Keraguan dan rasa takut berkecamuk dipikiran Eva. Pertanyaan yang sungguh tidak terduga dilemparkan Reksa untuknya. Bagaimana cara menjawab tanya yang sulit sekali dicerna?
Disatu sisi permintaan itu adalah impian yang hinggap padanya ditiap malam selama 6 bulan terakhir ini. Disisi lain, Eva begitu takut menyandang istri kedua, pernikahan siri tanpa hukum negara yang dengan jelas mengikatnya. Hak apa yang dia punya sebagai istri muda?
“Jangan jawab kalau masih bingung. Aku gak akan maksa. Sampai sekarang aku masih berharap Kay bangun dari koma dan menyelesaikan perceraian dengan baik-baik,” lanjut Reksa setelah melihat kebingungan di wajah Eva.
Mereka keluar dari lift dan berjalan ke arah ruangan Reksa. Seorang laki-laki berperawakan tinggi berdiri mondar-mandir di pintu masuk ruangannya. Reksa seketika mempercepat langkah dan menyapanya dengan sopan. Mereka berdua masuk ke ruangan. Eva segera menyediakan minum pada tamu yang datang menemui Reksa.
“Saya dapat info dari Panca kalau istrimu kecelakaan dan masuk rumah sakit. Saya mau buru-buru jenguk kesana, tapi dia bilang kamu tadi pagi ada di kantor dan meeting sama buyer dari Thailand. Makanya saya dateng kesini aja. Jadi gimana kabarnya istrimu?”
Widyono tampak bersimpati pada kabar tentang kecelakaan istri bawahannya. Sebagai General Manager di PT Mandala Agro yang super sibuk, dia tidak segan menyempatkan waktunya yang berharga untuk menemui Reksa. Salah satu bawahan andalannya yang menangani section head untuk bisnis di Asia.
“Istri saya sampai sekarang belum sadarkan diri. Dia mengalami trauma kepala yang cukup berat akibat benturan saat kecelakaan. Dokter mengatakan dia dalam keadaan koma pasca operasi,” jawab Reksa.
“Koma? Kok kamu bisa santai-santai gini masuk kantor? Saya kirain kecelakaan biasa sampe kamu bisa ngantor pagi-pagi,” tanya Widyono kaget. “Haduh, kalau saya sih udah kalang kabut gak mau kerja. Udah mending kamu pulang aja. Urusan kantor bisa remote, buat meeting beberapa hari ke depan saya tugaskan Andre aja,” lanjutnya.
“Ada ibu dan adik perempuan saya di sana yang menunggu. Sampai sekarang istri saya belum ada tanda-tanda akan sadar, jadi saya pikir lebih baik saya masuk hari ini.”
“Reksa, kerja itu boleh seambisius mungkin. Tapi keluarga itu yang paling penting. Apalagi pasangan. Saya kalau dapat kabar jelek soal istri pas meeting aja langsung saya stop dulu, buat memastikan dia baik-baik aja atau nggak. Si Panca bilang saya bucin. Tapi saya gak peduli dibilang apa, asal istri sehat dan selamat,” tutur Widyono menasehati.
Reksa hanya tersenyum sekilas dan tidak menanggapi. Dia sangat tahu atasannya itu adalah family man sejati. Beberapa kali pernah melihat sendiri bagaimana Widyono memastikan keadaan keluarganya di tengah meeting pelik terkait kerjasama bisnis penting.
Hal yang jelas tidak bisa Reksa lakukan. Dia bukan berasal dari keluarga kaya raya seperti Widyono yang sesuka hati bersikap demikian. Selama ini dia selalu ketakutan jika melakukan kesalahan, posisinya akan menjadi pertaruhan. Reksa sudah sampai dititik ini bersusah payah. Dia tidak boleh bersikap seenaknya dan merugikan perusahaan. Apalagi bersikap tidak sopan pada investor maupun buyer dari luar.
“Saya punya rekomendasi dokter bedah saraf bagus. Pindahkan aja istrimu ke rumah sakit punya adik saya! Nanti saya akan urus soal itu.”
“Terima kasih buat bantuannya,” balas Reksa.
“Don’t mention it. You are valuable person for this company. Saya gak bisa biarin masalah kayak gini ganggu kerjaan dan pikiranmu. Istrimu harus dapat perawatan terbaik, biar cepat sembuh dan kamu lebih tenang bekerja. Cuti aja beberapa hari. Saya akan tunjuk orang buat handle pekerjaan kamu sementara,” pungkas Widyono.
Reksa masih diam di sofa ruang kerjanya menatap kosong tempat Widyono tadi duduk. Perasaannya tiba-tiba menjadi hampa dan tidak nyaman. Kali ini dia memang merasa cukup keterlaluan, di tengah perjuangan hidup Kay yang masih berstatus sebagai istrinya, dia malah menyempatkan diri untuk bekerja. Berpikir bahwa Kay akan aman dan baik-baik saja hanya dengan ditemani oleh ibu dan Willa.
“Mas gak apa-apa?” tanya Eva yang duduk di sebelah Reksa.
Sejak tadi dia berdiri di samping atasannya itu dengan siaga. Memperhatikan Widyono memberi petuah pada bawahannya. Eva yakin, kini Reksa merasa bersalah karena tidak menemani istrinya yang sedang koma. Sebenarnya hatinya tidak nyaman melihat Reksa tidak fokus hari ini. Sedikit-sedikit melamun dan hilang konsentrasi. Ada rasa cemburu yang menyeruak dihatinya.
“Aku akan izin cuti selama beberapa hari buat nemenin Kay. Kamu gak apa-apa kan kayak gitu?”
“Gak apa-apa. Nanti aku kirimkan kerjaan lewat email. Mungkin bisa sesekali menjenguk juga kalau Mas Reksa gak keberatan,” balas Eva sambil tersenyum.
Rasa khawatir dan tidak nyamannya menguap hilang saat mendengar perkataan Reksa. Ditengah situasi seperti ini, dia masih menanyakan bagaimana perasaan Eva. Meskipun mungkin sebenarnya paham jika di dalam hati Eva, keengganan dan penolakan begitu kuat terdengar.
“Aku gak keberatan. Datang aja ke rumah sakit kalau kamu kangen. Tapi nanti chat kamu terus kok, oke?” Reksa menggenggam tangan Eva dan mengecupnya singkat.
Dering telepon memecah pembicaraan mereka, Reksa segera mengangkatnya setelah melihat si penghubung di luar sana. Dia berdiri dari sofa sambil menempelkan ponsel di telinga kirinya. Berdiri menyandarkan pantatnya di meja kerja.
“Hmm… tadi Pak Widyono yang nyuruh Kay dipindahin ke rumah sakit punya adeknya. Katanya ada dokter saraf bagus yang kerja di sana. Aku sih oke-oke aja, asal Kay bisa dapat perawatan terbaik secepatnya,” ucap Reksa di balik telepon.
“Oh gitu. Ya udah kalau atasan kamu yang minta. Kita ikutin aja. Baik banget atasan kamu sampai segininya. Kamu harus makin rakin dan kerja keras di sana. Jangan sampai mengecewakan atasan sebaik itu.”
“Iya, Bu. Aku selalu kerja keras dan kasih yang terbaik kok buat perusahaan. Makanya bisa jadi orang kepercayaan dan karirnya naik cepet.”
Eva memperhatikan sosok Reksa yang sedang berdiri santai, memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Seulas senyum tergambar dibibir manisnya saat mengagumi laki-laki tersebut. Reksa tampak keren. Selalu keren dimatanya.
Dulu ketika awal mengisi posisi sekretaris Reksa, Eva hanya mengagumi profesionalitas kerjanya saja. Kini semua hal dari Reksa membuat perasaan berbunga-bunga. Apalagi kelembutan dan kebaikan hatinya. Satu-satunya orang yang menolong serta paham beratnya hidup sebagai tulang punggung keluarga.
Eva dulu segan mengungkapkan alasan-alasan dibalik ketidakprofesionalannya dengan terus-terusan mengajukan izin. Padahal kala itu dia masih pegawai baru yang belum memiliki jatah cuti. Tapi dia tidak mungkin meninggalkan ibunya yang beberapa kali masuk rumah sakit sebelum didiagnosa gagal ginjal dan harus melakukan hemodialisa dua kali dalam sepekan. Namun, justru simpati dan uluran tangan yang dia dapatkan saat jujur mengatakan keadaannya pada Reksa.
Saat itu Eva seketika mengagumi seluruh hal yang ada pada laki-laki itu. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan selalu mengabdi dan membantunya bekerja. Hingga lama kelamaan Eva tahu, bahwa dibalik semua kebaikan dan sosok mengagumkan tersebut, ada luka yang bertahun-tahun sulit sembuh.
Sebuah luka yang diakibatkan oleh sebuah pernikahan yang disfungsional. Eva ikut bersimpati, ingin membantu dan menyembuhkan. Sampai pada tahap dia tidak bisa mengendalikan diri dan menerobos batasan-batasan antara atasan dan bawahan.
Sesungguhnya dia juga muak, takut, jijik, dan benci dengan perasaannya yang tumbuh begitu liar pada sosok beristri tersebut. Membayangkan dirinya sebagai perebut suami orang lain membuatnya nyaris tidak bermoral. Tapi Reksa dan istrinya berada diambang perpisahan. Laki-laki itu sudah siap pergi. Bukan maksudnya merebut laki-laki yang sebenarnya sudah ditinggalkan begitu lama dalam kesepian.
Mungkin pembelaan itu Eva lakukan agar hatinya lebih tenang. Gusar sungkan hilang ketika menghadapi kenyataan bahwa statusnya hanyalah perebut suami. Tidak memiliki hak apapun atas Reksa.
“Aku mau pulang sekarang. Nanti kamu kirimkan nutulensi dari meeting tadi ke email, ya? Ada beberapa file kerjasama dengan perusahaan dari Malaysia yang harus aku analisis segera, biar orang yang gantikan aku nanti bisa paham tugasnya apa,” ucap Reksa yang telah selesai menerima telepon dari ibunya.
Eva mengangguk dan melihat Reksa mulai merapikan mejanya. Dia bersiap untuk segera pulang, menemui perempuan yang masih terikat menjadi istri sahnya. Meskipun dalam keadaan koma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
May Keisya
gitu klo curhat ma lawan jenis ujung2nya ada rasabtrs selingkuh🥺🤧
2023-02-17
0
Tri Dikman
👍🏻👍🏻 buat bapak
2023-02-08
0
Nunu
kalo disini masih bingung mau dukung siala
2023-02-05
0