5. Weird Family

"Rinna kenapa dengan matamu? Kamu tidak bisa tidur semalaman?" tanya Maya, menatap kantung mata Rinna yang benar-benar terlihat sangat jelas.

Rinna yang pernah asyik makan dibuat mendongak dan menatap ke arah ibunya. "Tidak, Ma. Aku baik-baik saja. Jangan cemas," ucapnya, mengulas senyuman lembut.

Kembali menundukkan kepalanya, Rinna tidak sengaja melihat kaki kiri Atha yang menginjak kaki kanannya.

Rinna kembali mendongak, melihat wajah Kakaknya yang terlihat biasa saja, bahkan terlihat tidak acuh.

"Kenapa sih? Dia selalu membuatku tidak nyaman," batin Rinna, menghilang napas kasar dan membiarkannya begitu saja.

Nyek!

Rinna terkejut, hampir saja dia berteriak kesakitan saat Atha menginjak kakinya dengan sengaja.

Rinna melemparkan tatapan horor pada sang Kakak, membuat lelaki itu terkekeh sambil melirik ke arahnya.

"Kenapa, Rin? Makanannya terlalu pedas?" tanya Maya, tiba-tiba menyala perhatian Rinna.

Rinna menatap ibunya beberapa saat, entah kenapa dia sudah negthing sendiri. Karena tiba-tiba sekilas ingatan tentang kemarin, tentang Maya yang memintanya untuk menghabiskan semua masakannya, terlintas di otaknya begitu cepat dan membuatnya bergidik ngeri.

"Rin?" panggil Maya, kembali.

Rinna segera menyadarkan diri dari lamunannya, menatap Maya dengan senyuman asam dan mengangguk singkat.

"Sedikit, Ma. Tapi tidak-"

"Kalau begitu, sebaiknya kamu tidak usah makan sekalian. Padahal Mama hanya memasukkan beberapa potong cabai merah, tapi kenapa lidah kamu sudah kesakitan?!" ucap Maya, melemparkan tatapan dingin.

Rinna kembali dibuat mati kutu, di situasi yang sama. Dan lagi-lagi Atha kembali menolongnya.

Entah menolong atau memang itu yang dia mau, karena tiba-tiba Kakak keduanya itu berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Rinna yang duduk di seberang meja, tempat di hadapan Atha saat duduk di meja makan.

"Ayo, karena ini hari pertama mukamu harus menemui wali kelas dulu. Jadi usahakan berangkat lebih pagi. Kamu tidak selesai sarapan, kan?" tanya Atha, menatapnya dengan tatapan malas.

Ya, sejak kapan lagi itu bisa bersikap lembut pada Rinna? Sejak datang saja dia sudah melakukan hal yang tidak pantas berada di dalam hubungan Kakak-Adik. Jadi lama-lama Rinna mulai membiasakan diri, melihat ekspresi wajah Atha yang dingin seperti balok es.

Rinna menulis ke arah piring, menatap beberapa sisa sayur dan lauk yang masih tersisa.

"Em ... sebentar lagi, Kak. Aku akan segera-"

"Bukannya kamu tidak suka wortel dan telur? Dari kemarin kamu terlihat seperti memaksakan diri ketika memakannya. Jadi kalau tidak suka, ya jangan dimakan. Biar nanti dibuang oleh pelayan rumah ini," celetuk Atha, enteng dan tidak terlihat membelanya walaupun sebenarnya Atha memang melakukan hal itu dengan sengaja.

Rinna menoleh pada Maya dan Ezra, yang memperhatikan mereka berdua dengan tatapan fokus. Sampai akhirnya, kedua manik mata Rinna tertuju pada senyuman Maya yang terlihat mengerikan walaupun dia berusaha keras untuk bersikap ramah.

"Kenapa kamu malam melihat kami seperti itu, Nak? Pergilah, jangan membuat Kakak mau menunggu apalagi marah. Biar nanti para pelayan yang membereskan piringmu. Walaupun sebenarnya Ayah tidak masalah jika kamu ingin membedakannya sendiri, seperti kemarin. Tapi sekarang kamu sudah menjadi Nona Muda di rumah ini juga. Jadi walaupun ingin, usahakan kamu menahan diri untuk bersikap mandiri jika bisa meminta tolong kepada para pelayan. Kamu mengerti?" papar Ezra, menasihatinya.

Rinna selalu merasa tenang saat Ayahnya, sudah mengambil tindakan. Entah kenapa dia merasa jika Ezra jauh lebih menyayanginya daripada Maya, yang menginginkan adopsi anak perempuan.

Rinna bangkit dari tempatnya dan mengalami kedua orang tuanya sebelum mengikuti langkah Atha, keluar dari rumah tersebut. "Ba-baiklah, Ayah. Kalau begitu kami berdua berangkat dulu."

Rinna tersenyum dan melambaikan tangan, sebelum dia benar-benar meninggalkan rumah tersebut.

Setelah kedua anak remaja itu keluar, tiba-tiba saja ruangan makan yang tadinya terlihat hangat dan penuh keharmonisan, menjadi dingin dengan hawa yang mencengkeram.

Ezra meletakkan kedua alat makanya di atas piring dengan posisi menyilang, tanda sarapan yang dia makan pagi ini sudah cukup.

"Seharusnya kamu bisa memperlakukannya dengan lebih baik. Bukannya kamu yang meminta anak perempuan? Tapi kenapa malah memperlakukannya seperti itu." Ezra menatap istrinya dengan tatapan tajam. "Walaupun aku sudah sempat menduganya. Sejak kapan seorang Dahayu Agnimaya menyukai anak perempuan? Bahkan di dalam keluargamu, perempuan diperlakukan dengan sangat buruk! Menyedihkan sekali, sayang. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa membuang wanita yang sudah melahirkan dua orang anak untukku!" celetuknya, sebelum akhirnya berdiri dan meninggalkan ruang makan.

Maya mencengkeram erat kedua alat makan yang masih dia genggam rapat-rapat. Mendengar perkataan sang suami, dia benar-benar merasa murka dan seakan tidak bisa mengendalikan diri dari amarah yang bergejolak.

"Nyonya, bisakah saya membereskan piringnya sekarang? Sepertinya Anda juga sudah selesai makan pagi, kalau begitu-"

Brak!

Tanpa menyentuh tubuh pelayan muda yang baru saja bekerja dalam 7 hari di rumahnya, tiba-tiba tubuhnya terpental jauh dari posisi awal dia berdiri.

"Nyo-nyonya. Kenapa Anda melakukan hal ini kepada pelayan baru kita? Padahal dia anak yang rajin, tapi kenapa Anda melukainya?!" ucap seorang wanita tua, memekik penuh kasihan pada juniornya.

Usia wanita itu, mungkin hampir menginjak 70 tahun. Di adalah pegawai yang paling lama hidup di rumah ini dan sudah menghabiskan 30 tahun usia hidupnya, untuk bekerja di kediaman ini, dari generasi ke generasi.

Karena itulah dia yang paling mengerti setiap kondisi mental dan fisik ataupun rahasia yang disembunyikan keluarga ini.

Karena itu, saat dia masuk ke ruang makan dan melihat juniornya sudah terkapar tidak sadarkan diri di dekat pantry dapur. Dia langsung berlari mendekat pada wanita muda berusia 23 tahun itu.

Maya melirik tajam ke arah Bu Netty, pelayan asli dari keluarga Ezra, yang sudah seperti ibunya sendiri untuk suaminya.

"Siapa suruh dia sembarangan berbicara saat hatiku tidak enak seperti?! Itu bukan salahku, tapi salahnya yang sudah membuatku merasa semakin kesal," ucap Maya, sambil bangkit dari tempat duduknya dan berjalan pergi meninggalkan ruang makan.

Wanita itu benar-benar tidak menoleh pada kedua pelayannya, yang sedang dalam posisi miris.

"Astaga, walaupun Tuan Besar adalah orang yang sangat baik kepada orang-orang di sekitarnya, tapi kenapa dia bisa mendapatkan istri psikopat seperti itu? Dan bagaimana bisa, keluarganya menikahkan beliau pada wanita gila sepertinya. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran Presiden (Ayah Ezra, maksudnya)!" gumam Bu Netty, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ampun.

Sementara itu, Atha dan Rinna yang masih dalam perjalanan menuju ke sekolah, hanya diam dan tidak mengatakan apa pun sampai akhirnya mereka tiba di sekolah.

"Saat ada di sekolah, sebisa mungkin jangan menyusahkanku! Aku paling tidak suka di susahkan gadis bawel sepertimu. Kamu mengerti?" ucap Atha, pada Rinna saat mereka berdua hendak turun dari dalam mobil.

Rinna yang mendengar itu hanya mengangguk dan membiarkan Atha meninggalkannya.

"Cih, siapa juga yang mau menyusahkanmu. Aku bahkan sudah berpikiran untuk tidak saling mengenal ataupun menyapamu, saat ada di sekolah!" pekik Rinna, sambil berjalan memasuki gerbang dan menatap punggung Atha dengan tatapan benci. "Dasar menyebalkan!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!