KASIH TAK SAMPAI

KASIH TAK SAMPAI

PINDAH

"Sayang, minum obat dulu yah." seorang wanita cantik berumur awal 40-an menepuk pundak seorang gadis remaja yang tengah duduk ditaman belakang rumahnya yang penuhi dengan tanaman berbagai macam jenis bunga-bungaan 

Gadis yang disapa itu mengangguk, "Iya ma." ucap si gadis yang berwajah pucat itu.

Wanita yang dipanggil mama itu bersiap untuk membantu anak gadisnya berdiri dan memapahnya, "Mama bantu ya sayang." niatnya terhenti karna gadis itu keburu menyela.

"Ma, Melati bisa, jangan perlakukan melati seperti orang lumpuh, melati itu sehat ma." protes gadis remaja bernama Melati itu.

Sik wanita yang dipanggil mama itu hanya mengangguk, tapi wanita itu tidak menggubris ucapan anaknya, dia memegang lengan anaknya untuk membantunya berdiri, kali ini Melati tidak menolak bantuan mamanya.

Melati tahu mamanya khawatir padanya, dan Melati sangat tahu kalau mama dan papanya selama setahun belakangan ini sangat memperhatikannya, keluarganya yang dulu sempat acuh tak acuh, mama dan papanya yang selalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing tanpa peduli dengan satu sama lain, dan termasuk tidak mempedulikannya, mama dan papanya yang selalu bertengkar karna hal-hal sepele, entah Melati harus bersuyukur atau mengeluh dengan penyakit yang dideritanya saat ini, tapi walaupun dia selalu merasa ini semua gak adil baginya, tapi toh semuanya ada sisi positifnya, yaitu melati bisa melihat mama dan papanya bisa akur dan bisa kembali seperti dulu lagi seperti melati masih kecil. Ketika karir Rita mama melati lagi bagus-bagusnya, ketika mengetahui penyakit yang diderita anaknya, Rita rela mengundurkan diri hanya untuk mengurus Melati dan sepenuhnya melimpahkan kasih sayang pada putri satu-satunya itu.

Rumah sakit, kemoterapi, berbagai macam obat-obatan merupakan hal yang sangat akrab dengan melati satu tahun belakangan ini, kemoterapi ataupun obat-obatan yang dikonsumsi tidak membuat penyakit kanker hati yang diderita Melati sembuh, tapi hanya memperlambat proses penyebaran penyakitnya dan hanya memperpanjang sedikit umurnya, Melati sebenarnya sudah capek dan bosan melakukan itu semua, tapi toh demi kedua orang tuaya Melati tetap melakukan hal tersebut.

Mama Ritalah yang senantiasa menemaninya, menggenggam tangannya dan memberikan penguatan kepada Melati, dia senantiasa rutin mengingatkan Melati untuk meminum obat-obatan yang membuat Melati sejujurnya muak, tapi dia harus menelan obat-obat tersebut hanya untuk membuat mama dan papanya tenang. Selain mama dan papanya, Melati memiliki 2 sahabat yang juga senantiasa selalu ada disampingnya, yaitu Denis dan Amara, Denis dan Amaralah yang sering membawakannya catatan ketika Melati tidak masuk selama berminggu-minggu akibat penyakit yang dideritanya, mereka berdualah yang sering menghiburnya dengan menceritakan lelucon yang terjadi dikelas selama Melati tidak masuk. Melihat mama dan papanya membuat Melati memilki semangat untuk sembuh meskipun dokter telah memvonis kalau tingkat kesembuhannya sangatlah kecil bahkan terbilang mustahil, tapi papanya, laki-laki yang selalu disayang Melati selalu menghiburnya dengan mengatakan kalau dokter adalah manusia biasa, hidup mati itu ada ditangan tuhan, jadi papanya selalu bilag kalau Melati akan berumur panjang, menikah dan punya anak, kata-kata papanya tersebut selalu Melati tanggapi dengan terkekeh.

*****

Untuk terakhir kalinya Melati mengedarkan pandangannya diseluruh kamarnya, Melati merasa berat untuk meninggalkan rumahnya yang telah menjadi saksi hidupnya selama 17 belas tahun belakangan ini, tapi dia terpaksa harus pindah dari rumahnya itu karna papanya dipindah tugaskan, selain hal tersebut, menurut papanya yang dimutasi ke Bandung, udara kota Bandung lebih bagus untuk kesehatan Melati dibandingkan dengan Jakarta yang polusi udaranya makin parah setiap harinya, padahal Bandung dan Jakarta sama saja.

Mata Melati jatuh pada pigura dinakas samping tempat tidurnya, didalam pigura itu terdapat gambar 3 orang remaja yang tertawa lebar ke arah kamera seakan-akan ketiga remaja tersebut tidak memiliki beban untuk difikirkan.

Melati berjalan pelan ke arah nakas, mengambil pigura tersebut, memandangnya untuk beberapa saat, kemudian dia menghembuskan nafas berat, itu adalah foto dirinya dan 2 sahabatnya yaitu Denis dan Amara.

"Semoga kalian bahagia." ungkap Melati dengan tidak rela.

Tidak ada persahabatan yang murni antara cowok dan cewek, begitu juga dengan persahabatan mereka bertiga, Melati diam-diam menyukai Denis, dia memendam perasaanya bertahun-tahun hanya untuk menjaga tali persahabatan mereka bertiga supaya tidak retak, Melati tidak ingin Denis tau kalau dirinya menyukainya, Melati takut kalau Denis tahu akan perasaanyan, Denis akan menjauhinya.

Disisi lain ternyata Denis menyukai Amara, hal ini Melati ketahui dari buku harian Denis yang tidak sengaja dibaca Melati ketika berkunjung kerumah Denis, hati Nelati hancur mengetahui hal tersebut, masih sangat jelas di ingatan Melati tentang peristiwa yang ditandai sebagai salah satu hari paling menyedihkan dalam hidupnya.

Flasback on

Waktu itu Melati datang sendirian ke rumah Denis karna dmDenis selama 3 hari tidak masuk karna sakit, dia sengaja tidak mengajak Amara karna dia ingin menghabiskan waktu berdua dengan Denis, dan kebetulan ketika dia datang mama Alya alias mamanya Denis yang menyambutnya.

"Siang tante." sapa Melati"

"Eh Melati sayang." Alya memeluk Melati dan mencium pipinya, memang Melati dan Amara sudah dianggap anak sendiri oleh Alya.

"Mau jenguk Denis ya." tebak mama Alya.

"Iya tante."

"Hmmmm." mama Alya menarik nafas "Anak itu, padahal dia sudah sembuh lho, tapi emang dasar dia pemalas, dia selalu bilang sama tante, masuknya besok ma, badan Denis masih lemes, padahal berjam-jam kerjaanya main game melulu." keluh mama Alya.

Melati tertawa mendengar penuturan mama Alya, "Sekarang Denisnya dimana tante."

"Dia ada dikamar, paling-paling maen game lagi, dia akan pura-pura sakit kalau tante masuk, mending kamu samperin dia ke kamarnya ya sayang."

"Baik tante "

Baik Melati dan Amara juga sudah terbiasa nyelonong keluar masuk kamarnya Denis, seperti sekarang ini, tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Melati mendorong pintu kamar Denis, ruangan itu kosong, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi yang membuat Melati yakin kalau Denis ada dikamar mandi saat ini.

Bener kata mama Alya, Denis sepertinya tengah maen game karna TV masih menyala.

"Denis, Denis, dasar pemalas lo." Melati menggeleng-gelengkan kepalanya.

Melati sudah sangat familiar dengan kamar Denis, dia sudah sangat tahu seluk beluk kamar tersebut, meskipun begitu, banyak hal juga yang ternyata yang tidak diketahui Melati, seperti ketika matanya tertumbuk pada buku harian yang terbuka dimeja belajar Denis.

"Dia cowok bukan sieh." tanya Melati pada diri sendiri sembari bibirnya mengulas senyum saat melihat buku harian tersebut, "Cowok kok nulis buku harian."

Kakinya membawanya mendatangi tempat belajar Denis, Melati penasaran ingin tahu apa yang ditulis oleh Denis dibuku harian tersebut.

"Gue yakin Amara juga tidak tau kalau Denis suka nulis buku harian, kalau gue kasih tau dia, pasti dia bakalan meledek Denis habis-habisan." lirihnya tersenyum membayangkan ekpresi Amara kalau dia kasih tau.

Melati mendudukkan bokongnya dikursi belajar Denis dan mulai membalik lembaran buku harian tersebut, dihalaman pertama tertulis biodata Denis beserta pesan konyol yang berbunyi.

Yang berani buka buku harian gue tanpa izin, gue sumpahain jomblo seumur hidup.

Yang ditanggapi oleh Melati dengan kalimat, "Dihhh, emang kutukan lo manjur apa."

Tangan Melati kembali membalik kertas tersebut ke halaman kedua, dihalaman inilah Denis mulai mencurahkan isi hati yang dirasakannya.

Entahlah, aku gak tau apa yang terjadi denganku, begitu melihatnya, hatiku langsung berdebar-debar, apakah mungkin ini yang namanya cinta pada pandangan pertama

"Tanggal yang sama dengan tanggal dimana gue dan Denis berkenalan." ujar Melati setelah melihat tanggal yang tertera disana, "Apa mungkin yang dimaksud adalah gue." duga Melati geer, "Ahh, gak mungkin." meskipun berkata begitu, Melati bener-benar berharap kalau yang dimaksud dalam tulisan tersebut adalah dirinya, makanya dia dengan bersemangat kembali membalik halaman demi halaman untuk membaca curahan hati Denis berikutnya.

Disetiap tulisannya, Denis selalu menggunakan kata dia, dia untuk menyebut wanita yang dia sukai tanpa menyebut nama, hal itu semakin membuat Melati geer saja.

Dan kemudian Melati membaca tulisan terakhir yang ditulis oleh Denis, kemungkinan tulisan tersebut ditulis hari ini.

Aihhh, senengnya aku, dia menelpon menanyakan kabarku, berjanji akan datang menjengukku, meskipun aku sehat sekarang, tapi aku rela sakit hanya untuk mendapatkan perhatian darinya.

Seketika perasaan Melati menjadi tidak enak, dibukanya dengan cepat buku harian tersebut ke halaman sebelumnya yang sudah ditulisi Denis untuk mengetahui siapa gadis yang dimaksud, setiap lembar buku harian tesebut menceritakan tentang isi hati denis, pada dia, dia, dia yang tidak dtulis namanya, sampai pada sampul bagian belakang, disana tertempel foto dia, dia yang dimaksud dalam tulisan Denis, dia yang dimaksud oleh Denis tidak lain adalah Amara.

Tangan Melati gemetar, bibirnya terasa kelu, hatinya terasa tercabik-cabik, "Jadi....jadi selama ini Denis...." Melati berusaha keras menahan kucuran air matanya, tapi air matanya malah berkhianat, "Mencintai amara." berbarengan dengan kalimatanya itu air matanya mulai meleleh membasahi pipinya.

Melati mendengar gagang pintu kamar mandi diputar, Melati buru-buru mengahapus air matanya, sebisa mungkin dia harus menyembunyikan perasaanya, dan lebih-lebih lagi dia tidak ingin Denis tau kalau dia menangis dan dia lebih tidak ingin lagi Denis tau kalau dia telah membaca diarynya, Melati langsung menaruh buku harian tersebut ditempat dimana dia mengambilnya.

"Lho Mel, lo ngapain dikamar gue." Denis kaget melihat Melati yang tiba-tiba telah berada dikamarnya.

Melati berusaha mengontrol emosinya dan mengatur suaranya supaya terdengar normal, dia kemudian berbalik menghadap Denis, "Ya jenguk lo lah begok, katanyakan lo sakit, orang sakit ternyata maen gamenya semangat yah."

Meskipun tubuhnya menghadap ke arah Denis, Melati tidak berani memandang mata Denis, dia takut kalau Denis bisa membaca perasaannya.

Denis menggaruk kepalanya dan cengengesan, tapi kemudian Denis baru sadar tentang buku hariannya yang tergeletak dimeja, dia buru-buru mendekat ke arah Melati, melihat buku hariannya yang awalnya terbuka kini tertutup rapat.

"Lo baca yah, yah gitu deh." seloroh Denis tanpa diminta, "Gue emang menyukai Amara."

"Sejak kapan." tanya Melati meskipun dia tidak ingin tahu.

"Heheh, sebenarnya sieh gue suka dia sejak pertama kali melihat dia."

"Sejak pertama kali melihat dia." ulang Melati, "Apa...apa jangan-jangan selama ini dia bersahabat dengan gue hanya untk mendekati Amara, kalau iya begitu, dia bener-benar jahat." batin Melati menjerit mengetahui fakta tersebut.

"Sori yah Mel kalau gue boleh jujur, tapi sebelumnya janji yah mel lo jangan marah sama gue, janji yah Mel."

"Memangnya lo mau mengatakan apa."

"Janji dulu donk lo jangan marah sama gue, soalnya kalau lo marah, gue gak ingin kehilangan sahabat kayak lo."

Karna penasaran, Melati akhirnya mengangguk, "Iya, gue gak akan marah."

"Awalnya memang gue bersahabat dengan lo hanya ingin dekat dengan Amara."

Sebiasa mungkin Melati menahan tangisnya sambil membatin, "Tuhkan bener dugaan gue."

"Tapi sekarang, gue bener tulus bersahabat dengan lo Mel sumpah, gue bener-bener sayang sama lo Mel sebagai sahabat, lo maukan maafin gue." jelas Denis.

Ketika Melati belum juga merespon, Denis terlihat khawatir.

"Mel, lo marah sama gue, plisss jangan marah sama gue Mel, lokan udah janji gak bakalan marah sama gue."

Melati yang dari tadi menunduk mengangkat wajahnya, matanya agak memerah karna tangisnya barusan.

"Lo nagis Mel." Denis panik, "Gue bener-bener minta maaf Mel, sumpah gue gak ada maksud bikin lo sedih gini, gue...."

"Gue gak nangis Den, apa-apan sieh lo." bohongnya, padahal mah hatinya bergemuruh hebat.

"Tapi mata lo memerah Mel."

"Oh mata gue, ini mah kelilipan tau, kamar lo sieh jorok banyak debunya." melati berusaha bercanda.

"Enak aja lo."

"Lo gak marahkan Mel sama gue."

"Marah, ya gak lah."

"Jadi, lo gak bakalan mecat gue jadi sahabat lokan."

"Mecat-mecat, lofikir gue bos lo apa."

"Jadi intinya lo gak marahkan Mel."

"Gak Denis, buat apa sieh gue marah."

"Syukurlah." Denis mendekat dan tanpa aba-aba dia merangkul Melati, "Tadinya gue bener-bene takut lo bakalan tidak mau lagi bersahabat dengan gue, lo bener-bener baik Mel."

Melati membeku, tidak tahu harus merespon bagaimana, yang dia tau dia sepertinya tidak kuat lagi menahan rasa sakit dihatinya yang digoreskan oleh Denis, meskipun begitu, dia masih berusaha untuk bercanda untuk menutupi rasa sakitnya.

"Aduh Den kebiasaan banget sieh lo meluknya kenceng banget, kan gue jadi susah nafas nieh." bohongnya padahal Denis meluknya biasa aja.

"Oh, heheh, Sorry sorry."

"Mel, lo gak akan cerita tentang perasaan gue sama Amarakan." pinta Denis begitu melepas pelukannya.

"Hmmm, gimana yah."

"Mel, jangan donk ya, gue belum siap nieh."

"Kalau Amara diembat orang baru tahu rasa lo."

"Gue bakalan nyari waktu yang tepat buat nyatain perasaan gue sama dia, jadi, lo jangan bilang dia dulu ya." pinta Denis penuh harap.

"Hmmm, ya sudah deh, gue akan tutup mulut, tapi jangan lama-lama juga, takutnya lo kedahuluan sama orang lagi." Melati memperingatkan, dibibirnya sieh bilang begitu, padahalkan hatinya nelangsa.

"Oke, siap buk boss."

Flasback off

"Sayang, kamu udah selesai." mama Rita sudah berada di ambang pintu, sapaan mamanya tersebut sekaligus memutuskan lamunan Melati dan membawaya kemasa sekarang.

"Iya ma, Melati udah selesai kok." sahut Melati yang sudah selasai mengepak barang-barang yang akan dibawanya pindah ke rumah barunya dibandung.

Satu seminggu sebelum kepindahan Melati, Denis menyatakan perasaannya kepada Amara dan ternyata Amara juga menyukai Denis dan tentu saja mereka kini telah resmi jadian, hal tersebut semakin memantapkan tekad Melati untuk pindah dan berharap tidak bertemu mereka lagi untuk sementara untuk menenangkan hatinya.

Melihat wajah putrinya yang murung dan pucat mama rita merasa khawatir, dia berjalan mendekati Melati, mengelus pipi anak semata wayangnya itu, dan bertanya dengan lembut, "Apa kamu merasa gak sehat nak "

Selama setahun belakangan ini, mama Rita selalu khawatir dengan keadaan Melati karna penyakit yang diderita oleh Melati, itulah alasan kenapa dia berhenti menjadi wanita karir, dia lebih fokus mengurus Melati putrinya karna dia tidak ingin menyesal nantinya.

"Mama." rengek Melati, "Percaya deh sama Melati, Melati itu gak apa-apa, jadi stop khawatirin Melati." Melati berusaha tersenyum ceria untuk membuat mamanya tidak khawatir.

"Gimana mama tidak khawatir sayang, mamakan takut terjadi apa-apa sama kamu."

"Hmmm, tapi seperti yang Melati bilang, Melati baik-baik saja mama."

"Hmmm, baiklah, mama percaya kalau kamu baik-baik saja."

Melati kemudian melirik jam di pergelangan tangannya dan menepuk keningnya, "Astagaaa, mama ayok cepat kita kebawah, ntar papa marah kalau kita kelamaan."

"Papa tidak akan berani marah sama kamu sayang, kan kamu kamu anak kesayangannya."

"Mama nieh bisa aja, ayok ma sebaiknya kita cepat, meskipun papa tidak akan memarahi Melati, tapi Melatikan juga tidak mau papa nunggu lama."

Melati menarik kopernya dan menggandeng tangan mamanya keluar dari mantan kamarnya, mama Rita sudah berusaha mengambil alih koper yang ditarik sama Melati ,tapi alhasil Melati mengerecutkan bibirnya yang membuat mama Rita menyerah dengan kekeraskepalaan Melati, sedangkan papa Ardi, papanya Melati sedang memasukkan beberapa barang-barang ke bagasi mobil, dan sisanya nanti akan diangkut menggunakan mobil bak terbuka.

Melihat anaknya menarik koper yang lumayan besar, pandangan papa Ardi langsung terarah pada istrinya.

"Mama ini gimana sieh, kenapa membiarkan Melati membawa kopernya sendiri."

Belum sempet mama Rita membela diri, Melati sudah duluan menyambar, "Papa, ini gak berat, Melati bisa kok, tinggal ditarik doank, kan ada rodanya, jadi gak akan bikin Melati capek, jadi papa, jangan marahin mama ya."

"Tapi sayang, kamu itukan lagi sakit." protes papa Ardi.

"Papa, Melati itu kuat kok, percaya deh sama Melati, papa dan mama gak perlu khawatir dengan Melati." Melati meyakinkan mama dan papanya dengan menyunggingkan senyum ceria.

Selama setahun belakangan ini itulah yang sering dilakukan Melati untuk menghilangkan kekawatiran mama dan papanya, walaupun mama dan papanya akan melakukan apa saja untuk dirinya, tapi Melati gak mau selalu bergantung sama mama dan papanya, dia gak mau penyakitnya yang tengah dideritanya membuatnya menjadi gadis lemah.

Akhirnya papa Ardi hanya geleng-geleng kepala melihat watak putrinya yang keras kepala itu, sifat yang diturunkan darinya.

Koper terakhir sudah dimasukkan dengan aman dibagasi, ketika Melati dan keluarganya sudah bersiap memasuki mobil, sebuah motor yang sudah sangat dikenal oleh Melati berhenti tepat didepan gerbang rumahnya, itu adalah Denis, sedangkan Amara duduk diboncengan motor Denis dibelakang, Amara langsung melompat dan berlari ke arah Melati dan menubruknya, matanya basah, dengan terisak dia berkata, "Mel, emang harus ya lo pergi, kalau lo pergi gue sama siapa coba."

Melati melapas pelukan Amara, dengan senyum yang dipaksakan dia memandang Denis yang tengah berjalan ke arah mereka, "Kan ada Denis Ra."

"Denis itu beda dengan lo Mel."

"Jelas bedalah Ra, guekan cewek dan Denis cowok."

"Dihh." Amara memukul lengan Melati pelan, "Anak ini masih sempat-sempatnya aja bercanda, gue serius tau." omelnya cembrut.

Melati terkekeh, "Maaf maaf sensi amet sieh lo."

Amara tidak menanggapi candaan Melati, dia malah meraih tangan Melati dan memohon, "Pliss Mel, lo jangan pergi yah."

"Ra, gue harus pergi."

"Lo jahat Mel."

Denis merangkul lengan Amara, pandangan Melati jatuh pada kemesraan yang ditunjukkan oleh Denis, Melihat hal itu, Melati bener-benar memaksakan senyumnya, meskipun dia berat untuk pindah, tapi dia juga bersuyukur karna dengan begitu dia tidak akan merasa sakit lagi melihat Denis dan Amara.

"Ikhlasin Ra, kalau Melati tinggal di Jakarta, dia sama siapa coba."

"Melati bisa tinggal dirumah gue Den."

"Ra." Denis memberi pengertian pada kekasihnya itu, " Jarak Bandung dan Jakarta itukan dekat, jadi kita bakalan sering-sering berkunjung ke Bandung untuk menemui Melati, bener gak Mel."

"Bener Ra, lo sama Denis bisa main ke Bandung kapanpun lo mau."

"Tapi lo janji yah Mel, lo gak bakalan lupain gue dan Denis meskipun lo punya temen baru disana."

Melati mengangguk, dalam hati dia berkata, "Gue gak bakalan lupain lo Ra, dan akan berusaha untuk melupakan perasaan gue sama pacar lo."

Setelah memeluk Melati untuk terakhir kalinya, akhirnya Amara ikhlas melepas Melati, disusul kemudian oleh Denis yang juga memeluk Melati sembari berbisik, "Jaga kesehatan lo Mel, gue pasti bakalan merindukan lo, lo adalah sahabat terbaik gue."

Melati mengangguk kaku, dan juga berbisik, "Jaga Amara, jangan sakitin dia, kalau lo berani-beraninya nyakitin dia, gue akan datang langsung ke Jakarta untuk menghajar lo."

Denis terkekeh mendengar ancaman Melati yang lebih kepada candaan.

Sebelum pergi, Denis dan Amara menyalami papa Ardi dan mama Rita.

Melati melambai dari dalam mobil saat mobil melaju meninggalkan dua sahabatnya yang melepas kepergiannya.

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!