena berani kabur dari Penthouse," ucap Frederick.

"Aku tidak mau," tolak Rania.

Frederick yang sudah di ubun-ubun tidak lagi mendengarkan perkataan Rania hingga kembali lagi peristiwa yang tidak di inginkan itu. Lelah, capek, lapar, sakit, sekarang di alami Rania pagi itu. Puas, Frederick menjatuhkan tubuh kekarnya di samping Rania sambil memejamkan sebentar bola mata hitamnya karena kecapean. Rania, jangan dikatakan lagi seluruh tubuhnya remuk.

Rania terisak membelakangi Frederick, ia sudah hancur yang di alaminya ini serasa mimpi namun kenyataan.

"Menangislah sepuasmu itu tidak akan pernah berubah apa pun minum ini aku tidak sudi kamu nanti mengandung anakku!" ucap Frederick sambil melempar bungkus plastik kecil lalu pergi menuju ke bawah membersihkan dirinya.

"Obat? Aku tidak mau meminumnya." Rania membuang obat tersebut.

Rania semakin terisak dalam balutan selimut tebal setelah kepergian Fredrick, memilih duduk dan menutup wajahnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Kak Christianto bawa aku pergi dari sini," tangisnya.

Rania tidak kuat menahan seluruh tubuhnya yang saat ini sudah remuk karena Frederick yang tidak memperdulikan teriakannya. Rania menuju ke kamar mandi dengan berjalan terseok-seok sambil membawa bungkusan kecil yang di lempar oleh Frederick tadi.

Bungkusan itu ia buang dalam keranjang sampah, Rania tiba di kamar mandi yang super mewah bak seperti hotel bintang lima. Tapi ia sama sekali tidak tergiur dengan fasilitas yang ada di kamar mandi ini.

Balik cermin ia memandangi tubuh putih mulusnya saat ini sudah banyak tanda merah dan juga biru keunguan.

Lagi Rania menangis melihat tubuh polosnya yang sangat menyedihkan air matanya ia seka lalu pergi menuju ke Jaquci untuk berendam. Satu jam lama merendamkan tubuhnya di sana tidak sadar tertidur pulas.

Ina sang pelayan setia Frederick merasa tidak enak karena Rania sudah sangat lama di dalam kamar mandi, perlahan Ina membuka pintu dan melihat Rania sudah hampir tenggelam. Ina langsung berlari dan menarik Rania.

"Nona!" Rania kaget ketika Ina menariknya.

"Kau?!" pekik Rania langsung mendorong Ina sangat kuat membuat Ina mundur.

"Maafkan saya Nona. Saya pikir Nona tenggelam," ucap Ina merasa bersalah. Rania tidak mendengarkan perkataan Ina.

"Nona?" ucap Ina lagi sopan.

"Keluar kau?!" bentak Rania. Ina tidak keluar karena sesuai pesan Tuan muda Frederick, Ina harus melayani keperluan Rania.

"Tidak Nona, saya akan tetap melayani anda," jawab Ina

"Keluar saya bilang!" bentak Rania lagi penuh emosi karena semua orang yang disekitarnya tidak ada yang peduli terhadapnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!