“Aku gak mau punya anak. Sekarang karirku lagi bagus, gak lama lagi aku bakal dapat promosi buat jadi manager.”
Kay menatap Reksa dengan dingin. Tanpa sedikitpun keraguan dihatinya mengatakan hal tersebut. Hatinya sudah kukuh memutuskan tidak ingin memiliki anak di kehidupannya. Makhluk yang berpotensi merusak karir yang gilang-gemilang di masa depan.
“Kay, keputusan kayak gini gak bisa kamu ambil sendiri. Aku suami kamu. Gak bisa kamu bersikap kayak gini tiba-tiba,” balas Reksa kaget dengan pernyataan istrinya.
“Tiba-tiba gimana? Aku kan dari 3 tahun lalu udah kerja dan kita sepakat soal itu. Ya wajarlah menantikan dipromosikan dan dapat karir yang lebih bagus. Sekarang udah sampai sini masa aku harus berhenti karena kamu minta aku hamil terus punya anak sih?”
“Dulu kamu gak pernah bilang kalau kamu gak pingin punya anak. Kita sepakat kamu kerja karena waktu itu kita butuh uang buat lunasin cicilan rumah. Sekarang karirku juga lagi menanjak, Kay. Aku baru balik S2 di Amerika dan perusahaan menjanjikan aku naik jabatan segera. Kamu udah gak perlu kerja lagi kayak dulu.”
“Hey! Ngomong kamu seenaknya banget ya, Sa? Ngerasa kamu doang yang pantas buat dapat karir yang bagus. Terus aku gak boleh gitu punya karir yang cemerlang juga? Kamu mau bikin aku jadi IRT yang gak berdaya kayak dulu? Padahal kamu yang minta-minta aku buat diem di rumah setelah kita nikah. Kamu juga yang mendorong aku biar kerja bantuin perekonomian kita. Sekarang kamu mau nuntut aku lagi buat ngelakuin hal yang kamu mau?”
“Kay, aku berhak nuntut dan minta kamu buat melakukan hal yang aku mau. Aku suami kamu!”
“Enak banget kamu pake status kamu buat nyetir hidupku. Gak boleh ini. Gak boleh itu. Bahkan hakku atas tubuhku sendiri dengan menolak punya anak aja jadi urusan kamu.”
“Itu emang udah seharusnya, Kay. Kita suami istri. Keinginan kamu yang gak mau punya anak itu tanpa persetujuan aku. Hal kayak gitu gak wajar terjadi di hubungan rumah tangga kita.”
“Kalau kamu gak setuju. Ya udah, gugat cerai aja! Aku bakal tunggu panggilan dari pengadilan buat sidang perceraian kita!”
Pembicaraan itu masih membekas diingatan Reksa. Sudah berlalu lebih dari dua tahun semenjak Kay menyatakan keengganannya untuk hamil dan memiliki anak. Perlahan hubungan mereka memburuk, berbanding terbalik dengan karir mereka yang terus merangkak naik.
Kay sudah tidak sama lagi seperti yang diingatnya. Perempuan cantik yang begitu mencintainya itu telah berubah menjadi sosok keras kepala yang hanya memikirkan pekerjaan saja. Saat Reksa meminta Kay untuk membantunya bekerja kala itu, bukan seperti ini yang diharapkannya. Reksa ingin Kay bekerja secukupnya dan lebih mengutamakan keluarga. Mengutamakan suaminya.
Hal yang lebih parah terjadi setelah pertengkaran mereka tentang anak. Kay sama sekali tidak mau lagi disentuh. Membungkam semua muara kepuasan yang dibutuhkan oleh suaminya. Bukan berarti Reksa tidak bisa memaksanya. Beberapa kali dia memang melakukannya. Memperkosa istrinya sendiri. Konyol.
Tapi semua perbuatannya malah membuat Kay semakin jauh darinya. Dia tidak pulang lebih dari dua bulan setelah Reksa memaksa berhubungan. Hingga akhirnya Reksa harus memohon-mohon agar dia kembali ke rumah.
Harusnya dengan perilaku seperti itu saja sudah membuat Reksa mampu mengakhiri hubungan mereka. Tapi dia tidak bisa. Entah kekuatan apa yang terus menariknya beredar di sekitar Kay. Rela menerima perlakuan sedemikian rupa, amarah, hingga tidak mendapatkan kesempatan menuntaskan hasratnya.
Reksa nyaris gila. Dia tidak tahan. Kehidupan pernikahannya semakin hari kian menyedihkan. Dia adalah orang yang menyedihkan. Bisa-bisanya begitu tunduk pada perempuan yang menyayat hatinya berulang-ulang.
“Pak Reksa! Pak! Mas Reksa,” panggil Eva lembut menyadarkan lamunannya yang tiba-tiba mengungkap memori tentang istrinya.
Gadis manis di hadapannya tampak begitu khawatir. Alisnya bertaut dan binar matanya terlihat sendu menatap Reksa. Cepat-cepat ingatan tentang Kay dibuang paksa dari pikirannya. Seulas senyum dia sunggingkan untuk menghilangkan khawatir pada wajah Eva.
“Maaf. Jadinya aku panggil ‘Mas’ di kantor. Habisnya dari tadi Pak Reksa terus melamun. Padahal meeting-nya udah selesai,” ucap Eva menyesal.
“Gak apa-apa. Lagian udah gak ada orang lagi disini. Harusnya aku yang minta maaf karena gak fokus kerja hari ini.” Reksa berdiri dari kursinya kemudian berjalan keluar ruang meeting.
“Pak Reksa pasti kepikiran soal Bu Kayfa, kan? Sampai sekarang dia belum sadar, ya?” tanya Eva berjalan di samping Reksa.
“Nggak. Bukan kayak gitu,” ucap Reksa menatap sekilas Eva. “Mungkin sedikit kepikiran sih. Aku gak menyangka bakal ada kejadian kayak gini pas aku mau ngomongin perceraian sama dia.”
“Pak Reksa pasti khawatir banget. Harusnya gak usah masuk kerja aja dan temani Bu Kayfa sampai siuman.”
Reksa tersenyum. Bisa-bisanya Eva mengatakan Reksa harus menemani istrinya. Padahal dia tahu sendiri bahwa Eva merasa cemburu jika Reksa memperhatikan Kay. Gadis itu pernah mengatakannya beberapa bulan lalu, saat Reksa mengabaikannya karena harus menjemput Kay yang mabuk saat pesta dengan teman SMA-nya.
“Kamu yakin gak akan apa-apa kalau aku temenin Kay?” balas Reksa sambil tersenyum jahil.
Eva menatap sekilas mata bosnya itu dan mengalihkan pandangan ke lantai. “Gak tahu. Tapi kan Bu Kayfa lagi dalam keadaan kayak gitu. Meskipun aku gak mau pisah sama Pak Reksa. Sekarang aku masih gak punya hak apa-apa buat melarang,” jawabnya sendu.
Mereka memasuki lift menuju ke lantai 5, tempat ruangan kerja Reksa berada. Hanya ada mereka berdua di lift sempit tersebut. Reksa memperhatikan sosok Eva yang terpantul dari kaca yang mengelilingi lift. Gadis manis berumur 23 tahun yang pelan-pelan merebut perhatiannya.
Eva terlihat mungil berdiri di sampingnya, wajahnya manis, dan pembawaannya tenang. Sosok yang jauh berbeda dengan Kay yang bagaikan seorang model keluar dari majalah fashion terkenal. Tubuh ramping, kaki jenjang, tubuh yang proporsional. Semua itu ditunjang dengan wajah cantik yang menarik perhatian.
Selama kuliah dulu, Kay adalah incaran semua orang. Primadona jurusan bisnis internasional. Beruntung Reksa mendapatkan perhatian dan cinta darinya. Dulu. Lama sekali berlalu.
Tapi semua hal yang membuat Reksa menjatuhkan hatinya kembali pada seseorang selain Kay, bukan karena paras dan rupa semata. Dia hanya ingin dibuat nyaman dan aman. Selama lebih dari dua tahun pertikaiannya dengan Kay membuat hatinya begitu lelah.
Eva datang seperti penyembuh bagi semua penderitaan dan rasa sepinya. Pelan-pelan fokusnya yang begitu rekat dia tempatkan pada Kay yang berubah memusuhinya, kini diambil alih oleh ketenangan dan kelembutan Eva. Reksa merasa jiwanya bisa terselamatkan jika dia bisa memiliki Eva.
“Aku minta maaf karena belum bisa ngasih kamu kepastian. Sampai kamu merasa gak punya hak apa-apa atas aku,” sesal Reksa. “Aku belum sempat ngomongin perceraian dengan Kay. Sekarang dia malah kecelakaan dan koma,” lanjutnya.
“Gak apa-apa. Aku bakal terus nunggu Pak Reksa kok. Soalnya aku sayang banget sama Pak Reksa,” ucap Eva malu-malu. Dia tahu Reksa memperhatikannya lewat pantulan kaca.
Reksa tersenyum sekilas.
Sayang? Benarkah perasaan itu yang dia rasakan pada Eva? Reksa sendiri bingung. Dia memang begitu nyaman dan tenang berada didekat gadis itu. Terutama saat dimana dia dan Kay sedang bersitegang atau bertengkar.
Dia menginginkan ketenangan itu melingkupi hidupnya. Makanya bersikeras mendapatkan Eva. Tapi, apakah itu perasaan sayang? Kenapa jauh berbeda dengan yang dia rasakan terhadap Kay?
“Aku mungkin gak akan berkunjung dulu ke rumah sampai Kay ada kemajuan. Bilang maaf sama ibu kamu ya jadi gak bisa rajin kesana.”
“Ibu pasti ngerti kok. Jadi gak apa-apa. Pak Reksa fokus dulu aja sama Bu Kayfa.”
“Hmm.. aku akan fokus dulu sama Kay sekarang. Meskipun gak tahu dia sadarnya kapan. Menurutmu dia bakal sadar gak ya dari komanya?”
“Aku kurang tahu. Tapi Pakde waktu dulu kecelakaan dan cedera kepala parah sampai koma, lebih dari dua bulan tetap gak sadarkan diri.”
“Terus habis itu gimana?”
“Pakde meninggal. Keluarganya udah ikhlasin karena sudah terlalu lama ngurusin.”
Reksa diam sejenak. Mendengarkan lift yang berdenting sebelum akhirnya terbuka.
“Eva, seandainya Kay gak sadarkan diri berbulan-bulan. Kamu mau gak nikah siri dulu sama aku?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
May Keisya
ngeselin bgt si reksa🤧
2023-02-16
1
Tri Dikman
Sayang kok sama suami orang
2023-02-08
1
sang_penghalu
jng donk 🥺 jng sampai Eva dan raksa menikah.
aku ga ikhlas
2023-02-02
2