"Kenapa, Mom?" tanya Andra seakan tak bersalah.
"Kamu transfer uang untuk pacar kamu?" tanya Santiani.
"Iya," jawab Andra sambil mengangguk.
"Pacar yang mana lagi, sih Ndra? Jelina?" tebak Santiani.
"Bukan."
"Yera?" tebaknya lagi membuat Andra menggeleng.
"Terus siapa?"
"Tiama," jawab Andra.
"Pacar baru lagi?" tebak Santiani.
Andra menghela nafas lalu duduk di pegangan kursi sofa dan ia mengangguk.
"Astaga, Andra. Pacar baru boleh aja tapi bukan berarti kamu transfer uang ke dia dengan uang sebanyak itu."
"Aduh, udah dong, Mom. Andra itu cuman transfer sedikit uang, masa gitu aja protes, sih?"
"Andra, kamu itu kenapa, sih ngelawan melulu sama Mommy?" tanyanya tak habis pikir.
"Ah, udahlah, Mom! Andra mau mandi," ujar Andra lalu melangkah pergi menaiki satu persatu anakan tangga.
"Andra!!! Mommy belum selesai ngomong sama kamu, Andra!!!" teriak Santiani.
Andra tak menghentikan langkahnya membawanya terus melangkah naik menuju kamarnya. Andra memutar ganggang pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar. Ia terdiam menatap kamarnya yang terlihat rapih. Andra tersenyum sinis lalu melangkah mendekati kasurnya dan menarik selimut yang telah rapih bahkan bantal-bantal yang telah tersimpan rapih itu ia lempar ke segala arah.
Andra segera menghempaskan tubuhnya ke kasur dan meraih ponsel dari saku jaketnya setelah membuat ruangan kamarnya jadi berantakan.
"Wati!!!" teriak Andra sambil memainkan jari di permukaan ponselnya.
Tak ada jawaban membuat Andra memejamkan kedua matanya dengan erat.
"Watiiii!!!" teriak Andra.
"Iya Tuan," sahut wanita tua dengan seragam putih yang kini berdiri di pintu masuk sambil menatap Andra yang tidur tengkurap membelakanginya.
Dia Wati, pelayan yang paling tua di rumah ini. Dia merupakan pelayan wanita yang telah membantu merawat Andra sejak kecil hingga sekarang. Apapun yang Andra butuhkan selalu dilayani dengan cepat oleh Wati.
"Lo nggak bersihin tempat tidur gue?" tanya Andra.
"Saya membersihkannya, Tuan," jawabnya dengan nada lembut.
Kedua mata Wati meramba ke segala arah menatap bantal-bantal yang berada dimana-mana.
"Kok kotor?" bisik Wati seakan bertanya dengan dirinya sendiri. Seingatnya saat ia meninggalkan kamar, kamar ini masih bersih dan telah rapih tapi entah bagaimana kamar Tuannya menjadi berantakan seperti ini.
Andra mengangkat ponselnya lalu mendekatkannya ke telinganya.
"Halo," ujar Andra.
Suara dari seberang terdengar.
"Kumpulin Anak-anak kita balapan nanti malam jam 11 malam," ujar Andra lalu memutuskan telpon tanpa menunggu tanggapan dari sebrang telpon.
Andra bangkit dari kasurnya lalu tersenyum menatap Wati yang kini terdiam menatapnya. Rambut beruban, kulit keriput serta tatapan sayup menjadi pandangan yang Andra lihat sekarang.
"Makin hari makin nggak bagus kerja lo," ujar Andra.
"Maaf, Tuan Andra tapi saya-"
"Apa?" potong Andra membuat Wati terdiam. Ia tak berani bicara.
"Lo mau bilang kalau lo udah bersihin dan rapiin kamar gue? Terus ini apa?" Tunjuknya ke arah bantal-bantal yang tergeletak di lantai.
"Tapi, Tuan, saya-"
"Stop!" potong Andra berhasil membuat Wati kembali bungkam.
"Mulai hari ini lo, gue pecat!" ujar Andra tanpa pikir panjang dan segera bangkit dari kasur berniat untuk masuk ke dalam kamar mandi.
Kedua mata Wati terbelalak kaget setelah mendengar keputusan Tuannya. Wati segera berlari menghampiri Andra yang terpaksa harus menghentikan langkahnya.
"Jangan pecat saya, Tuan!" mohon Wati sambil memegang kaki Andra sambil menangis.
Andra hanya mampu terdiam menatap Wati yang tertunduk di kakinya.
"Apaan, sih? Hah? Ngapain sujud-sujud kayak gitu?" tanya Andra dengan wajahnya yang terlihat malas.
"Jangan pecat saya, Tuan!"
"Kenapa, sih lo nggak mau berhenti kerja di sini?" tanya Andra namun, bukan jawaban yang ia dapatkan melainkan suara isakan tangis dari Wati.
"Udah sana!" suruh Andra lalu mendorong tangan Wati yang memegang erat kadua kakinya.
Pegangan Wati terlepas, ia terlihat menangis begitu pedih saat menatap Andra yang kini telah lenyap setelah menutup pintu kamar mandi.
Wati mengusap pipinya pelan lalu bangkit dari lantai. Tak mungkin ia memaksa Tuannya untuk tidak memecatnya sementara Andra sedang mandi di dalam, apalagi Wati hapal betul bagaimana Andra jika mandi. Andra selalu memutar musik rock saat sedang mandi jadi tak ada gunanya jika ia memohon di luar sementara Andra tak akan mendengarnya karena suara musik rock itu.
Wati melangkah dan memunguti satu-persatu bantal dan meletakkannya ke atas kasur, merapikan sprei putih dan merapikan kembali selimut yang terlihat berantakan.
Wati tak peduli, sejahat apapun Andra atau sejelek apapun sikap Andra kepadanya, ia tak akan pergi dari rumah ini. Bagi Wati, Andra sudah seperti anaknya sendiri. Ia yang selalu menjaga Andra dari kecil sampai sekarang saat Santiani dan Pafang, Ayah Andra tak ada di rumah.
Wati tersenyum sambil memegang ganggang pintu. Ia menatap semua sisi kamar Andra yang kembali telah rapih lalu menutup pintu dengan rapat lalu melangkah pergi meninggalkan kamar Andra.
7 Menit Kemudian...
Andra mengusap rambutnya dengan handuk putih lalu ia tersenyum menatap wajahnya di pantulan cermin kaca di kamar mandinya yang mewah itu.
"Gue capek. Gue kayaknya mau mati aja, deh."
"Gue capek hidup kayak gini melulu," lanjutnya.
Andra menghembuskan nafas panjang dan menyisir kembali rambut hitamnya dengan jari-jari tangannya.
"Kayaknya di dunia ini nggak ada orang yang peduli sama gue."
Andra mendecapkan bibirnya lalu segera melangkah keluar dari kamar mandi. Langkah Andra terhenti saat berhasil menatap kasurnya yang kini telah kembali rapi persis seperti apa yang ia lihat saat pertamakali masuk ke dalam kamarnya.
"Mak Wati, mak Wati. Kenapa, sih nggak pernah mau berhenti kerja? Padahal, kan tujuan Andra pecat Mak Wati itu baik."
"Andra cuman nggak mau kalau mak Wati masih terus-terusan kerja padahal mak Wati sekarang udah makin tua."
"Andra nggak mau kalau mak Wati itu capek kerja diumur mak Wati yang harusnya duduk santai."
Tak berselang lama Andra membuka lemari pakaiannya dan meraih kaus hitam bergambar tengkorak dan celana lepais hitam dan melemparnya ke kasur. Hari ini ia akan ikut balapan liar untuk merayakan hari ulang tahun geng motor black.
Hari ulang tahun tanpa balapan liar rasanya sangat hampa, tidak lengkap rasanya perayaan hari ulang tahun jika tradisi setiap tahun ini tidak diadakan.
Andra bersiul sambil menyisir rambutnya di depan cermin. Kini ia telah siap dengan penampilan sederhananya tapi tak membuat daya tariknya berkurang. Andra menghentikan gerakan tangannya yang menyisir rambutnya. Kini kedua sorot mata Andra tertuju pada langit malam yang dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip begitu sangat indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 13 Episodes
Comments