Christianto berubah pikiran mencari Rania kesana-kemari karena dia sama sekali tidak percaya kepada ibu Ani yang mengatakan bahwa dia telah dijemput oleh keluarganya.
Christianto tahu betul
kalau Rania tidak memiliki siapapun selama ini namun, langkahnya terhenti karena tidak tahu harus mencari Rania ke mana saat ini. Petunjuk bahkan nihil hingga perasannya semakin kacau.
Christianto kembali masuk ke dalam gedung panti dengan wajah yang lesu untuk kembali bekerja mengatur anak-anak. Setelah itu mengecek laporan apa saja yang telah masuk ke dalam panti ini. Christianto bekerja cekatan namun pikirannya terus kepada Rania.
Dari kejauhan kepala panti ibu Ani terus memantau Christianto dari jarak jauh berharap dia baik-baik saja dengan kepergian Rania kali ini.
"Saya harap kamu melupakan Rania, Christianto. Rania saat ini sudah bahagia dan pergi meninggalkan kita selamanya, kau tahu ia telah memilih tempat barunya dari pada di sini," gumam ibu Ani sambil menuju ke ruangannya kembali.
Di tempat lain yaitu Penthouse milik Frederick, Rania secara perlahan sudah mulai sadar. Rania mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut yang didominasi warna putih.
Pelan namun pasti ia mengingat apa yang terjadi kepada dirinya sebelumnya. Suara tangisan terdengar pilu dalam ruangan tersebut. Ia mengingat dirinya sudah tidak lagi wanita bersih terlebih lagi perlakuan Frederick tidak baik kepadanya.
"Kenapa aku harus menerima ini semuanya? Apa yang akan terjadi kepadaku selanjutnya? Apakah aku akan berakhir di tempat ini? Aku berakhir tempat yang tidak aku ketahui sama sekali dan siapa pria itu? Hidupmu mengerikan Rania. Jika seperti ini terus-menerus aku tidak akan mampu lagi bertahan di tempat ini," lirih Rania sambil menahan perih diseluruh tubuhnya.
Rania kembali terisak ingin rasanya ia saat ini juga hilang selamanya dan tidak ada yang menemukannya.
Menangisi dirinya sendiri di atas tempat tidur, Rania tiba-tiba mengingat panti semua penghuni pasti sedang kocar-kacir mencarinya tiba-tiba mendadak hilang.
"Christianto, tolong aku. Kau harus tahu saat ini aku sedang berada di tempat asing kalau aku sedang diculik," gumam Rania pada dirinya sendiri.
Rania mulai turun dari tempat tidur yang berukuran besar mulai mencari-cari benda kecil di setiap laci ruangan tersebut namun, ia tidak menemukan apa-apa baik ponsel maupun telepon.
"Bagaimana ini? Aku harus mengabari panti soal keberadaan ku?" ucap Rania lirih.
Rania kembali duduk termenung di atas tempat tidur dengan wajah yang sedih sambil meratapi nasibnya. Ia tidak sadar kalau sosok pria tampan sudah berdiri tegap di sampingnya karena Rania terlalu fokus termenung akhirnya Frederick geram sama sekali dia tidak disambut.
"Apa kau tidak menyambut aku wanita panti?" bentak Frederick.
Rania kaget bukan kepalang mendengar suara teriakan Frederick yang menusuk gendang telinganya. Refleks seketika Rania mundur ketika Frederick mulai mendekatinya dengan tatapan yang dingin.
"Kau buat masalah baru karena tidak menyambut ku Rania Wililaghen?" ucap Frederick penuh penekanan.
"Pria ini kenapa tahu nama lengkap ku?" batin Rania.
"Kau tidak mendengar perkataan ku?" tambah Frederick semakin kesal karena Rania tidak menjawabnya.
Rania masih kaget atas kedatangan Frederick ia gugup bercampur gemetaran kalau pria dewasa itu semakin mendekatinya.
Frederick tersenyum smirk hingga Rania semakin ketakutan tiba-tiba lengannya kena tekan hingga membuatnya meringis kesakitan.
"Sakit," lirih Rania karena Frederick sudah mengunci seluruh tubuhnya dan tidak bisa bergerak sama sekali. Frederick semakin tersenyum puas melihat wajah Rania semakin pucat.
"Aku tidak akan membuatmu lagi kesakitan hari ini Rania tapi ingat, jangan kamu pikir aku tidak menyentuh mu malam ini kamu jadi bebas, tidak semudah itu," ucap Frederick dingin.
Rania tidak menjawab, apapun yang dikatakan Frederick kepadanya tidak bisa mencerna karena seluruh tubuhnya kena kunci.
Frederick turun dari tempat tidur lalu pergi menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sudah lengket. Satu harian aktivitas pekerjaan kantor padat membuatnya kelelahan.
Rania melihat wajah dingin Frederick melangkah ke kamar mandi tidak memperdulikan ia saat ini masih sulit bergerak.Tatapannya buyar sadar keberadaan Frederick tidak ada lagi di sana.
Ingin rasanya ia berteriak sekencang-kencangnya karena perlakuan Frederick kepadanya tidak baik.
Tatapannya tertuju ke arah pintu secara perlahan ia melangkah untuk melarikan diri karena ini adalah kesempatan terakhirnya agar bisa keluar dari jeratan Frederick.
Semua yang terjadi kepadanya ia sama sekali tidak mengerti biarlah waktu nanti menjawab asal sudah lepas dari lingkaran Frederick.
"Mudah-mudahan aku bisa keluar dari sini," gumamnya.
Rania membukakan pintu kamar melihat kiri dan kanan agar kepergiannya dari penthouse ini tidak diketahui oleh siapapun. Secara perlahan mengendap-endap menuju ke pintu agar tidak diketahui siapapun namun, Ina pelayan Frederick melihat Rania yang berusaha membukakan pintu tersentak kaget.
"Oh tidak, Nona mau kabur?!" pekik Ina langsung setengah berlari menuju ke pintu menghampiri Rania yang berusaha kabur.
"Berhasil," gumam Rania senang.
Pintu Penthouse terbuka Rania langsung bernapas lega. Ina yang berlari secepat mungkin agar bisa menangkap Rania namun gagal dan aksi itu ternyata Frederick melihat Ina lari secepat kilat.
"Pasti wanita itu bermasalah, awas kamu Rania," decak Frederick.
Ina yang masih mengejar Rania sampai ke lantai bawah menggunakan tangga darurat sedangkan Rania menggunakan lift.
Frederick meraih ponselnya langsung menghubungi anak buahnya yaitu asistennya, Davinm
"Kau temukan wanita itu sekarang juga!" ucap Frederick kepada assitennya yang saat ini sudah tenang beristirahat di apartemennya justru diganggu oleh Frederick, apa boleh buat Davin harus melaksanakan tugas.
"Baik Tuan muda," jawab Davin seperti biasa dingin mengikuti aura dari Tuan mudanya. Padahal Davin adalah pria yang mudah tersenyum, namun jika di depan Frederick, dia akan bersikap dingin serta menakutkan.
Rania merasa lolos dari Frederick bernapas lega di areal Penthouse sambil mengatur pernafasannya. Ia melirik ke kiri dan ke kanan terlihat di sekitarnya itu sangat sepi sekali hanya ia seorang yang berdiri di tempat itu.
"Aku harus pergi dari tempat ini bagaimanapun caranya, soal kejadian yang menimpa aku akan kulupakan untuk saat ini, aku akan memikirkan keselamatan terlebih dulu," gumam Rania sambil keluar gerbang gedung tinggi tersebut.
Malam hari itu Rania berjalan di trotoar ia bergidik ngeri karena di sepanjang jalan hanya ada lampu remang-remang menyambutnya. Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya Rania kaget bukan main karena lima pria seram menghampirinya.
"Hai Nona cantik?" sapa pria itu sambil menyapu Rania yang takut gemetaran.
"Kalian mau apa?'' Rania langsung mundur karena sudah melihat para pria gondrong serta wajahnya sangat menakutkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments