Melati terbangun dan menemukan dirinya disebuah ruangan asing, dinding kamar tersebut didominasi oleh warna biru laut warna kesukaannya, Melati mengucek matanya.
“Dimana gue.” tanyanya pada diri sendiri, butuh waktu beberapa menit untuk menyadari kalau disudah pindah dan kini dirinya tengah berada dirumah barunya di Bandung.
Suara gagang pintu yang diputar dari luar dan memampangkan wajah mamanya yang tersenyum hangat begitu pintu kamarnya terbuka.
“Sudah bangun sayang.”
“Mita udah sampai ma.”
Mama Rita mengangguk menjawab pertanyaan putrinya.
“Kenapa Melati gak dibangunin ma.”
“Kamu tidurnya lelap sekali sayang, jadi mama dan papa gak tega buat bangunin kamu, jadinya papa deh yang gendong kamu." jelas mama Rita.
Membayangkan dirinya digendong oleh papanya membuat Melati melontarkan pertanyaan, ”Papa gendong Melati ma, emang papa kuat ma, Melatikan gendut dan sudah pasti berat."
Mama Rita menggeleng, “Kamu jangan meremehkan papa donk sayang, meskipun papa umurnya tidak lagi muda, papa tenaganya kuat lho, jangankan gendong Melati, gendong anak gajah juga papa sanggup.”
Melati tertawa, mama Rita ikut tertawa melihat putrinya tertawa.
"Mama ini ada-ada saja, ya gak mungkilah papa kuat kalau yang digendong anak gajah."
Mama terkekeh.
“Kamu suka kamarnya sayang.”
“Suka ma, nyaman, warnanya juga warna kesukaan Melati.”
“Syukurlah kalau kamu suka.”
“Kapan Melati bisa sekolah ma.”
“Iya sayang sabar, papakan mesti cari sekolah yang cocok dan bagus untuk Melati dulu."
“Oh gitu yah, Melati jadi gak sabar mah."
“Mel."
“Hhmm.”
“Apa tidak sebaiknya Melati home scholing saja sayang, biar mama bisa ngawasin kamu.”
Melati menggeleng, “Ma, Melati sehat dan kuat kok, percaya deh sama Melati, Melati bisa menjaga diri, mama percayakan sama Melati."
Mama Rita mengelus pipi pucat putrinya dan mengagguk, “Iya sayang, mama percaya.” lisannya, dihatinya tentu saja dia khawatir dengan keadaan putrinya.
Melati tersenyum, ”Lagian yah ma, mana enak belajar sendirian,, terkurung dirumah, mending sekolah punya banyak temen, iyakan ma.”
“Iya sayang, tapi janji dulu sama mama, kalau Melati harus rajin check up dan rajin minum obat oke."
“Siap buk bos, perintah dilaksakan.” Melati pose hormat membuat mama Rita tertawa dengan kelakuan kekanak-kanakan putri semata wayangnya itu.
“Nah, sekarang sudah waktunya makan malam, kita turun yuk, papa sudah nunggu tuh.”
“Oke ma.” semangat Melati.
*****
Sudah satu minggu Melati dan keluarganya pindah ke Bandung, ketika menginjakkan kaki dirumah barunya, hal pertama yang terlintas dipikiran Melati adalah, dia menyukai rumah barunya itu, rumah mungil dengan halaman yang luas, Melati berjanji pada dirinya sendiri akan menata taman agar terlihat hijau seperti yang dilakukakannya pada bekas rumahnya yang ada di Jakarta. Dan selama satu minggu belakangan ini, Melati yang ditemani oleh mamanya keliling Bandung untuk mencari penjual tanaman hias, dan walaupun hasilnya belum kelihatan, tapi seenggaknya taman yang luas itu sekarang sudah ditanami dengan berbagai macam bunga terutama bunga Melati bunga kesukaan Melati, bunga yang sesuai dengan namanya.
“Pagi ma, pagi pa." sapa Melati pagi itu begitu tiba dimeja makan
“Pagi sayang ” balas papa Ardi dan mama Rita bersamaan membalas sapaan Melati.
Melati mencium pipi mama dan papanya bergantian, sepiring nasi goreng dan telur mata sapi kesukaannya sudah disiapkan untuknya, sementara itu mamanya tengah sibuk meladeni papanya, melihat keluarga kecilnya berkumpul seperti ini membuatnya terharu, seandainya menangis tidak membuat papa dan mamanya khawatir, pasti Melati sudah menangis saat ini.
“Kenapa sayang.” tanya papa Ardi yang melihat putrinya menatap dirinya dan istrinya.
“Eh, gak kok pa.” Melati gelagapan karna kepergok memperhatikan mama dan papanya yang terlihat mesra.
“Apa nasinya gorengnya tidak enak sayang.” tanya mama Rita pada putrinya.
“Gak tau ma, kan Melati belum makan, tapi Melati yakin seperti biasanya masakan mama pasti paling enak sedunia.”
“Kamu bisa saja membuat mama jadi besar kepala.”
“Hehehe.” Melati cengengesan, “Ma, pa, tetap seperti in yah, Melati bahagia lihat mama dan papa akur, Melati pengen mama dan papa akan selalu seperti ini walaupun nanti Melati sudah tidak ada.”
Mama Rita tidak tahan mendengar kata-kata putrinya yang menyebabkannya mengucurkan air mata, sedangkan papa Ardi, ekspresinya gak bisa dibaca, tahu-tahunnya mama Rita sudah mendekap anak perempuannya itu sembari berucap.
“Melati sayang, Melati gak boleh bilang begitu lagi yah sayang, Melati pasti sembuh kok.” mama Rita melirik ke arah suaminya sebagai kode meminta suaminya untuk mendukung kata-katanya.
“Benar kata mama sayang, pokoknya Melati itu pasti sembuh, lulus, kuliah, wisuda dan pada akhirnya akan menikah dan punya anak, pokoknya mama dan papa akan mengusahakan yang terbaik buat kesembuhan Melati, papa akan cari dokter yang paling hebat untuk menyembuhkan penyakit Melati yah sayang, Melati gak boleh ngomong seperti itu lagi, emang Melati tega ninggalin mama dan papa.” sambung papa Ardi, meskipun papa Ardi tau kata-katanya lebih daripda penghiburan saja, karna dokter saja memvonis penyakit yang diderita Melati kemungkinan sembuhnya sangat kecil, tapi dengan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan, dokter itu hanya perantara, hal itu membuat papa Ardi menggantungkan harapannya sama Tuhan, selama ini papa Ardi selalu berusaha bersikap tegar didepan putrinya, dia gak mau terlihat lemah didepan Melati, Melati membutuhkannya, selama ini dia berusaha mengganti masa-masa yang hilang dengan keluarga kecilnya, dia dan istrnya yang dulu selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing tanpa meperhatikan putri tunggalnya, setahun yang lalu semuanya berubah ketika mendengar kabar kalau putri semata wayangnya mengidap penyakit mematikan, papa Ardi tahu mungkin ini teguran dari Tuhan karna dia dan istrinya menyia-nyiakan anugrah yang dititipkan Tuhan kepada mereka, dan kini tepat satu tahun berita yang tidak pernah ingin didengarnya itu keluar dari bibir dokter yang mengubah segalanya seperti sekarang ini.
“Andai saja Melati bisa ma, pa, memberikan mama dan papa cucu, pasti Melati akan bahagia banget.” ucap Melati murung, hanya sedetik karna kemudian dia sadar, kemurungannya bisa membuat mama dan papanya sedih, dia langsung merubah modenya menjadi ceria, “Duhh, kok jadi ngelantur sieh, hari inikan Melati masuk sekolah, harusnya Melati ceria dan harus semangat doank.”
Sebenarnya gak bisa dipungkiri mama Rita dan papa Ardi begitu sangat terpukul mendengar kalimat Melati, tapi mereka harus tegar, mereka berdua mengulas senyum, papa Ardi kemudian melisankan, “Nah begitu donk sayang, ceria dan semangat, itu baru anak papa.”
“Iya pa.”
“Mel."
“Iya pa.”
“Mama yang nganterin Melati ke sekolah baru Melati yah, soalnya ada pekerjaan yang papa tidak bisa tinggalkan.”
“Iya pa”
“Gak apa-apakan.”
“Gak apa-apa kok pa, papakan sibuk.”
Papa Ardi mengelus puncak kepala putri kesayangan itu, “Anak papa.”
****
Mama Rita memarkir mobilnya diparkiran SMA TUNAS BANGSA, karna hari ini hari pertama Melati masuk sekolah lagi setelah kepindahannya dari Jakarta, makanya mamanya rita menemani putrinya itu.
Setelah satu minggu mencari informasi tentang sekolah yang bagus dan sesuai dengan putrinya, akhirnya mama Rita dan papa Ardi memutuskan mendaftarkan Melati di salah satu sma paforit dikota Bandung yaitu SMA TUNAS BANGSA.
Sebenarnya mama Rita dan suaminya menyarankan Melati untuk mengikuti home schooling saja, alasannya demi kesehatan Melati dan dia juga bisa mengontrol putrinya itu, tapi Melati yang keras kepala dan ngotot ingin melanjutkan masa-masa SMAnya di sekolah umum, alasanya dia bosan terkurung dirumah, kalau di sekolahkan dia gak bakalan bosan karna banyak temen, ditambah lagi Melati harus menyakinkan papa dan mamanya sedemikian rupa untuk membiarkannya sekolah disebuah SMA dengan sebuah janji bahwa dia bakalan akan berusaha menjaga kesehatannya, dan pada akhirnya papa dan mamanya luluh dan membiarkan Melati sekolah disekolah umum seperti yang diinginkan oleh Melati.
Melati berjalan dibelakang mamanya, karna hari ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya disekolah barunya membuat Melati sedikit gugup.
Mama Rita berusaha mencari ruang kepala sekolah karna sekolah itu cukup luas sehingga gak heran mereka harus muter-muter dulu mencari ruang kepala sekolah, sedangkan Melati mulai ngos-ngosan, keringat sudah mulai membanjiri dahinya.
“Kita istirahat dulu sayang.” saran mama Rita begitu melihat keadaan putrinya, dia mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk.
Melati hanya menggaguk karna dia merasa mual dan pusing.
"Ayok sayang kita duduk disana." mama Rita menuntun putrinya ke bangku kayu yang ada menempel didinding sebuah ruangan.
Mereka duduk dibangku kayu untuk melepas lelah, mama Rita bertanya pada putrinya, “Obatnya dibawakan sayang.”
Melati mengangguk, mana bisa dia lepas dari obat-obatan untuk menunjang hidupnya.
Mama Rita mengedarkan pandangannya berusaha untuk mencari seseorang yang bisa ditanyai tentang dimana letak ruang kepala sekolah. Beberapa menit kemudian, di depan mereka melintas anak laki-laki jangkung, kedua tangannya membawa bertumpuk-tumpuk buku.
“Permisi dek.” tegur mama Rita menghentikan langkah cowok yang melintas di depan mereka.
Karna pandangan cowok itu berfokus ke depan membuat cowok remaja tersebut tidak memperhatikan sekelilingnya, cowok itu menoleh ke samping untuk melihat siapa yang menyapanya, begitu melihat siapa yang menyapanya, cowok itu mengerutkan kening, antara bingung dan bertanya-tanya siapakah gerangan orang yang menyapanya itu.
“Iya, ada yang bisa saya bantu tante.” balas cowok itu ramah.
“Saya cuma mau nanya dek, kalau ruang kepala sekolah dimana yah, soalnya dari tadi saya muter-muter tapi gak ketemu-ketemu juga.”
Sebelum menjawab, pandangan cowok itu terarah pada Melati yang tengah duduk sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya, “Sepertinya dia sedang kepanasan.” batin cowok itu memperhatikan Melati.
Ketika Melati mengalihkan pandangannya pada cowok itu, Melati hanya tersenyum tipis, membuat cowok itu salah tingkah, hampir saja buku yang dipegangnya jatuh.
“Eh, ruang kepala sekolah yah tante.” ucap cowok itu, tapi mukanya sekarang memerah, ”Saya paling tidak bisa menjelaskan dengan baik dan benar, lebih baik saya anter deh tante.” ujarnya menawarkan diri.
“Oh, itu lebih baik, terimakasih ya dek, maaf yah kalau ngrepotin."
Cowok itu hanya mengangguk kaku.
Melati dan mamanya mengikuti cowok baik hati yang akan menunjukkan dimana letak ruang kepala sekolah, gak lama mereka sampai disebuah pintu yang diatasnya tedapat tulisan, “RUANG KEPALA SEKOLAH.”
“Nah tante, kita sudah sampai, ini dia ruangan kepala sekolahnya."
“Sekali lagi terimaksih ya dek, kamu sangat baik.”
“Sama-sama tante, kalau begitu saya balik ke kelas dulu.” pamitnya.
“Terimakasih sekali lagi yah karna udah bantu aku dan mama.” timpal Melati.
Sekali lagi tuh cowok hanya mengangguk sebelum beranjak meninggalkan Melati dan mamanya.
********
“Terimaksih yah telah bantu aku dan mama." sepanjang perjalanan suara lembut gadis tadi terus terngiang ditelinga Dio, dia mengutuk dirinya yang hanya merespon dengan anggukan kaku.
“Begok, begok.” ucap Dio pada diri sendiri, ”Aduh begok banget sih gue, kenapa tadi gue gak tanya namanya, kayaknya tuh cewek murid baru deh, cantik lagi, kan sayang cantik-cantik di anggurin ” Dio menyunggingkan senyum dibibirnya, ”Tapi kalau tuh cewek murid baru, itu berarti gue bisa ketemu cewek itu lagi, mudah-mudahan saja gue sama dia satu kelas.” dengan harapan itu membuat Dio melangkahkan kakinya sambil bersiul sepanjang jalan menuju kelasnya.
“Dio, kenapa kamu lama sekali.” tanya bu Eva guru kimia yang tengah ngajar dikelas IPA I begitu Dio melangkahkan kakinya memasuki ruang kelas.
“Anu bu tadi, ada tante-tante yang bertanya dimana letak ruang kepala sekolah, karna saya baik hati dan ganteng, makanya saya nganter dulu biar gak nyasar. ”
“Huhhh, narsis lo.” teriak temen-temannya yang cewek.
“Bukannya gue narsis ya, tapi ini emang fakta, emang gue ganteng, paripurna lagi.” balas Dio.
“Iya ganteng dikit, tapi jeleknya banyak." sahut Rani.
Bu Eva buru-buru melerai karna kalau dia tidak turun tangan pasti adu mulut antara murid-muridnya tersebut tidak akan selesai.
“Sudah sudah, Dio cepat bagikan bukunya agar kita segera belajar.”
“Baik bu.” patuh Dio.
****
Bu Eva sedang menjelaskan materinya di depan kelas ketika suara ketukan dari pintu menghentikan aktifitasnya, pintu terbuka, 99 persen pandangan anak-anak dikelas itu mengarah ke pintu, di ambang pintu berdiri pak Samsul kepala sekolah yang terkenal sangat berwibawa, dibelakangnya berdiri seorang anak perempuan berambut panjang lebat, berkulit putih pucat tapi terlihat manis ,cantik dan imut.
Hampir semua leher murid-murid cowok dikelas XI IPA I memanjangkan leher penasaran pada gadis dibelakang kepala sekolah mereka, kemudian terdengar bisik-bisik tetangga.
“Wiuhh, cantik bingit, murid baru tuh kayaknya.”
“Syukur alhamdulillahh dia terdampar dikelas kita.”
“Iya, jadi ada cewek cakepnya di kelas kita meskipun cuma sebiji doank, kan ada yang bikin betah sekarang.”
“Maaf bu, mengganggu aktifitas mengajarnya.” ucap pak Samsul ramah, senyumnya nya gak pernah meninggalkan raut wajahnya yang berwibawa.
“Oh, gak apa-apa kok pak, ada apa ini yah.” tanya bu Eva yang kelihatan kaget karna gak seperti biasanya kepala sekolah mendatangi kelas.
“Gak ada apa-apa bu, cuma yah saya mengantarkan ini lho, Melati, biar dia saya titip dikelas ibu.” canda pak Samsul.
B Eva melengokkan kepalanya, melihat ke arah Melati yang menyunggingkan senyum sopan pada calon wali kelasnya itu.
“Oh, iya pak.” jawab bu Eva.
“Ya sudah bu, saya tinggal dulu kalau begitu." pamit pak Samsul, "Melati, belajar yang rajin yah nak.” pesan pak samsul sebelum dia berlalu.
Melati mengangguk dan mengucapkan terimaksih karna diterima dengan baik oleh pak Samsul.
Begitu pak Samsul menghilang, suasana kelas menjadi ribut, terdengar cletukan dari sana sini.
“Wiehhh beruntungnya kita, kelas kita ketiban cewek cakep, woe lo pada yah, jangan gannggu dia, karna cewek cantik itu adalah calon pacar gue.” Syamsudin atau yang biasa disapa Udin mengumumkan.
Mendengar kalimat tersebut membuat Melati jadi tersipu malu.
Doni yang duduk disebelah Udin menjitak kepala Udin, ”Mana mau tuh cewek sama lo, dia lebih pantas sama gue kali yang lebih cakep.”
“Sekate-kate lo kalau ngomong, cakepan gue kemana-mana lagi ” balas Udin gak mau kalah.
“Cakep dari hongkong, gitu aja dibilang cakep.” sergah Lisa yang terkenal suka iri dan tukang ghibah.
Sementara anak-anak cowok mengagumi kecantikan paras yang dimiliki oleh Melati, beda halnya dengan cewek-cewek yang merasa tersaingi dengan hadirnya Melati dikelas mereka.
“Gitu aja dibilang cantik, B ajalah wajahnya.” ucap Meta yang terkenal paling modis diantara teman-teman kelasnya.
“Tuh cowok-cowok matanya pada kabur kali yah gak bisa bedain mana cewek cantik dan mana yang wajahnya pas-pasan.” suara Alin yang duduk didepan Udin dan Doni.
“Bener banget lo Lin, cantikan gue kemana-mana lagi.” Lisa menanggapi ucapan Alin.
“Bilang aja lo lo pada iri.” komentar Doni.
Sebuah polpen berhasil mendarat di dahi Doni.
“Lo bilang apa.”, tatap Alin garang.
“Aduh ampun Lin, ampun, gue mohon ampun ” Doni pura-pura memelas.
Melati yang berada di depan dan mendengar clotehan calon temen-teman barunya tertunduk malu, wajahnya bersemu merah, saat dia mendongak, pandangan Melati terarah pada cowok yang duduk paling depan pas ditengah-tengah sejajar dengan tempatnya berdiri sekarang, sejenak Melati tertegun karna dia mengenali cowok yang juga tengah memandangnya itu.
“Itukan cowok yang nolongin gue dan mama.” batin Melati.
Sekilas Melati menyunggingkan senyum pada cowok itu, cowok itu hanya nyengir sebagai balasan.
“Sudah kalian semua diam.” teriak bu e?Eva yang berhasil membungkam keributan yang tercipta, “Baiklah Melati, tolong perkenalkan dirimu.” ucap bu Eva begitu suasana sudah tenang.
Sejujurnya Melati merasa grogi, tapi dia berusaha menenangkan debaran jantungnya dengan menarik napas dan menghembuskannya pelan, Melati mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas dan menyunggingkan senyumnya yang tanpa Melati sadari mampu menyihir hampir semua cowok dikelas itu.
“Perkenalkan nama saya Melati Rosalina Atmaja, panggil saja Melati, saya pindahan dari sebuah SMA di Jakarta, saya berharap kita bisa berteman.” Melati mengakhiri perkenalannya.
“Sudah punya pacar belum Mel.” Udin langsung jadi orang pertama dan tercepat yang mengajukan pertanyaan
“Wuuu....” teriak semua teman-temannya serempak meyoraki Udin.
Udin hanya nyengir tolol, bu Eva tidak bisa menyembunyikan senyumnya mendengar clutukan muridnya itu, Melati jadi semakin salah tingkah, dengan ragu akhirnya dia menjawab.
“Belum."
“Alhamdulillah.” suara serempak terdengar dari sebagian anak cowok.
Wajah Melati memerah mendengar koor itu.
“Baiklah Melati, kamu boleh duduk sekarang.” ucap bu Eva menyelamatkan Melati dari anak-anak cowok yang mengacungkankan jari tangannya untuk bertanya pada Melati dan Melati merasa bersyukur untuk itu, “ Kamu duduk disamping Rangga saja ya Mel.” tunjuk bu Eva pada cowok yang duduk di pojok kiri depan sendirian.
Sekilas Melati memperhatikan cowok yang akan menajadi teman sebangkunya itu, seorang cowok yang tidak mengalihkan perhatiannya sama sekali dari buku yang ada dimejanya, entah dia beneran membaca atau pura-pura membaca.
“Bukk, Melati duduk sama saya saja.” usul Doni mengacungkan tangannya.
“Kampret lu yah, gue mau lo kemanain.” protes Udin yang duduk sebangku dengan Doni.
“Yah lo duduk sama Ranggalah, daripada Melati ntar berubah jadi batu juga, mending lo aja sana yang pindah.”
“Lo aja sono, ogah gue duduk sama Rangga.”
Cowok bernama Rangga tersebut sedikitpun tidak membuka bibirnya untuk membalas komentar temen-temannya, dia seperti tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Doni dan Udin.
Melati jadi heran, dia berpraduga, mungkin Rangga adalah cowok menyebalkan atau brengsek sampai dia dijauhin begitu sampai duduk saja tidak ada yang mau sebangku dengannya.
“Sudah cukup Udin, Doni, kalau kalian tidak diem juga saya jemur kalian dilapangan.” ancam bu Eva.
Dua cowok tersbut langsung caem mendengar ancaman bu Eva. “Melati, silahkan ke tempat duduk kamu.” perintah bu Eva.
“Baik bu.” ucap Melati sambil melangkah ke arah bangkunya.
Ketika Melati duduk di bangku kosong didekat bernama Rangga , cowok itu hanya memandangnya sekilas dan kemudian kembali sibuk dengan bukunya, tidak ada sapaan ramah tamah atau hanya sekedar basa-basi.
Melati hanya menelan ludah, tapi pada dasarnya Melati yang cerewet tidak tahan untuk tidak mengajak cowok yang disampingnya itu untuk berkenalan.
“Hai, gue Melati.” ucap Melati sambil mengulurkan tangannya,
Sekali lagi cowok itu hanya memandang Melati, hanya memandang dan tidak menjabat tangan Melati yang dia ulurkan.
“Sudah tahu.” jawabnya ketus mengabaikan uluran tangan Melati.
Melati mengerutkan kening heran, ”Dasar jutek.” batin Melati, “Pantesan tidak ada yang mau duduk semeja dengan dia.” harapan Melati supaya dia beri kekuatan oleh Tuhan selama satu tahun kedepannya untuk menghadapi kejutekan Rangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments