Sebelum pulang Alano mengajak Alana ke sebuah toko eskrim, ya mereka sudah lama tidak menghabiskan waktu, jadi Alano rasa ini adalah waktu yang tepat.
"Kenapa lu kesini gak bilang-bilang gua dulu?" Tanya Alano.
"Harus banget ya sama Ana lu-gua kaya gitu?" Kesal Alana.
Alano menghela napasnya, iya dia baru sadar kalau memang culture di Bandung dan Jakarta berbeda, wajar kalau Alana tidak terbiasa dengan Alano yang seperti ini.
"Iya maaf, jadi kenapa Ana gak bilang dulu kalau mau pulang? Alan bisa jemput ke Bandara."
Alana mendengar itu terkekeh, ya lebih manis jika mereka bicara dengan menggunakan nama, karena sejak kecil memang begitu. "Soalnya mau bikin kejutan buat Alan. Lagian Papa jemput Ana kok tadi, terus ke rumah dulu ketemu Mama."
"Ck, sekongkol!" Kesal Alano.
Alana tertawa kali ini mendengarnya, dia tau sih Alano pasti kesal. Karena memang Alano selalu ingin ikut andil kalau dalam urusan Alana. Mereka di rahim yang sama dan bersama sejak kecil. Alano adalah pelindung Alana, sudah pasti dia kesal kalau tidak diajak begini.
"Jangan marah, Alan. Jangan marah ke papa sama mama juga soalnya Ana yang minta." Alana tersenyum dan menggenggam tangan Alano dengan kedua tangannya.
Ah lemah nih kalau Alano sudah melihat Alana seperti ini, menggemaskan sekali adiknya. "Jadi, kita satu sekolah? Gimana kesan pertama liat sekolah baru?"
"Ya kaget sih, tapi kayanya Ana bisa menyesuaikan diri. Tadi ketemu temen baru waktu wawancara, cuma gak tau kita sekelas atau engga nanti."
"Bagus dong, biar gak sendirian."
Alana mengangguk senang lalu memakan lagi eskrimnya. Melihat itu Alan senang juga, karena memang dulu mereka sering melakukan ini dan baru sekarang lagi bisa quality time. "Gimana keadaan Oma dan Opa?"
"Baik, Kok. Mereka semua baik, tadinya mereka gak mau izinin Ana ke Jakarta. Katanya kalau gak ada Ana di sana bakalan sepi. Tapi mereka juga kangen Alan kok."
"Alan juga kangen mereka, tapi lebih kangen Ana." Alano mengusap puncak kepala adiknya dengan lembut, mungkin yang tidak tau kalau mereka adalah kembaran bisa jadi menganggap mereka pasangan. Padahal mereka memang sedekat itu.
"Yah tapi Ana masih kelas 10, gak bisa satu kelas sama Alan," ucapnya kecewa.
"Gapapa, tetep satu sekolah, kan?"
"Takut."
"Apa yang harus ditakutin coba?" Tanya Alano seraya menatap Alana dengan perhatian.
"Takut dibully, katanya di Jakarta suka ada bully gitu. Kaya film yang suka Ana tonton," jelas Alana.
"Ada emang, tapi selama ada Alan, Ana akan selalu baik-baik aja."
"Janji?"
Alano mengangguk, tentu tidak ada yang akan berani berurusan dengan Alana kalau mengetahui Alana adalah kembarannya. Alana belum tau saja kalau kakaknya ini adalah most wanted sekolah.
"Tadi yang di lapangan itu temen Alan semua?" Tanya Alana yang masih fokus pada eskrimnya.
"Iya, kenapa? Risih ya?"
"Engga, tapi temen Alan nyebelin, banyak nanya. Terus ... "
"Terus apa?"
"Tadi gak sengaja nabrak temen Alan yang nyebelin itu," ucap Alana seraya mengaduk-aduk eskrimnya, dia jadi teringat kejadian tadi.
"Siapa?"
"Kak ... A–siapa ya, pokoknya nama dia dari A!"
Alano berpikir keras, pasalnya mereka semua berinisial A. Anggara, Aiden, Agam. Siapa yang dimaksud Alana orang menyebalkan?
"Ya udah, maafin ya? Gak usah dipeduliin. Nanti Alan bilang biar gak gangguin Ana."
Alana mengangguk dan tersenyum. Rasanya dia beruntung sekali memiliki kembaran sekaligus kakak seperti Alano. Dia jadi merasa aman.
.
.
.
Pulang dari makan eskrim mereka langsung pulang, seperti biasa Abella pasti akan mengomel jika soal Alana. Bukan apa-apa, imunitas tubuh Alana itu berbeda dengan Alano, tentu dia khawatir.
Padahal Alano masih ingin mengajak Alana berkeliling kota, tapi kalau sang mama sudah bersabda, maka harus segera dilaksanakan.
"Kalian darimana aja, Sayang? Diajak kemana sama kakak? Pasti makan eskrim, iya kan?" Tebak Abella.
"Alan yang ajak, jangan marahin Ana," bela Alano.
Alana yang ditatap seperti itu nyengir. "Sekali aja, Ma. Besok-besok gak makan eskrim lagi, dua hari ke depan gak makan eskrim, Ana janji."
Abel berdecak, ini nih kelakuan Alano dan Alana. Sejak kecil pasti Alano akan selalu menjadi tameng untuk Alana yang nakalnya melebihi apapun. "Yaudah, besok jangan lagi."
"Sayang, jangan dimarahin anaknya. Baru juga pulang udah diomelin," ucap Gala dari belakang sana.
"Papaaaaaaaa!" Alana langsung berlari memeluk Galaxy, membuat Abel menarik napas panjang. Susah kalau 3 lawan 1, sudah pasti dia yang akan kalah.
"Gak diomelin, gigi Alana sensitif, asmanya kalau kambuh karena makan dingin gimana, beberapa hari lagi Alana ospek, Mas. Gimana kalau nge-drop atau gini deh, Ana jangan ikut ospek, ya? Biar Mama yang izin ke sekolah, gimana?" tawar Abella.
"Mau ikut ospek, Maaa. Nanti kalau Ana gak dapet temen gimana?"
"Tapi mama khawatir loh, Nak gimana kalau Ana sakit lagi?"
"Gak akan sakit iya kan, Pa?" Tanya Alana seraya meminta pembelaan dari Galaxy. Tentunya Gala mengangguk, gemas sekali putrinya ini.
"Mass, sekali-sekali dukung aku loh ini buat kebaikan Alana," ucap Abel.
"Tapi nanti Ana gak ada temen masa mau ditemenin Mama di sekolah, masa gitu, Pa? Belain Ana aja!"
Abel benar-benar pusing menghadapi Alana. Padahal dia baru sembuh juga setelah beberapa Minggu lalu di rawat, tapi anak itu masih saja aktif kesana kemari.
"Udahlah, Sayang. Biarin anaknya ikut, Alana juga pasti tau kapasitas tubuhnya gimana, kalau dia cape ya pasti istirahat."
Mendengar itu Alana tersenyum puas, memang papanya ini paling the best kalau menurut Alana. Pasti akan selalu menjadi orang yang paling bijak diantara perdebatan dia dan Abella.
"Terserah kamu deh, Mas."
Alano sudah biasa memang kalau Alana dan Ibunya sering berdebat. Kedua orang tuanya ini masih dibilang muda, jadi wajar saja kalau mereka sekeluarga sering berdebat, contohnya sekarang ini.
Seperti biasa kalau Galaxy menenangkan Alana, Alano akan bertindak sebagai air untuk Ibunya dan memeluknya agar tidak panik. "Alan janji bakalan jagain Ana di sekolah, mama jangan khawatir."
Kalau begini mana bisa Abel kuat berlama-lama marah. Yang ada dia malah meleleh karena perbuatan Alano yang memang paling pengertian. "Yaudah, tapi dijagain adeknya, awas kalau sampai kenapa-kenapa!"
"Iya, Mamaku sayang. Udah jangan marah-marah nanti cantiknya hilang," ucap Alano.
"Turunan kamu nih, Mas. Jago banget bujuknya, gak paham lagi. Yaudah sekarang kalian ke kamar, mandi, ganti baju setelah itu turun buat makan malam."
"Harus, biar Mama awet muda. Kalau marah-marah terus cepet tua. Yaudah Alan sama Ana ke atas dulu."
Abel dan Galaxy mengangguk dan setelah itu mereka berdua langsung pergi ke atas untuk membersihkan diri. Seperti biasa kalau sudah begini Galaxy lah yang akan menjadi sasaran wajah cemberut Abella.
"Kenapa?"
"Tau ah!"
Abel beranjak pergi dari sana namun Gala menarik tubuhnya untuk masuk ke dalam pelukannya. "Jangan marah-marah, mereka udah besar. Kita juga pernah seusia mereka, kamu juga gak suka kan dilarang-larang kakek?"
"Aku tau, Mas. Aku gak membatasi Alano dan Alana kok tapi kamu tau sendiri Alana itu beda."
"Gak beda, dia sama seperti anak yang lainnya. Kalau kamu semakin khawatir yang ada anaknya jadi penakut, nanti dia gak bisa memilih keputusannya sendiri, jadi biarkan ya?"
"Sekarang kamu cukup berpikir positif, karena kalau kamu kasih afirmasi positif sama mereka, nanti akan jadi hal yang positif juga, oke?" Lanjut Gala.
Abel menghela napas, lalu mengangguk pelan dan membalas pelukan suaminya. "Yaudah iyaa, maaf."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments