Bab 3. Santiani

Andra melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah yang santai sambil memegang jaket hitam yang diletakkan di atas bahunya. Sepatu hitam dan mengkilatnya itu menyentuh permukaan lantai mewah berwarna putih. Kini ia telah memasuki sebuah rumah megah dengan barang-barang mewah disetiap sisi rumah.

Rumah bercat kuning emas ini memiliki 20 pelayan rumah tangga yang selalu siap melayani sang pemilik rumah. Rumah megah ini merupakan rumah yang dimiliki oleh Tuan Pafang, si pria kaya yang memiliki banyak perusahaan yang sangat terkenal di Indonesia.

"Selamat sore, Tuan Andra," sapa salah satu pelayan yang sedang membawa sebuah nampan berisikan segelas teh hangat.

"Nggak usah sok akrab lo!" tegur Andra dengan sinis membuat pelayan dengan pakaian putih itu menunduk takut.

Yah, Andra memang selalu bersikap seperti ini kepada siapa saja. Kadang-kadang jika pelayan tak menegur atau menyapa Andra maka Andra juga akan marah dan mengira jika para pelayannya kurang ajar atau tidak sopan. Semuanya terasa serba salah.

"Andra!"

Langkah Andra dengan spontan terhenti setelah mendengar suara yang begitu sangat ia kenal menyebut namanya. Suara yang tak lain adalah pemilik seorang wanita yang menghubunginya tadi di telfon.

"Eh, Mommy," ujar Andra tertawa cengengesan setelah berbalik badan dan mendapati seorang wanita dengan pakaian putih mewah sedang duduk di kursi sofa.

Gaun putih mewah, perhiasan indah, sepatu putih mewah dan rambut yang terlihat dikonde membuatnya terlihat sangat berwibawa dan anggun, sangat cantik. Dia adalah Santiani, Ibu kandung Andra.

"Baru pulang kamu?" tanya Santiani sambil bangkit dari kursi sofa dan melangkah mendekati Andra.

"Iya baru pulang. Yah udah Andra naik ke atas," jawab Andra santai lalu membalikkan badannya dan melangkah ke arah tangga.

"Andra!" panggil Santiani membuat langkah Andra terhenti.

Andra mendecapkan bibirnya dan menoleh menatap Mommy-nya yang terlihat sedang berdiri dengan kedua tangannya yang dilipat di depan dadanya.

"Apa lagi, sih, Mom?" tanya Andra kesal.

"Mommy mau ngomong sama kamu."

"Mau ngomong apa lagi, sih? Andra mau naik ke atas. Andra mau mandi terus ke tempat nongkrongan," jawab Andra.

"Tempat nongkrongan lagi?"

"Iya," jawab Andra lalu melangkah menaiki satu anakan tangga.

"Andra!" panggil Santiani membuat langkah Andra kembali terhenti.

"Mommy tidak mengerti dengan pikiran kamu. Kamu itu selalunya dikit-dikit tempat nongkrongan terus, tempat nongkrongan terus. Tinggal, lah dulu di rumah!"

"Yah ngapain tinggal di rumah terus, Mom? Bosan dong, Andra kalau tinggal di rumah terus," jelasnya tak terima.

"Andra, kamu, kan bisa ikut kerja atau bantu si Anwar buat urus perusahaan."

"Tugas kerja, kan tugasnya Mommy sama Papi, bukan tugasnya Andra," ungkap Andra lalu kembali melangkahkan kakinya ke anakan tangga selajutnya.

"Andra! Kamu itu kenapa, sih? Selalu aja ngelawan?" tanya Santiani.

"Ngelawan?" Tatap Andra yang kemudian menghentikan langkahnya.

"Mom, Andra ngejawab bukan ngelawan," jawabnya membela diri.

Santiani terdiam menatap putra satu-satunya itu yang kini melangkah naik dan semakin jauh darinya. Santiani sadar jika selama ini ia terlalu memanjakan putranya itu hingga besar dan hal itu membuat sikap Andra yang jadi keras kepala, kekanak-kanakan dan tidak dewasa.

"Ragandra Maha Putra!!!" teriak Santiani membuat langkah Andra terhenti dengan tiba-tiba.

Disatu sisi para pelayan yang berada disekitar ruangan tersebut sesekali mencuri-curi pandang menatap bosnya itu. Kejadian ini baru lagi terlihat setelah satu bulan yang lalu.

Jika Santiani sering berada di rumah mungkin kejadian ini akan selalu terjadi. Untung saja Santiani jarang berada di rumah karena setiap hari harus bekerja dan mengharuskannya terbang ke luar negeri untuk mengurus bisnisnya.

Andra menoleh lalu menatap Santiani yang kini melangkah ke arah kursi sofa dan duduk di sana. Dari sini Andra bisa melihat sorot mata tajam Mommy-nya itu membuat Andra menghela nafas lalu dengan langkah malas ia menuruni anakan tangga membuatnya memutuskan untuk duduk di kursi sofa.

"Mommy mau ngomong apa, sih?" tanya Andra dengan nada malas.

Santiani menghela nafas dan terus menatap wajah Andra.

"Bagaimana kuliah kamu?" tanya Santiani sambil menatap Andra dengan tatapan penuh curiga.

Wajah Andra dengan tanpa sadar mempias setelah mendengar pertanyaan Mommy-nya. Harus jawab apa sekarang sementara ia tak pernah masuk jam kuliah.

"Ayo jawab!" minta Santiani.

"Astaga, Mommy! Jadi Mommy manggil Andra duduk di sini cuman mau tanya tentang itu?" tanya Andra dengan wajah yang dibuat sesantai mungkin.

"Iya, Mommy suruh kamu duduk di sini hanya karena pertanyaan itu. Sekarang Mommy mau kamu jawab!"

  

"Em, lancar kok kuliah Andra," jawabnya. 

"Kamu berbohong Andra."

"Siapa yang bohong sih, Mom?" tanya Andra kesal.

"Kamu yang bohong sama Mommy!"

"Nggak! Andra nggak bohong! Udahlah, Andra mau ke kamar," putus Andra lalu bangkit dari kursi sofa.

"Duduk!" pintah Santiani.

Andra menoleh menatap Santiani yang kini kedua tatapannya terlihat kembali tajam serta kedua rahangnya yang terlihat menegang menhan amarah.

"Ayo duduk!" Tunjuknya ke arah kursi sofa.

Andra menghela nafas panjang lalu dengan terpaksa ia kembali duduk sambil menggosok pipinya dengan kesal, yah kekesalannya ia tumpahkan dengan cara menyakiti dirinya sendiri.

"Mommy itu tidak suka kalau Mommy belum selesai bicara dan kamu pergi begitu aja," ujar Santiani tegas.

"Em, yah Sorry," ungkap Andra santai sambil menganggukkan kepalanya.

"Andra, jujur Mommy sangat kecewa sama kamu. Kamu bolos kuliah sudah satu minggu padahal Mommy selalu ngirimin uang jajan sama kamu tiap minggu."

"Dan kamu selalu minta tambah uang jajan dan Mommy kasih uang lima belas juta setiap hari berharap kamu semangat buat kuliah," oceh Santiani.

"Sorry," ujar Andra sambil menunduk.  

"Kamu itu bisa tidak berikan sedikit harapan sama Mommy dan Papi kalau kamu bisa menggantikan Papi dan Mommy di perusahaan."

"Kamu itu seharusnya bisa buktiin ke Mommy sama Papi kalau kamu itu layak duduk di kursi perusahaan!"

"Mom, Andra nggak tertarik buat gantiin Papi dan Mommy di perusahaan lagian Andra juga nggak mau ngurus perusahaan.

"Andra, kamu itu anak satu-satunya Mommy sama Papi, cuman kamu harapan kami, Nak," jelas Santiani.

"Kalau itu alasan Mommy sama Papi, yah udah bikin anak satu lagi dan suruh adik Andra buat ngurus perusahaan, jangan nyuruh Andra!" oceh Andra lalu bangkit dari kursi sofa dan melangkah pergi.   

Santiani menghela nafas lalu meraih ponsel dan menyentuhnya cepat.

"Ini apa?" tanya Santiani sambil mengarahkan layar ponsel ke arah Andra.

Andra menoleh lalu menatap layar ponsel yang tak jelas apa isi tulisannya itu karena jauh. Santiani menatap layar ponselnya dan tersenyum sinis menatap isi pesan itu.

"Kamu transfer uang dua ratus juta ke nomor rekening yang Mommy tidak kenal. Dua ratus juta, Andra! Kamu transfer uang untuk siapa?" tanya Santiani dengan tatapannya yang tak begitu tak menyangka.

Kedua mata Andra terbelalak kaget setelah mendengar ujaran Mommynya. Yah, Andra tak menyangka jika pesan transfer itu akan dilihat oleh Santiani.

"Untuk siapa? Ayo jawab!" suruh Santiani.

Andra terdiam dengan tatapannya yang terus menatap ke arah lain.

"Andra!" panggil Santiani membuat Andra menoleh menatap Santiani.

"Sorry," ujar Andra.

"Mommy tidak butuh kata maaf dari kamu, Andra. Mommy mau kamu jawab kepada siapa kamu transfer using dua ratus juta?"

Andra terdiam seakan tak sanggup untuk menjawab.

"Ayo jawab!"

"Untuk pacar Andra," jawab Andra.

"Apa?!!" Kaget Santiani dengan kedua matanya yang terbelalak kaget.

"Kenapa, Mommy?" tanya Andra seakan tak bersalah.

  

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!