Walaupun sudah cukup lama mengitari rumah ini, Rinna tidak menemukan tanda-tanda yang aneh kecuali para penghuninya yang memiliki sikap abnormal.
"Sekarang kita akan pergi ke mana, Kak Arta?" tanya Rinna, masih setia mengikuti langkah Arta yang berjalan dengan kursi rodanya secara mandiri.
Arta menoleh sejenak kepadanya, menatap adik perempuannya dengan senyuman manis yang membuat Rinna ikut tersenyum dengan cara yang sama.
"Akan aku tunjukkan taman belakang rumah kita. Di sana ada air mancur yang sangat besar dan kolam ikan dengan beberapa jenis ikan cantik. Biasanya anak perempuan suka melihat hal-hal yang seperti itu," ucap Arta, kembali menatap ke arah depan.
Rinna hanya mengangguk mengerti, dan mengikuti langkahnya dengan saksama.
Benar yang dikatakan oleh Arta, taman belakang rumah mereka benar-benar sangat mewah. Bahkan ada gazebo yang mirip seperti yang ada di buku dongeng, yang biasa dia bacakan pada anggota termuda di pantai asuhannya.
Lalu di sekitar taman juga terdapat banyak bunga langkah, yang jarang ada di taman-taman kota.
"Bagaimana menurut kamu? Bagus, kan? Dulu saat aku masih bisa berjalan, aku tidak akan perlu joging di luar arena rumahku. Aku selalu pergi ke sini dan mengitari taman ini. Aku tak pernah bosan melihatnya," ucap Arta, menunjukkan ekspresi sendu.
Rinna yang mendengar hal itu langsung terdiam. Menatapnya dengan tatapan bersalah, karena sudah membuatnya mengingat masa yang membuat kakak tirinya itu sedih.
"Kakak ingin kembali berjalan, ya?" tanya Rinna, dengan suara lirih, karena dia sedang bergumam pada dirinya sendiri.
Tapi sayangnya, Arta mendengar kalimat itu dengan jelas. Membuatnya menoleh dan tersenyum kembali, dengan cara yang sama, kepada adik perempuannya.
"Iya, bahkan bukan hanya berjalan. Aku juga ingin sadar kembali!" ucap Arta, entah kenapa membuat Rinna merasakan hal yang janggal.
"Sadar dari apa? Bukannya sekarang dia juga sedang sadarkan diri?" batin Rinna, mulai mewaspadai Arta yang bisa dia duga pasti memiliki sikap aneh yang tidak jauh berbeda dari keluarganya yang lain.
"Kenapa kamu ada di sini? Dan kenapa dari tadi bicara sendiri, Nak?" tanya Ezar, berjalan menghampiri Rinna.
Rinna langsung menoleh saat mendengar suara sang Ayah yang menegurnya dengan suara yang cukup lantang, seperti sedang marah tapi cenderung mendekati rasa khawatir.
"Aku tidak sendiri, Ayah. Aku ditemani kakak pertama. Ayah tidak lihat? Dia ada di-"
Rinna yang mendapati Arta sudah tidak ada di tempatnya, langsung mengerutkan keningnya dalam, menatap ke sekeliling dengan tatapan bingung.
Lantas pada satu titik, dia melihat Arta yang sedang bersembunyi di balik pohon besar, yang sepertinya benar-benar tidak ingin ketahuan oleh Ezra jika dia pergi keluar.
"Di mana? Dari tadi aku hanya melihatmu sendirian di sini. Jadi aku buru-buru ke sini, karena Mamamu sudah menjadi kamu di kamar dan ini sudah waktunya makan siang" ucap Ezra, menghela napas panjang nan dalam. Berusaha untuk bersikap sabar dan baik, pada putri baru mau ini.
"Ma-maaf, Ayah. Aku tidak tahu kalau Mama mencariku. Jika aku tahu, aku tidak akan pergi terlalu jauh sampai membuat Mama harus mencariku. Maaf," ucap Rinna, dengan suara lirih di akhir kalimatnya.
Ezra mengelus puncak kepala Rinna dengan sayang. "Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Maaf sudah meninggikan suara. Kamu pasti menganggap Ayah marah, kan? Ayah tidak marah kok. Hanya saja jangan membuat Mama kamu khawatir, ya? Kamu masih orang baru di sini."
Rinna segera menganggukkan kepalanya, dan ikut berjalan masuk bersama dengan Ezra untuk makan siang bersama.
Di meja makan Rinna hanya melihat mereka berempat, tanpa kakak pertamanya, Arta. Pada seharusnya, jika dirinya dipanggil untuk makan bersama, bukankah Arta yang sebagai anak kandung harusnya wajib hadir di sini?
Tapi Rinna tidak mengatakan apa pun kepada mereka, ataupun menanyakan alasannya. Karena tempat di hadapannya, Atha sedang menatapnya dengan tatapan buas. Layaknya seorang singa yang mengincar kelinci kecil untuk dia mangsa.
Rinna menundukkan kepalanya dalam. Dia menap piringnya dengan tatapan tertekan, sambil terus berusaha menghabiskan makanannya, walaupun dia tidak berselera.
"Ada apa? Kamu tidak suka makanan, Mama? Dari tadi wajahmu terlihat sangat buruk," celetuk Atha, sengaja membuat perhatian orang-orang yang ada di ruang makan, mengalihkan pandangannya pada Rinna.
Sementara Rinna hanya menatapnya dengan tatapan terkejut, enggan untuk membalas perlakuan buruknya tapi juga tidak bisa diam saja, karena takut Maya salah paham karena tindakannya.
"Kalau makanan Mama tidak enak, bukankah makananku seharusnya masih utuh? Tapi aku sudah hampir menghabiskannya. Jadi tolong jangan mengatakan hal yang mudah menjadi salah paham, Kakak!" tegas Rinna, dengan suara lembut yang tidak memancing permusuhan walaupun nadanya tetap penuh penekanan.
Atha mengulas senyuman culas beberapa saat, sebelum akhirnya menundukkan kepala dan melanjutkan makannya dengan tenang.
"Kalau kamu bilang seperti itu, kamu bisa menambahkan porsi makan kamu, kan? Katanya masakan Mama lezat, apa kamu tidak ingin menambah porsi makanmu? Mama lihat kamu memang makan sangat sedikit. Apa biasanya juga seperti itu?" tanya Maya, membuat perhatian Rinna teralihkan padanya.
"Aku akan menambahkannya nanti, Ma. Karena sekarang aku sudah kenyang, karena tadi pagi sarapan terlalu banyak di panti asuhan," jelas Rinna, dengan senyuman manis yang bertengger di wajah cantiknya itu.
Namun respons yang didapat Rinna apa sikap manisnya itu, sangatlah berbeda dari ekspektasinya.
Karena saat ini Maya menatapnya dengan tatapan tajam, seakan memperingatkannya untuk tetap bersikap sopan.
Rinna langsung menundukkan kepalanya dalam, mengulas senyuman palsu di bibirnya yang gemetar karena takut, itu.
"A-ah, setelah yang ada di piring habis, aku akan segera mengambil lagi, Ma. Mama jangan khawatir. Aku pasti akan menghabiskannya," ucap Rinna, berusaha untuk menekan ketakutannya dengan menghadirkan senyum yang meyakinkan.
Namun setelah Rinna mengatakan hal tersebut, Atha yang dari tadi terus tersenyum mengejeknya, tiba-tiba mengambil nasi dan lauk dengan jumlah yang sangat banyak dan memakannya dengan cepat, seperti orang yang belum makan selama satu minggu.
Atha melakukan hal itu sampai lauk-pauk dan nasi yang ada di atas meja makan tersisa sedikit, setidaknya satu porsi makanan Rinna saat ini.
"Ka-kamu kelaparan?" tanya Maya, menatap anak lelakinya yang makan tanpa tahu rasa kenyang.
"Ya, Ma. Nanti malam aku harus begadang karena mengerjakan banyak tugas. Jadi aku ingin mengisi tenaga aku sampai penuh sebelum bertempur dengan angka-angka matematika nanti," ucap Atha, membuat alibi yang meyakinkan.
Sementara Rinna yang mendengar itu hanya terdiam, dan menatap senyuman sinis yang tertuju kembali kepadanya.
"Aku benar-benar sangat lapar sampai makanan sebanyak ini masih kurang untukku," ucap Atha, kembali mengulas senyuman mengerikan dengan diiringi tatapan buas saat menatap pada Rina.
Glek ...
Rinna menelan ludahnya susah. "Apa yang mau dia lakukan padaku?" batinnya, merasa sedikit ketakutan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ani Kurniasari
msh penuh misteri kak
2023-02-09
1