Suara bel istirahat terdengar nyaring di seantero SMA Tunas bangsa.
Setelah berkutat dengan buku, hitung-hitungan, dan juga polpein, akhirnya jam paforit yang ditunggu-tunggu oleh para penghuni kelas XI IPA 1 datang juga, gimana tidak, kalau selama 4 jam berkutat dengan pelajaran hitung-hitungan siapa yang gak frustasi coba, jam pertama matematika, disusul jam berikutnya fisika yang benar-benar memeras otak, dan sudah pasti berderingnya bel istirihat membuat anak-anak kelas XI IPA I pada lega dan langsung ngacir ke kantin.
Dan seperti biasanya juga sama kayak hari-haru kemarin, Melati seenggaknya berusaha untuk bersikap ramah pada Rangga, tapi sama kayak hari sebelumnya juga, Rangga bersikap dingin dan cuek.
Bukannya sok akrab atau gimana, tapi Melati merasa gak nyaman aja kalau harus diam-diaman dengan temen sebangkunya itu, dan untuk pertama kalinya dalam satu minggu ini Rangga gak langsung keluar begitu bel berbunyi, biasanya juga dia langsung kabur, tentu saja hal itu menjadi pemandangan aneh buat Melati.
Saat ini Rangga seperti mencari-cari sesuatu, karna dari tadi Melati memperhatikan Rangga mengaduk-aduk isi tasnya.
“Cari apa ga.” Melati berusaha bersikap ramah walaupun dia yakin Rangga gak akan memperdulikan pertanyaannya.
“Buku ” jawab Rangga singkat.
“Ehh, dijawab ternyata.” ujar Melati menyuarakan keheranannya karna seperti kebiasaanya yang sebelumnya, Rangga tidak akan menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak penting termasuk pertanyaan Melati barusan, tapi toh ternyata dijawab juga.
“Lonya nanya, ya gue jawablah, lo fikir gue patung apa.” respon Rangga jutek.
“Bukannya gitu tuan raja, gue heran aja gitu karna biasanya kalau gue nanya lo cuekin.”
“Gue jawab salah, gak dijawab salah juga, dasar cewek aneh.” lirih Rangga dengan suara kecil yang tidak bisa di dengar oleh Melati.
“Lo bilang lo cari bukukan tadi, buku apa, warnanya apa, judulnya apa.” sikap cerewetnya mulai kambuh lagi mentang-mentang Rangga merespon ucapannya.
Rangga mengalihkan matanya pada Melati, Melati jadi gugup dipandang seperti itu, ”Gue kasih tau juga lo gak bakalan tau ” nada suara Rangga terdengar ketus.
“Kok gitu amet sieh lo, guekan niatnya membantu.”
“Gue gak butuh bantuan lo.”
“Gue juga udah gak berniat bantuin lo.” Melati nyolot.
Rangga memandang Melati sinis sebelum kembali melakukan aktifitasnya, kali ini dia merogoh laci meja berharap apa yang dicarinya nyasar kesana.
Melati yang niat awalnya ingin membantu Rangga dalam hati malah mendoakan hal yang jelek buat Rangga, “Mudah-mudahan saja gak ketemu buku yang lo cari.” namun dia keburu sadar dan menyesali kata-katanya, “Astagafirullah, kok doa gue jelek gini yah, meskipun Rangga jutek, galak, ngeselin dan apapun hal jelek yang menempel pada dirinya, gue gak seharusnya mendoakan hal-hal yang jelek pada dirinya.”
“Mel.“ tegur Rani yang tiba-tiba sudah berada disamping Melati.
Melati yang orangnya kagetan reflek berjengit, “Astaga Ran, kaget gue.”
“Gitu saja kaget.”
“Siapa yang gak kaget coba kalau suara lo udah ngalah-ngalahin gajah kelaparan.”
“Kampret lo yah Mel, main samain gue dengan gajah, tapi emang gue laper sieh hehe.”
“Gak usah lo bilang juga gue tau lo laper, gue yakin lo nyamperin gue ingin ngajakin gue ke kantinkan.”
“Heheh, iya sieh.”
Karna males lebih lama deket-deket sama Rangga karna membuat suasana hatinya dongkol, Melati dengan cepat menarik tangan Rani begitu Rani selesai ngomong.
“Aduhhh Mel, pelan-pelan napa sieh.” protes Rani melepaskan cengkraman tangan Melati begitu mereka sudah keluar kelas.
“Sorry.” lirih Melati begitu menyadari dia mencengkram lengan Rani dengan kuat, Rani hanya meringis.
“Habisnya gue kesell banget sama mahluk aneh satu itu."
“Mahluk aneh.” ulang Rani, ”Maksud lo Rangga ” Rani menebak kalau yang dimaksud mahluk aneh itu adalah Rangga.
“Siapa lagi.”
“Emang kenapa lagi sieh Mel."
“Masak gue nanya baik-baik, eh malah dibalasnya jutek gitu, padahalkan gue niatnya seih mau ngebantu dia, keselkan gue Ran, lo kalau digituin kesel gak Ran.” adu Melati bertubi-tubi
“Kan udah sering lo digituin, makanya belajar dari pengalaman donk, udah tau sering di jutekin, dicuekin sama Rangga, ya lo jangan sok-sok'an baik gitu deh nawarin pertolongan.”
“Masalahnya gue bukannya sok baik Ran, emang gue orangnya pada dasarnya emang baik, jadi, jika melihat orang tengah kesusahan gitu gue gak tega, inginnya nolong, meskipun orangnya adalah Rangga cowok menyebalkan itu.”
“Setahu gue yah Mel, sebaik-baiknya orang kalau dijutekin dan dicuekin gitu yang masa bodolah, atau jangan-jangan lo suka kali sama Rangga, ayok ngaku sama gue.” goda Rani
“Ih, apaan sih lo Ran, ya enggaklah, patung es kayak gitu masak gue suka, ntar gue ikutan beku lagi.”
,“Lo suka juga gak kenapa-kenapa kali Mel, selain sikapnya Rangga jutek, galak dan cueknya itu, Rangga juga punya banyak hal yang menjadi nilai plusnya lho, contohnya, dia cakep, lebih cakep dari Dio lagi.” Rani mengacungkan jempolnya, “Banyak lho yang naksir sama Rangga, gue gak naksir dia karna kalau dia naksir balik gue gak bakalan siap mental buat ngadepin sikapnya itu.”
Melati tertawa mendengar kalimat Rani, “Emang lo yakin gitu disukain sama Rangga.”
“Kemungkinannya kecil sieh, persentasenya cuma 0,00000001 persen.”
Melati ngakak sekarang.
Rani melanjutkan ceritanya begitu tawa Melati reda, “Kelebihan Rangga yang kedua, tuh anak jenius Mel, gue yakin kakek buyutnya Rangga adalah Einstein."
“Jenius.” gumam Melati memandang Rani seolah mencari penjelasan, ”Jenius gimana.”
“Iya jenius, atau lo gak ngerti makna jenius, pinter Mel, pinterrrr bangetttttt, saking pinternya kalau semua otak dari setengah siswa SMA TUNAS BANGSA disatuin masih belum sebanding dengan kepintarann Rangga.”
Melati menjitak kepala Rani pelan, Rani mengelus-elus kepalanya, “Sakit Mel.”
“Habisnya lo ngomongnya ngaco gitu.”
“Dih serusan kali gue Mel, sebagai informasi untuk lo yah, Rangga itu sejak kelas X wajib hukumnya juara umum , dan mungkin sampai kita lulus, Allahualam mungkin dia masih juara umum atau bahkan menjadi lulusan terbaik seindonesia raya, selain itu juga Rangga sering di andalkan oleh sekolah untuk ikut olimpiade sains gitu dan lo tau hasilnya dia selalu bisa mengharumkan nama sekolah kita tercinta dengan membawa piala.” tutur Rani panjang kali lebar.
Melati mangut-mangut mendengar informasi yang baru di ketahuinya itu, Melati gak menyangka ternyata Rangga yang dingin seperti gunung es itu memiliki segudang prestasi, memang sieh Melati tau Rangga salah satu siswa terpintar di kelas mereka, tapi dia gak menyangka ternyata Ranga sepinter seperti yang diceritakan Rani.
Tidak terasa ternyata mereka sudah sampai dikantin dan sekaligus untuk sesaat memutus obrolan mereka tentang Rangga, karna untuk saat ini mereka lebih tertarik untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan.
Mereka mencari tempat duduk kosong setelah masing-masing memesan bakso dan segelas es campur.
Ketika Melati dan Rani tengah asyik menyatap baksonya, mereka dikejutkan oleh suara Dio yang menarik kursi dan kemudian duduk diantara mereka berdua.
“Wahhh enak nieh.” komentar Dio, ”Ran, suapin gue donk.” Dio melebarkan bibirnya
“Enak saja, beli sono.” tolak Rani.
“Pelittt.” Dio beralih kepada Melati berharap Melati berbaik hati kepadanya, “Mel, kasihanilah temenmu yang kelaparan ini.” melasnya.
“Gue aja gak cukup, lokan banyak duit, beli sono.”
“Bagus Mel.” Rani mengacungkan jempolnya karna biasanya Melati baik hati dan merelakan makanannya dibagi dua dengan Dio.
“Punya 2 sahabat, tapi dua-duanya pelit.”
“Emang gue fikirin.” Melati dan Rani berbarengan mengucapkan kalimat tersebut sehingga mereka berdua tertawa.
“Emang tega kalian berdua.”
Lagi-lagi dua gadis itu membalas kalimat Dio bersamaan dengan kalimat yang sama, “Emang gue fikirin.”
Dio mendengus, karna tidak mendapat jatah dari Melati dan Rani, dia dengan berat mengangkat bokongnya untuk memesaan makanan, dan gak lama dia kembali dengan membawa pesanannya.
“Wajah lo kok kusut gitu, baru diputusin lo.” cetus Rani melihat raut wajah sahabatnya yang kusut, memang tampang Dio lagi kusut gara-gara ulah Melati dan Rani yang kompakan tidak membagi makanan untuknya.
“Enak saja, mana ada cewek yang pernah mutusin gue, yang ada gue kali yang mutusin.”
“Lagak lo, tobat lo, kena karma baru tau rasa.” balas Rani.
Dio gak menanggapi kata-kata yang dilontarkan oleh Rani, Dio malah memperhatikan Melati yang menyeruput es tehnya.
“Mel.”
“Hmmmm.”
“Muka lo pucat tuh, lo baik-baik saja kan.” Dio terlihat khawatir, sejenak Rani menghentikan aktifitas makannya dan juga memandang ke arah Melati.
“Iya bener Mel, muka lo pucat, kok gue baru sadar yah.”
“Aah masa sieh, mungkin gue gak pakai make up kali makanya terlihat pucat gini.”
“Emang setiap harinya lo pakai make up ke sekolah, tapi kok wajah lo terlihat natural gitu yah, putih dan cantik kayak gak pakai make up sama sekali.” mulai deh Dio gombal.
“Gue gak punya uang receh buat lo Dio.” timpal Melati.
“Ternyata.” ujar Rani, “Ada juga cewek yang gak mempan sama rayuan lo selain gue, hebat Mel.”
“Emang dasar lo berdua, kerjasama mulu dari tadi buat ngejatuhin gue."
"Eh tapi seriusan nieh gue Mel, lo baik-baik sajakan, atau mau gue anter ke UKS gak, gue gendong lho sebagai bonusnya.” Dio menawarkan diri dengan suka rela.
Melati langsung memukul punggung Dio, “Gendong-gendong, lo fikir gue bayi apa, lagian gue baik-baik saja kok, lo suruh gue keliling lapangan 1 putaran juga gue sanggup dibawah terik matahari gini.”
Rani kemudian memajukan punggung tangannya ke kening Melati, “Gak panas, berarti bener Melati gak kenapa-napa Dio.”
“Emang ngecek suhu tubuh udah pasti baik-baik saja, gakkan, siapa tau perutnya yang sakit, jantungnya yang bocor atau....”
“Sudah sudah, gue baik-baik saja." tandas Melati, "Sekarang gue mau balik ke kelas deh.” Melati berdiri dan melangkah pergi.
“Eh tunggu donk Mel.” Rani buru-buru menyeruput sisa es tehnya dan mengejar Melati.
“Woeee.” teriak Dio, “Gue belum selesai nieh, main tinggal aja."
Melati dan rani kompakan melambaikan tangannya, "EGP."
********
Melati tengah menunggu mamanya di depan gerbang sekolah, sudah berulangkali dia melirik jam di pergelangan tangannya.
5 panggilan yang ditujukan ke nomer mamanya, tapi tidak dijawab sama sekali, ditambah pesan singkat yang mungkin lebih dari sepuluh Melati kirimkan, tapi tidak kunjung mendapat balasan juga, terbersit niat Melati untuk naik angkot saja, ketika dia sudah akan menggerakkan tangannya berniat menyetop angkot, Melati kembali menurunkan tangannya yang setengah terangkat, “Gimana nanti kalau mama datang dan gue udah pulang duluan, pasti mama khawatir.” Melati membatin, bukan hanya kekhawatiran mamanya yang jadi masalahnya, kesehatannya yang semakin memburuk akhir-akhir ini juga menjadi faktor yang membuatnya gak bisa berdesak-desakan dalam angkot.
Sebenarnya tadi Rani sempat menawarkan tumpangan padanya, tapi dia menolak, tidak ketinggalan juga Dio menawarkan jasanya, namun Rani saja ditolak apalagi Dio, bukannya apa-apa, Melati hanya tidak mau merepotkan sahabat-sahabarnya itu mengingat jalan rumah mereka berlawanan arah.
Akhirnya disinilah Melati sekarang, sendirian menunggu mamanya yang gak kunjung datang, setengah jam berlalu Melati mulai gelisah, mukanya pucat, dia lapar dan haus, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara berat menegurnya.
“Ngapain lo masih disini.”
Melati membalikkan badannya dan menemukan Rangga sudah ada dibelakangnya bersama dengan sepedanya, Melati tau Rangga selalu naik speda ke sekolah, dari cerita Rani, Melati tau Rangga anak orang kaya dan merupakan anak tunggal, tapi meskipun anak orang kaya, Rangga tidak pernah pamer dan menyalahgunakan kekayaan orang tuannya, Melati yakin Rangga memilki mobil atau motor, tapi dia rela bolak balik pergi kesekolah hanya menggunakan sepeda, dan dari cerita Rani, ternyata sepeda itu dibeli sendiri oleh Rangga dengan uang hasil jerih payahnya sendiri dari mengikuti lomba-lomba gitu, hal itu membuat Melati salut dan kagum terhadap sosok Rangga, tapi hal itu tersingkirkan dengan sifat dingin dan jutek Rangga yang selama ini selalu ditampilknya.
“Nunggu jemputan.” jawab Melati cuek.
Melati yakin Rangga tidak akan menawarkan tumpangan padanya, dan dia juga tidak berharap sama sekali Rangga akan mengajaknya pulang bareng, ”Lo sendiri kenapa belum pulang.” tanya Melati balik.
“Bukan urusan lo." jawab Rangga ketus.
Melati merasa menyesal telah bertanya, "Issh, selalu begitu, orang nanya baik-baik juga." dengus Melati tanpa suara.
"Mau pulang bareng gue gak.”
“Maksud lo, lo mau nganter gue gitu.” tanya Melati untuk memastikan karna tau memang arah rumah mereka tidak searah.
“Hmmmm.” gumamnga ambigu.
Melati memandang Rangga dari ujung kaki sampai kepala, dia gak pernah menyangka ternyata Rangga kefikiran mengajaknya pulang bareng padahalkan selama ini dia selalu bersikap masa bodoh terhadap orang disekitarnya, lebih-lebih lagi terhadap dirinya.
Rangga jengah melihat Melati memperhatikannya seperti itu.
“Jangan mandang gue kayak gitu donk, lo gak mau juga gue gak apa-apa, gue tau lo gak mau naik sepeda, lagian lo kan biasa naik mobil, mana mau lo panas-panasan gue anter naik speda begini." ucapan Rangga membuat Melati buru-buru membantah prasangka Rangga yang tidak beralasan.
“Bukan begitu, tapi." Melati menghentikan kata-katanya, “Lo salah minum obat yah.” tanya Melati gak bisa mencegah mulutnya untuk menyuarakan keheranannya yang membuat dahi Rangga mengerut.
“Gue sehat wal’afiat, jadi untuk saat ini, gue gak butuh obat jenis apapun, apalagi salah minum obat, atau jangan-jangan dalam hati lo,o nyumpahin gue sakit yah.” suudzon Rangga.
“Bukan gitu, astagaa, lo suudzon mulu yah, maksud gue." Melati berusaha menjelaskan, "Gue gak nyangka aja lo bisa baik juga sama gue, padahalkan selama ini lo salalu cuek sama gue dan juga jutek sama gue.”
“Gue baik sama lo salah, gue cuek juga salah, jadi lo mau gue gimana, lo mau gue berubah jadi power rangers gitu.”
Tanpa sadar Melati tertawa geli mendengar kalimat Rangga, “Ternyata lo bisa bercanda juga yah, hahaha, gue fikir lo orangnya serius sampai gak bisa bercanda gitu.”
“Lo lupa gue juga manusia, punya semua rasa yang lo punya juga.”
Melati langsung bungkam, gak tau harus merespon apa.
“Iya udah deh, lo tetap mau nunggu disini atau mau gue anterin.”putus Rangga yang mulai tidak sabaran.
“Mmm, gimana yah.” Melati berfikir, agak ragu juga menerima ajakan Rangga.
“Malau gitu gue balik duluan.” putus Rangga yang sudah bersiap mengayuh sepedanya.
“Eh, eh.” .elati menarik lengan kemeja Rangga, “Iya deh gue mau.” dengan alasan dia gak tau apa mamanya inget menjemputnya apa gak, akhirnya dengan terpaksa Melati merepotkan orang yang sering membuatnya jengkel ketimbang merepotkan 2 sahabatnya.
Sepeda Rangga adalah sepeda cowok, jadi sepeda itu tidak ada boncengannya dibelakang, Melati jadi bingung mau duduk dimana, dia sieh pernah lihat ditv gitu, biasanya cewek suka berdiri dibelakang, tapi dia yakin tidak bisa melakukan hal itu, akhirnya dia buka suara, “Gue duduknya dimana.”
“Gue sudah ngambil kesimpulan sejak awal ketemu lo, kalau lo anak manja, tapi gue pernah tahu lo semanja ini, sampai lo gak tau harus gimana."
Melati membrengut mendengar Rangga mengatakannya anak manja, yah walaupun dia manja sieh, tapikan sedikit, tapi itukan wajar apalagi dia anak perempuan.
Rangga kembali berkata, “Lo berdiri tuh dibelakang.”
“Tapi entar gue jatuh.”
“Lo pegangan sama pundak gue, gitu aja pakai diajarin.”
“Tapi gue takut, pundak lokan tidak bisa dijadiin jaminan buat gue aman.”
“Bener-bener gadis manja, ya udah lo mending duduk didepan.”
Sekali lagi Melati pernah sieh melihat di film-film adegan antara cowok dan cewek yang duduk di sepeda dengan ceweknya duduk di depan, tapi itukan karna mereka pacaran, lah mereka jangankan pacaranN temenan aja kagak.
Melati menunjuk ke depan, “Didepan yah, apa gak apa-apa gitu.”
“Iya gak apa-apa, disini lo aman, gue bisa menjaga lo dari dua sisi dengan lengan gue.”
Kalimat tersebut diucapkan Rangga dengan nada jutek dan dingin, tapi entah kenapa, bagi Melati kalimat tersebut terdengar romantis, ”Aah mikir apa sieh gue, romantis apaan.” dia geleng-geleng kepala.
“Sudah siang neih, lo mau naik sekarang atau satu abad lagi."
“Iya iya.”
Melati mengambil posisi duduk menyamping didepan, begitu dia duduk dengan nyaman dan posisi yang pas, Rngga menjulurkan kedua tangannya untuk memegang stang, mengurung Melati diposisi yang aman.
Melati memutar kepalanya mendongak menatap Rangga dan ternyata Rangga saat itu juga mengarahkan tatapannya pada Melati sehingga tatapan mereka bertemu. Melati buru-buru memutar balik lehernya kedepan sementara Rangga kembali memfokuskan pandangannya ke depan.
Mereka berdua gugup dan canggung, untuk menghilangkan kecanggungannya Rangga berntaya, “bisa gue jalan sekarang.”
Melati hanya mengangguk sebagai balasan.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments