"Kembalilah ke kamar. Ayah dan Mama akan keluar. Kamu di rumah dulu dengan Atha, ya?" ucap Ezra, membelai puncak kepala Rinna dengan penuh kasih sayang.
Rinna yang mendengar itu langsung melirik ke arah Atha, yang berdiri tepat di sampingnya dengan tatapan setengah takut.
"Baiklah, Ayah. Percayakan saja dia padaku. Segeralah berangkat, sebelum hari bertambah malam," ucap Atha, segera meminta kedua orang tuanya pergi.
Ezra berjalan keluar terlebih dahulu, sebelum akhirnya disusul oleh Maya yang baru saja keluar dari kamar dengan langkah tertatih, karena belum menyiapkan barang-barangnya.
"Yah, tunggu aku sebentar. Aku belum memasukkan bedak dan lipstikku," celetuk Maya, membuat langkah suaminya berhenti di ambang pintu.
"Cepatlah, kamu selalu membawa barang-barang tidak penting itu padahal juga tidak pernah dipakai. Dasar perempuan!" celetuk Ezra, membuat istrinya mengulas senyuman masam.
Setelah itu, keduanya segera meninggalkan rumah dan membuat Atha menatap Adik perempuannya, yang sudah memasang sikap waspada.
"Hahaha, memangnya apa yang aku lakukan? Aku bahkan belum mengucapkan apa-apa, tapi kamu sudah hampir memasang kuda-kuda? Hahaha, konyol sekali!" celetuk Atha, berjalan pergi meninggalkan Rinna begitu saja.
Rinna yang melihat itu, langsung menghela napasnya panjang. Bersyukur karena Kakak keduanya itu tidak mengganggunya.
"Ah, daripada mencarinya. Lebih baik aku menemui Kak Arta di belakang. Sepertinya tadi dia benar-benar menyembunyikan diri," celetuk Rinna, segera berlari pergi meninggalkan tempatnya.
Atha yang hampir masuk ke dalam kamarnya, dan tidak sengaja melihat sikap aneh Adik perempuannya, langsung kembali turun ke lantai 1 dan mengejar langkat Rinna, yang lagi-lagi pergi dengan langkah terburu-buru ke arah taman belakang.
"Apa yang dicari gadis itu di sana? Atau jangan-jangan dia menemukan tempatku?" batin Atha, mengikuti Rinna dengan sembunyi-sembunyi.
Sementara Rinna yang sudah sampai di halaman belakang, langsung pergi ke bali pohon beringin besar yang daunnya tidak terlalu rindang, pernah dipangkas dengan rutin oleh tukang kebun ke rumah itu, langsung pergi mencari Arta dibalik batang pohonnya yang kokoh.
"Kakak, kenapa kamu bersembunyi di sana begitu lama? Ada yang kamu temukan?" tanya Rinna, mencelingukkan kepalanya dari balik batang besar beringin itu.
Arta yang mendengar suara Rinna, langsung menoleh dan membuat Rinna sedikit melihat sebuah lubang besar yang digali cukup dalam di depan Arta.
"Apa itu?" tanya Rinna, berjalan beberapa langkah mendekat ke arah Arta.
"Itu lubang yang dibuat oleh Atha untuk menghiburku!" celetuk Arta, membuat Rinna langsung menghentikan langkahnya dan menatapnya dengan tatapan bengong.
"Apa yang barusan Kakak katakan padaku? Ku-kubur? Siapa yang akan di kubur?" tanya Rinna, dengan bibir bergetar hebat.
Srak ....
Suara langkah kaki muncul dari arah belakang mereka, sontak membuat Rinna tersentak kaget dan menerka siapa apa yang ada di sana.
"Apa yang sedang kamu lakukan di situ? Ayo masuk!" ucap Atha, hendak meraih tangan Rinna.
Tapi karena dalam keadaan takut, secara spontan Rinna menepis tangan itu dan membuat kakinya tergelincir ke belakang, sebelum akhirnya dia jatuh masuk ke dalam lubang besar yang sempat dia lihat Adik.
Brak!
Suara jatuh Rinna benar-benar sangat nyaring, sampai membuat Atha yang tidak bisa memeganginya dengan benar, mencegahnya agar tidak jatuh, akhirnya hanya bisa melihat Adik perempuannya yang jatuh dengan cara telentang di bawah sana.
"Kamu baik-baik saja? Suara jatuhnya sangat keras, kepalamu tidak terkena batu, kan?" tanya Atha, tanpa menunjukkan kepanikan sedikit pun.
Bahkan dalam situasi seperti itu, dia masih bisa melihat Rinna dengan sikap angkuh dan mata yang enggan.
Rinna gemetar ketakutan, merasakan kedua tangannya yang memegang benda empuk seperti tubuh manusia yang sudah hampir membusuk. Lembek tapi kokoh dan mengeluarkan bau seperti tangkai tikus yang sangat menyengat.
Glek ....
Rinna semakin takut, dia segera memejamkan matanya dan tidak berani menoleh ke belakang.
"Apa yang kamu pegang?"
Pertanyaan itu membuat akal sehat Rinna putus dengan mudah, dia langsung menoleh ke belakang, melihat apa yang tidak sengaja dia duduki.
Sebuah kepala seseorang terkubur di bawah dedaunan yang dangkal itu, kedua bola matanya yang dipenuhi oleh ulat, mampu dilihat jelas oleh Rinna.
Rinna menangis dalam diam, segera mendongak ke arah Atha berada dengan tubuh yang gemetar hebat.
Atha menaikkan sebelah alisnya, menatap sikap Rinna yang cukup aneh. "Apa yang kamu lihat di sana? Itu hanya beberapa pupuk kompos yang berhasil aku buat dari dedaunan. Tapi kenapa ekspresi mau seperti itu?" tanyanya, tidak membuat gadis itu bergeming dari posisinya.
"Hiks, tolong keluarkan aku saja dari tempat ini. Aku mohon," ucap Rinna, benar-benar ketakutan.
Dirasa sudah tidak lucu melihat Rinna yang seperti sungguhan, akhirnya Atha berjalan pergi untuk mengambil tangga kayu yang dia rakit sendiri, yang biasanya dia pakai untuk turun ke sana.
"Kakak! Kamu mau ke mana?! Jangan tinggalkan aku sendiri! Jangan pergi!!" teriak Rinna, dengan suara yang benar-benar lantang.
Tapi hal itu tidak menggantikan lang Atha. Dia terus berjalan mendekati gudang yang ada di dekat sana, mengambil tanggal kayu yang selalu dia simpan di tempat yang sama.
"Kakak? Aku takut ... jangan pergi, huhu ...."
Rinna benar-benar menangis dengan histeris. Bahkan suara tangisnya sampai membuat telinga Atha yang posisinya sudah cukup jauh dari lubang tersebut, sampai terasa sakit.
"Heh! Sudah diam jangan menangis. Katanya mau keluar, tapi aku tidak boleh pergi mengambil tangga? Lalu bagaimana caraku mengeluarkan kamu kalau tidak ada alat bantunya?! Takut pun harus tetap punya pikiran logis, Adikku yang manis!" pekik Atha, sambil mengeluarkan turun tangga yang diambil.
Dengan kecepatan kilat, tidak peduli dengan kakinya yang terkilir atau tangannya yang lecet dan berdarah, Rinna sekarang naik ke atas dan melompat ke dalam pelukan Atha.
"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku, kamu memelukku terlalu kuat. Rasanya sesak, bodoh!" omel Atha, berusaha melepaskan pelukan Rinna.
Namun wanita itu benar-benar memeluknya dengan rapat, bahkan sampai melingkarkan kedua kakinya ke pinggang Atha, membuat posisi Atha seperti sedang menggendong bayi koala.
"Cepat turun atau aku akan membawamu ke kamarku! Malam ini kedua orang tua kita tidak pulang. Jadi bayangkan saja apa yang akan aku lakukan denganmu semalaman," ancam Atha, menatapnya dengan senyuman sinis.
Tapi sepertinya hal itu tidak mempan, karena Rinna benar-benar takut karenanya.
"Tidak peduli. Pokoknya jangan tinggalkan aku. Di kamarku sudah banyak hal-hal yang tidak benar. Lalu kenapa saat keluar rumah, dan matahari masih setinggi itu, aku tetap melihat mereka?! Aku tidak mau melihat barang-barang seperti itu. Itu mengerikan, jauh lebih mengerikan daripada sikap burukmu padaku. Jadi persetan dengan sikapmu. Aku tidak akan melepaskanmu, huhu ...."
Tangisan dan sikap Rinna yang seperti ini, benar-benar membuat Atha tidak bisa berbuat apa-apa.
"Merepotkan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Elsa Devika
aku punya alibi niih😅
apa jngan² itu atha sma arta udh meninggoy dibunuh ortu nya yaaa
2024-04-28
1