Akusisi perusahaan

Happy Reading 🌹🌹

Di negara Eropa tengah memasuki musim gugur, biasa terjadi di bulan November-Desember. Suhu udara di negara tersebut cenderung hangat menuju dingin, sehingga membuat beberapa orang sudah mengenakan mantel.

Musim gugur identik dengan cuaca cerah langit biru dengan gumpalan awan putih yang menghiasi langit.

Pepohonan yang berada di sepanjang jalan mengugurkan daun-daunnya setiap detik. Dedaunan yang berwarna hijau berubah menjadi merah, orange, dan kuning.

Gradasi warna daun yang di hasilkan pada setiap pohon berbeda-beda, menambah kecantikan musim gugur di negara Eropa menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Matahari keemasan menerpa salah satu gedung pencakar langit, membuat gedung yang di dominasi dengan kaca memantulkan cahaya dari kejauhan berkilauan bak permata.

Para pegawai yang mulai berdatangan, tampak ada yang terburu-buru masuk ke perusahaan, berjalan santai dengan membawa segelas kopi, ataupun mengobrol sejenak sebelum bertempur dengan pekerjaan.

Derap sepatu terdengar melangkah dengan cepat, para karyawan yang berpapasan dengan dua petinggi perusahaan hanya mampu memandang dari kejauhan.

"Bagaimana jadwal hari ini?" Tanya Bara yang kini tengah berdiri di depan pintu lift.

"Hari ini tidak ada jadwal apapun, besok kita harus menghadiri rapat di Granada, Tuan." Jawab Jundi dengan mengecek jadwal atasannya.

Bara menoleh ke arah Jundi sebentar sebelum melangkah masuk ke dalam lift yang sudah terbuka, "Granada? Cukup jauh dari perusahaan." Kata Bara pelan.

"Benar, Tuan. Klien kita kali ini dari negara Arab dan Dubai mereka ingin mengunjungi Istana Alhambra yang berada di kota Granada." Ucap Jundi menjelaskan kepada Bara.

Bara mengangguk paham, pantas jika klien yang dari negara timur menginginkan pertemuan di sana. Setidaknya Bara tahu sedikit tentang agama Islam, karena asal sang ibu dari negara Indonesia yang di dominasi pemeluk agama Islam.

Alhambra adalah nama sebuah kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan bani ummayyah di Granada, Spanyol bagian selatan (dikenal dengan sebutan Al-Andalus ketika benteng ini didirikan), yang mencakup wilayah perbukitan di batas kota Granada. Istana ini dibangun sebagai tempat tinggal khalifah beserta para pembesarnya.

"Baiklah kita selesaikan pekerjaa hari ini, tidak ada salahnya juga libur beberapa hari di sana." Kata Bara kepada Jundi.

Jundi hanya menghela nafas panjang, "libur rasa kerja." Gerutunya yang hanya berani dia ucapkan di dalam hati.

"Jangan menggerutu." Ucap Bara yang menatap Jundi dari pantula dinding lift.

Jundi kaget karena seperti ketahuan berkencan dengan wanita lain, "Mana saya berani, Tuan." Jawab Jundi cepat dengan menghilangkan rasa gugupnya.

"Bagus! Ayo kembali bekerja." Bara segera berjalan keluar dari lift menuju ruangan kerjanya.

Begitu juga Jundi yang masuk ke dalam ruangannya sendiri, keduanya harus menyelesaikan pekerjaan sebelum pergi ke Granada.

Meskipun masih satu benua, tetapi letak kota Granada cukup jauh karena Bara tinggal di Eropa lebih tepatnya Jerman.

Jundi segera memesan tiket pesawat untuk pergi ke Granada, jika melalui jalur udara dari ibu kota (Berlin) hanya memerlukan waktu kurang lebih lima jam dengan sekali transit.

Bara menenggelamkan dirinya dengan tumpukan dokumen dan pemberkasan penting, meski tidak bisa selesai dalam satu hari. Pekerjaan yang membutuhkan tanda tangannya harus selesai hari ini juga.

Dia tidak ingin, saat menemui klien penting harus wara-wiri dengan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dengan tenang, Bara nampak mencoret beberapa berkas dan juga mengetikkan sesuatu di komputer yang ada di hadapannya.

Di tengah keseriusan Bara ponselnya berdering. Dia enggan menjawab tapi ponsel terus berbunyi hingga merusak konsentrasinya, dengan wajah kesal dia melihat siapa yang menelfon.

Seulas senyum tipis tercetak di bibirnya, dengan menggeser ikon berwarna hijau ke atas sambungan telfon terhubung.

"Hey! Apa perlu aku menghubungimu dengan nomor istriku agar kamu angkat." Cecar seorang pria di sebrang telfon.

Bara yang awalnya senang menjadi layu, "Aku sedang sibuk, apa kamu pikir aku pengangguran sepertimu." Jawab Bara tidak sepenuhnya berbohong.

"Syal ... Aku hanya menjaga istri dan putraku. Aku hanya ingin memastikan, apa benar perusahaan Kakekmu akan di jual. Kenapa tidak kamu serahkan kepada orang kepercayaanmu saja di sini." Tanya Kenan dengan cepat.

Bara menyandarkan punggungnya dk kursi kerja, "Benar, aku sudah membicarakannya dengan Kakek. Bagaimana pun Kakek harus ikut denganku, kamu tahu sendiri kesehatan Kakekku menurun." Jawab Bara dengan wajah sendu.

"Aku akusisi saja perusahaan Kakekmu tidak perlu di jual. Jadi kalian tetap memiliki saham di perusahaan meskipun tidak lebih dari 30%." Ucap Kenan mengatakan tujuannya.

"Deal, kalian saja yang mengurusnya. Aku harus kembali bekerja karena benar-benar sibuk, salam untuk Alice dan anakmu." Jawab Bara yang langsung menyetujui pengajuan Kenan.

"Tidak akan aku sampaikan, kamu menikahlah maka aku akan percaya jika kamu sudah move on dari istri cantikku." Ucap Kenan dengan terkekeh pelan di sebrang telfon.

"Aku akan menunggu jandanya Alice." Kata Bara yang langsung menutup sambungan telfonnya.

Tawanya pecah karena Kenan kembali menghubungi dirinya, tapi Bara enggan untuk mengangkat. Dirinya cukup tau jika pria bucin itu sedang kebakaran jenggot saat ini.

Jundi yang akan masuk ke dalam ruangan Bara hanya diam terpaku, sepertinya sudah cukup lama tidak melihat pria yang dia ikuti tertawa lepas seperti itu.

"Semoga kamu mendapatkan kebahagiaanmu sendiri, Bar." Doa Jundi dalam hati.

Jundi teringat kisah cinta mengenaskan atasannya, meski tidak begitu mengenaskan sejujurnya. Karena Bara tahu status wanita yang dia cintai tapi masih nekat mendekatinya.

"Hey! Kenapa hanya diam saja di sana." Seru Bara yang membuat Jundi kaget.

"Ck, aku hanya merinding saja melihatmu tertawa sendiri." Jawab Jundi berdecak kesal.

"Kamu pikir aku gila." Omel Bara dengan menerima dokumen yang Jundi sodorkan.

"Kalau tidak gila lalu apa, jelas di ruangan ini hanya ada kamu saja." Kata Jundi dengan mimik wajah yang di buat-buat.

"Kenan baru saja menelfon, dia akan mengakusisi perusahaan Kakek." Jelas Bara dengan membubuhkan tanda tangan di atas kertas.

"Itu lebih baik sih, daripada kamu menjualnya dan akan hancur lebih baik biarkan Kenan ataupun paman Kalevi yang mengelolanya." Kata Jundi setuju.

"Benar, apakah kamu sudah memesan tiket pesawat untuk besok?" Tanya Bara yang menyusun dokumen untuk di bawa Jundi.

"Sudah, besok kita akan berangkat pagi hari karena sebelum pukul satu siang sudah harus berada di sana." Jawab Jundi menjelaskan.

"Baiklah, selesaikan cepat agar kita bisa pulang awal. Berkas yang akan di bawa untuk besok jangan lupa di cek kembali, jangan sampai kamu sibuk sendiri saat aku mengajakmu liburan." Kata Bara dengan wajah serius.

Jundi hanya memutar bolanya malas, "Liburan ya liburan saja, bukan liburan berkedok rapat." Akhirnya unek-unek dalam hati tersampaikan juga.

Terpopuler

Comments

Siti Farida

Siti Farida

☺️☺️☺️sabar Jundi gak masalah lah liburan sambil kerja dari pada kerja melulu gak ada liburan 😁😁😁😁

2023-11-06

0

Tebe'e

Tebe'e

Bara jgn sampai ngulangi hal konyol pura2 sakit lagi ya. sewa tukang make up demi bisa dapat perhatian Stevani😂😂😂😂

2023-02-24

0

Mimi Coco

Mimi Coco

baru mudeng kalau ini masih ada kaitannya tokohnya dengan novel kakak yang satunya

2023-02-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!